Mendorong modernisasi kota dengan pemanfaatan gas alam

id gas alam, gas, pgn, perusahaan gas negara

Mendorong modernisasi kota dengan pemanfaatan gas alam

Juwita warga Palembang memanfaatkan gas alam untuk kebutuhan memasak (Foto Antarasumsel.com/Dolly Rosana/15/den)

Palembang (ANTARA Sumsel) - Pada beberapa dekade lalu masih banyak warga Kota Palembang, Sumatera Selatan, menggunakan kayu bakar untuk memasak karena Sumber Daya Alam ketika itu demikian melimpah.
     
Pada awal 80-an hingga 90-an, masih sering dijumpai areal yang dibiarkan secara alami tumbuh menjadi kawasan hijau atau belum beralih fungsi menjadi pemukiman warga.  
     
Amnah (65), warga Jalan Sungai Sahang, Lorong Muhajirin IV ini mengisahkan, pada tahun 1987 ia masih menggunakan kayu bakar untuk memasak yang diambil di sekitar tempat tinggal yang berada di kawasan hutan karet.
     
Saat ini kawasan itu, telah menjadi pemukiman warga karena letaknya yang strategis yakni di belakang kampus Universitas Sriwijaya Bukit Besar.
     
"Semua warga pakai kayu bakar, ada juga kompor minyak tanah tapi masih jarang karena sebagian besar pakai kayu bakar. Jadi jika masak air, air minumnya sangat khas sekali baunya, ada bau asap," kata Amnah yang dijumpai dikediamannya.
     
Kemudian, seiring perkembangan zaman, kehidupan masyarakat di tempat tinggalnya pun berubah, dan mulai mengenal gas elpiji. Meski pada awal tahun 90-an, kompor gas masih tergolong barang mewah di Palembang.
     
Menurut nenek empat cucu ini, keadaan berubah drastis, saat konversi minyak tanah dilakukan pemerintah pada 2007 lataran mulai menipisnya cadangan di perut bumi.
     
"Seluruh warga kemudian beralih menggunakan gas elpiji untuk kebutuhan sehari-harinya karena minyak tanah mulai kosong di pasaran," ujar Amnah, menceritakan fase yang dilaluinya sebelum beralih menjadi pengguna gas alam Perusahaan Gas Negara.
     
Namun, dalam perjalanannya, konversi minyak tanah ke gas ini tidak mulus karena kerap terjadi kelangkaan pasokan, seperti yang terjadi di Palembang pada 21 Oktober 2015.
     
Warga Tangga Takat, Seberang Ulu II Plaju, Palembang, terpaksa mengantre sejak shubuh untuk mendapatkan gas elpiji 3 kg. Meski sudah mengantre sejak pagi, bukan berarti mereka akan langsung mendapatkan karena agen baru mulai membagikan pada pukul 11.00 WIB karena juga kesulitan mendapatkan pasokan.
     
Lebih miris lagi, warga di pemukiman padat ini harus menunjukkan kartu tanda keluarga sebagai bukti warga setempat.
     
"Terpaksa menyuruh pembeli bawa Kartu Keluarga, karena jika di sini ada warga yang kesulitan, maka saya yang kena marah Pertamina, dicurigai menimbun. Padahal, sering kali warga di luar Tangga Takat yang beli, karena mereka juga sudah pusing cari kemana-mana," kata Aceng, agen gas di Jalan Jaya V ini.
     
Kesulitan mendapatkan gas elpiji ini sudah sering terjadi, dan pada tahun ini sudah terjadi sebanyak dua kali di Palembang setelah sebelumnya pada awal September 2015.
     
Namun, kesulitan mendapatkan energi ini tidak dialami Juwita (52), karyawan swasta yang bertempat tinggal di Jalan Kijang Mas F8 ini, kawasan sekitar Istana Gubernur.
     
Ia bahkan tidak mengetahui ribut-ribut warga terkait kelangkaan gas elpiji 3 kg belum lama ini, karena kapan pun ia membutuhkan maka energi dari perut bumi itu selalu tersedia.
     
"Sejak menggunakan gas alam pada 2010 lalu, hampir tidak pernah ada pemadaman. Pernah satu kali itu pun hanya dua jam di pagi hari untuk perbaikan, selebihnya tidak pernah, sama seperti menggunakan air dan listrik saja," kata karyawan perusahaan biro perjalanan ini yang dijumpai dikediamannya, Selasa (24/11).
     
Sebagai pelanggan Perusahaan Gas Negara, Juwita merasa diuntungkan karena penggunaan gas alam ini sangat praktis, efisien dan aman sesuai kebutuhannya sebagai ibu rumah tangga yang sekaligus pekerja.
     
