Wali Kota Romi mengetahui menang sebelum putusan MK

id romi herton, pemkot palembang

Wali Kota Romi mengetahui menang sebelum putusan MK

Wali Kota Palembang nonaktif Romi Herton dan istri (Foto Antarasumsel.com/Nila Fuadi/15/I016)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Wali Kota Palembang nonaktif Romi Herton disebut sudah mengetahui dirinya memenangkan sengketa Pemilihan Kepala Daerah Kota Palembang di Mahkamah Konstitusi sebelum putusan tersebut dibacakan.

"Bapak (Muhtar Ependy) turun ke (lantai) bawah di ruang MK. Di bawah bapak bilang kita sudah menang sebelum putusan dibacakan, maksudnya persidangan Palembang, terdakwa (Romi Herton) waktu itu sebagai pemohon," kata saksi Miko Panji Tirtayasa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Miko menjadi saksi dalam perkara korupsi pemberian suap kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar sejumlah Rp14,145 miliar dengan terdakwa Wali kota Palembang nonaktif Romi Herton dan istrinya Masyito. Miko adalah asisten pribadi Muhtar Ependy, orang dekat Akil Mochtar.

Pada putusan sengketa Pilkada Palembang pada 20 Mei 2013 Akil Mochtar membatalkan hasil perhitungan suara Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang dan mengoreksi perolehan suara yaitu pasangan Sarimuda-Nelly Rasdania mendapat suara 316.896 sedangkan pasangan Romi Herton-Harnojoyo mendapatkan suara 316.919 sehingga Romi memenangkan Pilkada Kota Palembang tersebut.

Romi bahkan sudah memesan cenderamata berupa kaos dan payung dengan logo dirinya sebagai Wali Kota Palembang terpilih kepada PT Promiks, milik Muhtar dan tempat Miko bekerja pada Mei 2013.

"Pemesanan sebelum bulan Mei 2013, pembayaran langsung diterima bapak (Muhtar) ke rekening BCA, berupa kaos dan payung," tambah Miko.

Miko juga pernah mendapat pesanan untuk buah tangan untuk pelantikan Romi sebagai Wali Kota Palembang.

"Isi 'shopping bag' ada kipas tangan, mug, sarung, kurma, visi misi Kota Palembang dan surat Yassin yang gambarnya Pak Romi dan pasangannya," jelas Miko.

Uang muka pembayarannya diminta oleh Muhtar agar dibayar lebih dulu.

"Bapak minta DP (down payment) gak setengah, lebih dari setengah harga barang, sisanya setelah barang terkirim baru ditransfer, tugas kita mengirim barang satu truk (pada) kisaran bulan Mei," tambah Miko.

Uang muka tersebut berjumlah besar yaitu mencapai Rp10 miliar.

"DP-nya Rp10 miliar, besoknya dapat Rp3 miliar untuk membeli 1 unit kendaraan," jelas Miko.

Namun Masyito keberatan dengan kesaksian Miko tersebut.

"Tidak benar pemesanan souvenir pada bulan Mei, tapi pada akhir Juni oleh Pemkot Palembang," kata Masyito.

Dalam perkara ini Romi dan Masyito didakwa dengan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 13 tahun 1999 jo pasal 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pasal perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana 3-15 tahun penjara dan denda Rp50 juta hingga Rp750 juta.

Selain didakwa menyuap hakim, jaksa juga mendakwa Romi dan Masyito melakukan perbuatan dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar.

Dakwaan itu berdasarkan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 13 tahun 1999 jo pasal 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP mengenai  perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana 3-15 tahun penjara dan denda Rp50 juta hingga Rp750 juta.