Kasus Hambalang JPU sebut Mahyudin terima Rp600 juta

id mahyudin, mantan gubernur sumsel

Kasus Hambalang JPU sebut Mahyudin terima Rp600 juta

Mahyudin, ketua Komisi X DPR-RI yang juga mantan Gubernur Sumsel (FOTO ANTARA)

Jakarta (ANTARA Sumsel) -  Atas usulan penambahan anggaran yang diajukan terdakwa mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng, Pokja Anggaran Komisi X menyetujui penambahan anggaran sebesar Rp150 miliar, untuk itu Wafid Muharam atas persetujuan Andi memberi imbalan kepada Mahyuddin ketua Komisi X sebesar Rp600 juta dimintakan dari PT Adhi Karya.

Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng diketahui mendesak pengajuan anggaran tambahan untuk proyek Pembangunan Lanjutan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang di Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat, kata jaksa penuntut umum KPK di pengadilan Tipikor Jakarta, Senin.

"Pada 13 April 2010, Andi melakukan rapat kerja dengan Komisi X DPR. Ketika beberapa anggota Komisi X menyatakan proyek tersebut tidak darurat dan bukan prioritas, terdakwa menyatakan bahwa pembangunan P3SON di Hambalang sangat penting dan sebagai program prioritas Kemenpora, padahal pada saat itu belum dilakukan penelitian tentang kondisi tanah Hambalang apakah secara ilmiah memungkinkan untuk dibangun proyek yang dikehendaki terdakwa.        

"Karena anggaran Rp2,5 triliun tidak mungkin dilaksanakan dalam satu tahun anggaran, Andi memerintahkan supaya diajukan permohonan persetujuan kontrak tahun jamak padahal APBN-P itu seharusnya tinggal dilaksanakan sehingga tidak boleh diajukan lagi dengan anggaran tahun jamak karena telah disahkan DPR," tambah jaksa.

Mantan sesmenpora Wafid Muharam pada Juni 2010 pun mengajukan permohonan pelaksanaan pembangunan P3SON Hambalang dengan kontrak tahun jamak antara 2010-2012 dengan lampiran Rencana Anggaran Biaya (RAB) sejumlah Rp2,57 triliun.  Padahal surat rekomendasi teknis itu hanya ditandatangani oleh Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU) Guratno Hartono padahal seharusnya pengajuan kontrak tahun jamak harus ditandatangani Andi selaku menteri dan lampiran pendapat teknis ditandatangani menteri PU.

"Terdakwa mempersilakan Wafid Muharam untuk mendandatangani surat penetapan pemenang lelang sehingga Wafid akhirnya menetapkan KSP Adhi-Wika sebagai pemenang lelang melalu surat No: 3708.A/SESKEMENPORA/11/2010 tanggal 25 November 2010, padahal penetapan pemenang lelang dengan nilai di atas Rp50 miliar seharusnya ditetapkan oleh terdakwa sebagai menteri," jelas jaksa.

Pada 15 Desember 2010, kontrak kerja sama operasi PT Adhi Karya -Wijaya Karya mengajukan permohonan pembayaran kepada Kemenpora didasarkan laporan progress fisik berupa perkiraan penyelesaian pekerjaan sampai 31 Desember 2010, sementara pekerjaan riil yang dilakukan KSO Adhi-Wika baru mencapai 0,75 persen hingga pada 28 Desember 2010 didapat pembayaran Kemenpora sebesar Rp217,317 miliar.

Setelah mendapat pembayaran, KSO Adhi-Wika mengirim secara bertahap ke rekening Machfud Suroso dan rekening PT Dutasari Citra Laras yang seluruhnya berjumlah RP45,3 miliar yang merupakan bagian realisasi pembayaran fee 18 persen yang harus dibayar KSO Adhi-Wika kepada Andi Mallarangeng.

Atas perbuatan tersebut, Andi didakwa dengan pasal alternatif yaitu pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP.

Pasal tersebut mengatur tetang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

"Saya mengerti tapi keberatan terhadap dakwaan tersebut," kata Andi dalam persidangan tersebut.

Seusai sidang, Andi mengatakan dakwaan tersebut lebih banyak berisi asumsi dan spekulasi.

"Sayangnya dari dakwaan itu isinya lebih banyak asumsi-asumsi, spekulasi-spekulasi maupun kejadian-kejadian yang dihubung-hubungkan, yang tidak adil bagi saya. Dakwaan itu dibuat untuk memberatkan saya. Saya tetap yakin tidak melakukan pelanggaran hukum, tidak pula menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri ataupun orang lain ataupun korporasi sebagaimana  dakwaan PU," ungkap Andi.

Andi dan kuasa hukumnya akan mengajukan nota keberatan (eksepsi) pada Senin (17/3) dengan dipimpin ketua majelis hakim Haswandi.