Ritual mudik sebabkan produksi tempe berkurang

id tempe, perajin tempe, perajin tempe mudik, produk tempe palembang berkurang

Ritual mudik sebabkan produksi tempe berkurang

Ilustrasi - Produksi tempe Sumsel dipasok ke Lampung (FOTO ANTARA)

....Berkurangnya produksi tempe bukan karena harga kedelai yang melambung menjadi Rp7.800 per kilogram, karena memang perajin menjalankan ritual pulang kampung....
Palembang (ANTARA Sumsel) - Dari drum-drum hitam di dapur bersama pembuat tempe terlihat dari jauh mengepulkan asap. Ada enam drum yang bertengger di atas perapian tetapi hanya dua yang mengepulkan asap karena sedang proses perebusan kedelai.

Seseorang dengan tubuh kekar tanpa baju mengaduk-aduk drum dengan sebilah kayu hingga kedelai-kedelai matang rata.

Wak No (50) salah seorang perajin tempe mengatakan lazim setiap memasuki ramadan kawan-kawannya mudik ke Jawa sampai usai lebaran.

Ritual tersebut dilakukan setiap tahun oleh sejumlah perajin yang memang keluarga besar mereka masih di Jawa.

Kalau bulan ramadan biasanya dari enam perajin paling banyak ada dua orang yang tetap memproduksi tempe. Empat perajin lainnya pulang kampung ke Jawa.

Drum-drum yang biasanya berisi kedelai tersebut kini kosong hanya dua yang masih digunakan.

Satu drum biasanya diisi sedikitnya 50 kilogram kedelai yang kemudian direbus selama lebih kurang dua jam.

Selama puasa ini praktis produksi tempe berkurang akibat banyak perajin yang pulang kampung.

Berkurangnya produksi tempe tersebut bukan karena harga kedelai yang melambung menjadi Rp7.800 per kilogram, karena memang perajin menjalankan ritual pulang kampung.

Dia menjelaskan setiap ramadan biasanya permintaan tempe berkurang karena warga lebih memilih mengkonsumsi sumber protein lain terutama daging dan ikan.

Setiap tahun siklusnya begitu juga perajin tempe pun sebagian memilih mudik. Hanya sejumlah perajin yang tetap memproduksi makanan yang terbuat dari kacang kedelai impor itu yang tidak mudik.

Ia menambahkan, kebetulan keluarga ada di Palembang semua jadi tidak perlu pulang ke Jawa lagi. Meskipun permintaan tempe menurun signifikan tetap saja mereka memproduksi bahan makanan tersebut seperti biasa.

Setiap hari 50 kilogram kedelai mereka proses menjadi tempe seperti hari-hari biasa.

Tidak ada penurunan produksi tempe karena untuk menutupi kebutuhan tempe yang selama ini dibuat perajin yang mudik.

Jadi sama sekali tidak ada sangkutan dengan kenaikan harga kedelai. Dibandingkan dengan daerah lain produksi tempe di Palembang memang tidak terlalu banyak.

Masyarakat kota pempek masih lebih dominan mengkonsumsi beragam jenis ikan ketimbang tempe.

Dengan demikian sebagai perajin pihaknya optimistis meskipun terjadi kelangkaan kedelai tidak terlalu berpengaruh pada masyarakat di daerah ini.

Apalagi kedelai di Palembang tidak hanya didatangkan dari Amerika Serikat tetapi impor dari Malaysia juga ada.
Sampai dua bulan ke depan stok kedelai di daerah ini masih mencukupi.

    Tempe makanan penganti
Ruliswati (35), ibu rumah tangga di Palembang mengatakan ketika harga ayam mahal begitu juga dengan ikan melambung biasanya mereka baru beralih ke tempe.

Tempe masih menjadi makanan penganti ikan dan ayam ketika harganya tidak terjangkau lagi.

Di Palembang untuk mendapatkan ikan masih murah ayam juga cenderung stabil harganya.

Tetapi ketika harga ayam mahal dibarengi ikan demikian, seperti sebelum memasuki ramadhan lalu terpaksa menganti dengan tempe.

Walaupun sering menghindangkan  tempe untuk keluarga tetapi mereka tetap mengutamakan ikan.

ikan biasanya dimasak berkuah atau sering disebut pindang sedangkan tempe hanya digoreng.

Pindang ikan patin menjadi salah satu menu paling disukai keluarga karena itu ketika tak ada pindang banyak yang protes tetapi tempe tidak terhidang biasa saja.

Terkait dengan program pemerintah pusat meningkatkan produksi kedelai dengan memperluas perkebunan komoditi iti di Palembang pun tanahnya tidak cocok.

Wali Kota Palembang, Eddy Santana Putra mengatakan sangat mendukung program pemerintah pusat tersebut tetapi sayang di Palembang tidak cocok untuk menanam kedelai.

Selama ini kota pempek memproduksi padi dan itupun pada lebak atau rawa. Sebagian besar lahan di Ibukota Bumi Sriwijaya ini rawa dan tidak tepat untuk membudidayakan kedelai.

Kepala Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kota Palembang, Sudirman Tegoeh menambahkan budidaya kedelai sangat cocok di lahan  kering tetapi cenderung basah.

Biasanya kedelai akan tumbuh subur di persawahan yang menggunakan irigasi sebagai pengairannya. Sedangkan persawahan di Palembang terdiri dari lebak dangkal sedang dan dalam. Jenis lahan ini hanya cocok untuk tanaman padi pasang surut.

Meski tak cocok untuk membudidayakan kedelai tetapi daerah ini sejak beberapa tahun ini bukan hanya padi yang berhasil di produksi tetapi sejumlah kawasan telah menjadi penghasil buah-buahan.

Contohnya kawasan Kelurahan Talang Jambe kini sudah menjadi sentra pepaya california dan akan berkembang buah-buahan lain, seperti jambu air. (Nila Ertina Fu'adi)