Mengikis 'gap' antara UMKM dan perbankan

id kain jumputan, pengusaha, umkm, perbankan, gap umkm ,

Mengikis 'gap' antara UMKM dan perbankan

Ilustrasi - Pegrajin kain tradisional (FOTO Antarasumsel.com/Feny Selly)

....Meski perbankan berpegang teguh pada prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit, namun berkaca pada pengalaman maka sudah sewajarnya porsi kredit UMKM diperbesar jika dibandingkan dengan kredit konsumtif....
Widya (25), pengusaha kopi bubuk merek "Kopi Biji Palembang" mengatakan membutuhkan waktu hingga 10 tahun bagi ayahnya untuk memberanikan diri meminjam uang ke bank dalam bentuk kredit.

Pola pikir yang memandang bank sebagai lembaga keuangan eksklusif hanya untuk pengusaha besar yang memiliki modal dan agunan, melatarbelakangi prilaku sang ayah kala itu.

Ia pun berandai jika saja upaya itu dilakukan sejak beberapa tahun lalu, bisa jadi usaha turun temurun milik keluarga yang berdiri sejak tahun 70-an itu telah berkembang pesat melebihi capaian saat ini.

Tentunya setiap pengusaha ingin membesarkan usaha. Namun keinginan itu selalu terbentur karena kurangnya modal, sementara pada sisi lain takut berhubungan dengan bank.

"Namun, seiring dengan waktu akhirnya  ayah saya memiliki keberanian, itu pun muncul setelah memiliki satu unit rumah milik sendiri," kata perempuan lajang ini yang dijumpai di pabriknya di kawasan Kertapati Palembang.

Kini, usaha kopi kemasan itu telah berkembang pesat setelah mendapatkan kucuran kredit Rp100 juta dari salah satu perbankan nasional sejak tahun 2009.

Ia pun berpikir untuk menambah pinjaman pada tahun mendatang untuk memperluas jangkauan pemasaran hingga ke luar  Sumatera Selatan.

"Memang bunganya cukup besar yakni berkisar 6,0 persen, tapi tidak masalah karena setelah dijalani usaha menjadi lebih maju. Saat ini sudah menembus pasar di seluruh kabupaten/kota Sumsel dengan  omset perbulan mencapai Rp30 juta dengan tujuh pekerja," ujarnya.

Tak berbeda jauh, Badriyah, pengusaha kain jumputan khas Palembang juga memiliki cerita serupa ketika ingin mengembangkan usaha. Kedekatan dengan bank diawalinya saat terpilih mengikuti Program Kemitraan Bina
Lingkungan Bank Mandiri dengan hanya mengagunkan surat keterangan kepemilikan kendaraan roda dua.

"Awalnya ikut program PKBL Bank Mandiri yang menerima pinjaman Rp30 juta, bunga 0,6 persen dengan waktu pengembalian 3 tahun. Karena usaha maju, akhirnya memberanikan diri meminjam sendiri dengan bunga 6,0 persen dengan harapan bisa berkembang dan menembus pasar nasional," ujarnya yang dijumpai pada pameran perdagangan IWAPI beberapa waktu lalu.

Widya dan Badriyah merupakan potret nyata pengusaha kecil di Indonesia yang kerap takut dengan prinsip kehati-hatian bank dalam menyalurkan kredit.

Namun seiring dengan perjalanan waktu dan perkembangan ekonomi Indonesia, sektor UMKM saat ini menjadi primadona sejumlah bank swasta dan nasional karena memberikan ruang lebih luas dibandingkan kredit skala
besar.          

Penyaluran kredit UMKM pun aktif dilakukan perbankan nasional karena usaha ini relatif aman dari krisis berkat orientasi pasar yang fokus memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Dengan kata lain, disaat perekonomian dalam negeri yang relatif baik dengan angka pertumbuhan berkisar 6,5 persen, sudah sepatutnya lembaga bank mengikis "gap" dengan para pengusaha kecil dan menengah. Keragu-raguan pengusaha kecil untuk meminta bantuan modal ke perbankan sudah sepatutnya dihilangkan karena unit usaha ini telah terbukti tangguh.