Selain itu, biayanya tergolong murah jika dibandingkan menggunakan gas elpiji yakni dalam satu bulan, ia hanya membayar biaya Rp65 ribu sehingga bisa berhemat.
     
"Justru saya menilai, memakai gas alam inilah yang paling cocok untuk warga yang tinggal di kota. Jika memiliki dapur yang sempit, tidak perlu binggung menempatkan tabung gas karena gas mengalir dari pipa, selain itu aman. Coba saja dengar, yang sering meledak itu tabung gas elpiji, bukan pipa gas," ujar dia.
     
Senada, Dessy Novasary, warga Kijang Mas No C8 mengatakan penggunaan gas alam untuk memasak ini sangat praktis karena pengguna tidak perlu menyambungkan pada tabung gas.
     
Gas mengalir dari pipa distribusi dan dari pipa sambungan rumah tangga, kemudian terdapat tuas untuk membuka dan menutup aliran yang dihubungkan pada selang menuju kompor.
     
"Seingat saya, sejak mulai memasang di tahun 2010, hingga sekarang sama sekali tidak kerusakan. Bahkan bau gas pun tidak pernah tercium. Bisa dikatakan sangat aman dan praktis," ujar dia.
     
Sehingga, menurut gadis lulusan Teknik Elektro Unsri ini, bukan persoalan harus menyetor uang hingga Rp3 juta-an untuk instalasi pemasangan awal karena jika dihitung-hitung tergolong lebih murah dibandingkan gas elpiji.
     
"Coba cek saja instalasi pipa distribusi ke pipa rumah tangganya, bisa terlihat sangat aman. Meski warga di sini diberikan peringatan bahwa ada pipa gas di lingkungan tempat tinggalnya," kata Dessy.


Perluas Jaringan
     
Perusahaan Gas Negara sudah beroperasi di Palembang sejak tahun 1995 karena daerah ini memiliki sumber energi gas alam.
     
PGN Palembang mendapatkan suplai gas dari Pertamina EP Aset 2 di Prabumulih. Sementara untuk pemasangan intalasi jargas ke rumah pelanggan, perusahaan nasional ini menggunakan pihak ketiga.
     
Untuk mempercepat pemanfaatan gas alam, selain memperluas jaringan sendiri, PGN juga bersinergi dengan Ditjen Migas Kementerian ESDM untuk membangun jaringan sektor rumah tangga.
     
Secara resmi per 19 Agustus 2015, PGN telah menyerahkan pengelolaan dan pengoperasian 43.334 gas sambungan rumah (SR) di 11 kabupaten/kota kepada PGN. 
     
Sebelas SR tersebut tersebar di Semarang 4000 SR, rumah susun Jabodetabek 5234 SR, Kabupaten Bogor 4000 SR, Kota Cirebon 4000 SR, Blora 4000 SR, Palembang 3311 SR, Surabaya 2900 SR, Depok 4000 SR, Tarakan, 3360 SR, Bekasi 4628 SR, Sorong 3898 SR. 
     
Manajer Jaringan Gas BUMD Pemkot Palembang PT Sarana Pembangunan Palembang Jaya Indera Kusnadi, mengatakan, dalam sinergi itu, Kota Palembang dan Surabaya terpilih menjadi proyek percontohan nasional untuk jaringan gas kota rumah tangga pada 2010.
     
Pada saat itu, Kota Palembang mendapatkan aset berupa 1 Metering and Regulating Station, 22 RS, dan 3.311 SR.
     
"Setelah aset diserahterimakan dengan pemkot Palembang belum lama ini, Jargas PT SP2J sudah memiliki 4.113 pelanggan atau bertambah 802 pelanggan sejak mulai diluncurkan pada 2010," kata dia.
     
Menurutnya minat masyarakat tergolong tinggi untuk memanfaatkan gas alam ini, namun perusahaannya terbentur pada persoalan dana untuk pembangunan infrastruktur perluasan jaringan.
     
Dari bisnis yang dilakoni selama lima tahun ini, perusahaan baru mendapatkan laba pada tahun ini yakni sebesar Rp28 juta, selebihnya keuntungan berwujud aset.
     
Pada 2010 aset baru tumbuh Rp244.490.756, kemudian menjadi Rp471.914.068 pada 2011, menjadi Rp1,37 pada 2012, Rp1,48 pada 2013, Rp1,78 pada 2014, dan Rp2,36 per September 2015.
     
"Saat ini fokus dari perusahaan yakni bagaimana memperluas jaringan agar semakin banyak warga yang bisa memanfaatkan gas alam ini," kata dia.
     