Meski perbankan berpegang teguh pada prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit, namun berkaca pada pengalaman maka sudah sewajarnya porsi kredit UMKM diperbesar jika dibandingkan dengan kredit konsumtif (pemilikan rumah dan kendaraan). Sejatinya lembaga bank harus memahami bahwa usaha kecil itu yang memacu perekonomian nasional.

Bank Indonesia sendiri menyatakan UMKM memberikan kontribusi sangat strategis dalam perekonomian nasional yang tercermin dalam dominasi jumlah unit usaha yakni 98,8 persen dari 99,9 persen. Sumbangan lainnya berupa penyerapan tenaga kerja mencapai 97,3 persen atau 96,21 juta orang tenaga kerja, sedangkan terhadap PDB nasional mencapai 55,5 persen, dan investasi mencapai 52,89 persen.

         Jembatani UMKM
Deputi Direktur Grup Hubungan Masyarakat Bank Indonesia Harymurthy Gunawan mengatakan perbankan nasional dapat memanfaatkan program Bank Indonesia (BI) melalui kebijakan "financial assistance" maupun "technical assistance" sebagai acuan untuk menyalurkan kredit kepada UMKM.

Bank Indonesia tetap berperan dalam pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah meski tidak lagi diperkenankan memberikan bantuan keuangan atau Kredit Likuiditas Bank Indonesia setelah diberlakukannya UU Nomor 3 Tahun 2004.
 
"Peranan BI dalam pengembangan UMKM berubah menjadi bersifat tidak langsung yakni melalui pemberian bantuan teknis seperti pelatihan kepada UMKM agar "bankable", penyediaan informasi kepada perbankan mengenai usaha yang layak dibantu, memfasilitasi hubungan dengan perbankan, pengembangan riset, inovasi, promosi, dan survei," kata Hary dalam pelatihan jurnalistik terhadap sejumlah wartawan Sumsel di Jakarta, 5-7 November lalu.

Selain itu, pihaknya juga menyediakan layanan informasi mengenai UMKM melalui situs resmi Bank Indonesia dalam fitur (microsite) "INFO UMKM" dengan alamat http://www.bi.go.id/web/id/umkmbi/.

Ia menyatakan, secara garis besar terdapat 10 menu informasi yang disajikan, diantaranya konsultasi yang memberikan pengetahuan mengenai pengembangan usaha dengan memanfaatkan gerai info dan Konsultan Keuangan Mitra Bank. Kemudian, menu kredit UMKM yang menyajikan informasi data kredit (Net Ekspansi, Baki Debet, Non Performing Loan, dan Kelonggaran Tarik).

"Pilihan menu Info UMKM ini diharapkan dapat memfasilitasi antara penjual dan pembeli karena disajikan juga profil klaster/sentra UMKM yang layak dibantu perbankan. Sejauh ini setiap perbankan di daerah telah
memanfaatkan fitur ini, ke depan akan diupayakan agar pengusaha kecil sendiri yang mengakses situs resmi BI ini ," ujarnya.

Selain menjembatani dari sisi informasi, BI juga mengharuskan kantor perwakilan melakukan penelitian bersama kalangan akademisi dengan mengeluarkan daftar UMKM yang layak dibantu Perbankan.

Kegiatan itu juga dilakukan Kantor Perwakilan BI di Palembang tahun 2011 berupa penelitian komoditas unggulan di 217 kecamatan di Sumsel.

Data yang diperoleh itu telah diserahkan ke pemerintah kabupaten/kota dengan harapan menjadi petunjuk pengembangan sektor usaha kecil di daerah setempat.

         Makin menggiurkan
Sektor UMKM semakin menggiurkan kalangan perbankan nasional seiring dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

Bank Indonesia Kantor Perwakilan Wilayah VII mencatat realisasi penyaluran kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah Perbankan di Sumatera Selatan per September 2012 mengalami kenaikan 30 persen atau sebesar
Rp15,77 triliun (year on year).

Peneliti Bank Indonesia Kantor Perwakilan Wilayah VII Gamal Muhammad mengatakan di Palembang, belum lama ini, peningkatan itu memberikan gambaran bahwa Perbankan di Sumsel terbilang aktif dalam menyalurkan kredit skala usaha kecil dan menengah ke masyarakat.

Kemampuan UMKM itu sendiri tergambar dari rasio kredit bermasalah (Nonperforming Loan) yang pesentasenya semakin kecil dari 4,27 persen menjadi 2,49 persen pada 2012.

Sementara, Kepala Cabang Utama Palembang Bank Central Asia Fatmahadi Kumala mengatakan dukungan terhadap perkembangan UMKM juga  diberikan perusahaannya dengan menyalurkan 40 persen dari total kredit.

"BCA juga bekerja sama dengan Bank Perkreditan Rakyat dalam menyalurkan kredit UMKM dan sementara ini perkembangan cukup baik meski tidak begitu signifikan karena perusahaan sendiri masih fokus pada kredit konsumtif," katanya.

Ia tidak membantah penyaluran kredit UMKM itu tidak semudah kredit konsumtif (pemilikan rumah dan kendaraan) karena kerap terganjal status usaha yang belum 'bankable'.

"Hambatan dalam penyaluran karena beberapa usaha kecil yang mengajukan belum layak seperti tidak ada jaminan serta izin usaha. Sementara pada sisi lain Bank Indonesia selalu mengingatkan untuk menjaga NPL jangan sampai melewati lima persen, artinya pemberian kredit tidak boleh semaunya untuk menjaga perputaran uang di masyarakat tetap terkendali," ujarnya.

Sementara, pengamat ekonomi dari Universitas Sriwijaya Didik Susetyo mengatakan sektor UMKM diminati kalangan perbankan di Sumsel karena persaingannya tidak seketat kredit konsumtif atau penyaluran untuk
perusahaan besar.

"Jika hanya mengincar perusahaan-perusahaan besar maka perbankan akan kesulitan dalam menyalurkan dana mengingat pada umumnya korporasi besar memiliki berbagai alternatif untuk mendapatkan modal," kata Didik seusai menghadiri The 13th Malaysia-Indonesia International Conference on Economic, Management, and Accounting (MIICEMA) 2012, belum lama ini.

Ia mencontohkan, perusahaan besar dapat bermain di pasar modal sementara UMKM sama sekali tidak mengenal model ekspansi seperti ini.

Selain itu, perusahaan besar terkadang telah memiliki hubungan tertentu pada sebuah bank sehingga sulit bagi perbankan lain untuk merayu agar beralih. Sementara, UMKM masih memberikan ruang cukup luas untuk
penyaluran kredit mengingat mengingat potensi yang ada belum termaksimalkan.

Masih banyak UMKM yang belum memiliki akses ke bank, sehingga ini peluang bagi perbankan. Hanya saja diperlukan suatu upaya penguatan dari pemerintah dan berbagai pihak terkait seperti Bank Indonesia agar 'gap'
yang ada semakin terkikis.

"Bank Indonesia bisa saja membuat aturan atau sekadar menyarankan agar perbankan memberikan kredit bagi usaha yang  telah memiliki jaminan dari suatu lembaga penjamin seperti Jaminan Kredit Daerah (Jamkrida)," katanya.

Peran Perbankan sangat dibutuhkan unit usaha kecil untuk mengatasi permasalahan pemodalan. Namun, pada sisi lain pengusaha kecil secara psikologis memiliki ketakutan untuk mendekati bank karena tidak memiliki
agunan.

Ditengah permasalahan itu, perbankan harus menyadari bahwa perusahaannya menjadi besar bukan karena diri sendiri tapi karena nasabah yang membesarkan. Artinya, mengembangkan bisnis nasabah sama dengan mengembangkan perusahaan sendiri. Sementara tidak ada pengusaha  yang langsung "besar" artinya semua harus dimulai dari UMKM. (dolly)