Untuk itu, per April 2015, pihaknya memberikan kemudahan kepada warga dalam membayar uang instalasi awal yakni dengan cara mengangsur selama tiga bulan hingga enam bulan.
     
Sejak kemudahan ini diberikan, terjadi peningkatan cukup signifikan dari sisi permohonan warga karena selama ini jika membayar langsung Rp3 juta-an dirasakan cukup berat.
     
Desy Aryani, warga Jalan Irigasi, Pakjo, mengatakan sangat terbantu dengan model pembayaran secara angsuran ini karena dapat meringankan beban keluarga.
     
"Saat ini sulit jika mengandalkan gas elpiji, sering putus di pasaran, semua warga mulai tertarik pakai gas alam. Tapi, ada juga yang terpaksa batal karena tidak ada uang. Tapi jika ada ansuran begini jadi memudahkan," kata ibu rumah tangga ini.
     
Manajer Area PT PGN Palembang Reza Magraby yang diwawancarai pada April 2015 mengatakan terjadi pertumbuhan pelanggan yang cukup siginifikan setiap tahun, dengan rata-rata bertambah 500 pelanggan baru.
      
Keunggulan gas alam berupa praktis, efisien, dan aman ini telah menarik minat warga Kota Palembang untuk memanfaatkannya dengan mengajukan permohonan ke PGN.
     
Data terakhir PGN mencatat terdapat 5.003 pelanggan per April 2015 yang sebagian besar tesebar di 14 Sektor jargas di antaranya, 989 pelanggan di Lorok Pakjo, Sako 776 pelanggan, Sukarame 657 pelanggan, Bougenvile 642 pelanggan, Dwikora 321 pelanggan.
     
"Diakui belum seluruh titik di Kota Palembang ada jaringan gas, tapi pada tahun ini akan diperbanyak jaringan distribusinya," kata dia.
     
Menurutnya, penting diberikan pemahaman ke masyarakat Sumsel bahwa pemanfaatan gas alam ini sangat bergantung dengan infrastruktur yakni ketersediaan jaringan distribusi.
     
Ia mengatakan ini mengingat Sumsel dikenal sebagai lumbung energi nasional karena memiliki minyak bumi, gas alam, dan batu bara.
     
"Gas alam itu tidak bisa digunakan secara spontan, karena mudah menguap. Selain itu, meski sumbernya berlimpah, jika tidak didukung infrastruktur juga akan percuma," kata dia.
     
Lantaran itu, sebelum membuka jalur distribusi baru maka dilakukan survei terlebih dahulu terkait minat masyarakat mengingat perusahaan membutuhkan biaya yang besar untuk mengalirkan hingga sampai ke sambungan rumah tangga.
     
Optimalisasi pemakaian energi selain minyak bumi sedang digalakkan pemerintah seiring dengan semakin tingginya impor Indonesia, selain itu cadangan gas diperkirakan masih bisa untuk 59 tahun ke depan.
     
Pengamat Ekonomi dari Universitas Sriwijaya Didik Susetyo mengatakan, bagi Kota Palembang, penggunaan gas alam ini bukan sekadar untuk memenuhi kebutuhan energi warganya tapi juga mendukung cita-cita menjadi kota internasional yang modern dan layak huni.

Saat ini Kota Palembang fokus pada pembangunan infrastruktur, jalan tol, LRT, jalan layang, underpass, jembatan, untuk mendukung peran sebagai tuan rumah Asian Games ke-18 tahun 2018.

Modernisasi kota itu, sepatutnya diikuti juga dengan perubahan pola tingkah laku masyarakat.
     
"Sudah bukan waktunya, warga berlari ke sana ke mari untuk mencari tabung gas. Sudah saatnya, pemerintah mendorong warganya hidup lebih modern yang identik dengan kepraktisan dan keefisienan. Rumah susun harus pakai gas, apartemen, mal, dan perumahan warga, bukankah Sumsel ini dikenal sebagai lumbung energi ?," kata Didik.
     
Pemerintah saat ini mendorong penggunaan gas alam dalam berbagai aktivitas kegiatan masyarakat, seperti transfortasi dan kegiatan rumah tangga.
     
Di tengah keterbatasan dana infrastruktur pemerintah ini, sudah sepatutnya pemerintah kota dan kabupaten di Sumsel juga turut ambil bagian dalam upaya pemanfaatan gas alam ini, dengan melirik sektor ini sebagai sektor bisnis. Upaya ini sangat memungkinkan mengingat Sumsel dikenal sebagai daerah lumbung energi.