Meruntuhkan mitos diabetes tidak dapat disembuhkan

id diabetes, penderita diabetes melitus, diabetes melitus, dokter, kedokteran, penyakit

Meruntuhkan mitos diabetes tidak dapat disembuhkan

Ilustrasi. (FOTO ANTARA)

Jakarta, (ANTARA Sumsel) - Penyakit diabetes melitus selama ini menjadi salah satu penyakit yang jadi momok bagi masyarakat modern dan dipercaya tidak dapat disembuhkan.

Penderita diabetes melitus seumur hidup akan bergantung pada obat-obatan maupun suntikan insulin.

Diabetes merupakan salah satu penyakit kronik tidak menular utama yang menyerang masyarakat di seluruh dunia.

Menurut perhitungan International Diabetes Federation (IDF), tahun 2013 persentase pasien diabetes usia 20-79 tahun di seluruh dunia mencapai 8,3 persen, total jumlahnya 3.820.000 orang.

Dari jumlah tersebut 80 persen di antaranya berada di negara dengan penghasilan menengah dan ke bawah, selain itu di negara-negara ini terjadi peningkatan yang signifikan penderita diabetes.

Namun perkembangan teknologi termasuk di dunia kedokteran terus menunjukkan hasil yang menggembirakan terutama bagi penderita penyakit gula darah tersebut.

Saat ini penderita diabetes khususnya tipe dua, yaitu diabetes yang tidak tergantung insulin (non-insulin-dependent diabetes melitus/NIDDM) dapat berbahagia dengan ditemukannya metode penyembuhan lewat operasi lambung.

Operasi lambung dimulai pada 1982 di Amerika Serikat yang berdampak pada penurunan jumlah penderita diabetes di negara Adidaya tersebut.

Selama 14 tahun dilakukan analisa diketahui bahwa pasien bisa menghindari obat sehingga tidak lagi ketergantungan kepada obat-obatan.

Pada 2013 diadakan penelitian oleh dunia medis di Swedia terhadap 200 orang pasien diabetes tipe dua. Dibandingkan yang tidak menjalankan operasi, pasien yang dioperasi lambungnya menunjukkan semua gejala membaik.

    
    Operasi Lambung
Dunia kedokteran di Tiongkok telah mengembangkan metode operasi lambung untuk penyembuhan diabetes sejak lima tahun terakhir.

Dokter Wu Liang Ping, merupakan orang nomor satu untuk operasi minimal invasif di Tiongkok. Selama lima tahun ia sudah menangani sekitar 500 pasien diabetes.

Profesor tersebut mengatakan, ada tiga jenis operasi lambung yang kerap dilakukan di seluruh dunia yaitu Loop Duodenojejunal Bypass (LDJB), Ruox-en-Y Gastric Bypass (RYGB) dan pengikatan lambung.

Dia menjelaskan, pengikatan lambung lebih banyak dilakukan di Australia. Sementara di Tiongkok sendiri baru dimulai pada 2000.

"Operasi ini sudah dikerjakan selama 10 tahun, tapi dokter menemukan bahwa lima tahun ke depan ada kemungkinan pasien akan gemuk kembali. Kita jarang melakukan operasi ini di dalam negeri," katanya.

Sementara LDJB banyak beredar di Asia Pasifik termasuk Asia Tenggara. Operasi ini difokuskan kepada pasien obesitas dan juga gejala lain seperti diabetes dan rentang usia lebih muda.

Sedangkan bypass lambung (RYGB) fokus kepada pasien obesitas ditambah dengan diabetes, karena akan sangat membantu meredakan gula darah.    
Operasi bypass lambung ini akan memotong bagian lambung atas  hanya menyisakan sekitar 10-15 persen lambung sehingga tidak semua makanan diserap olen usus, sehingga beban pankreas akan berkurang.

"Operasi ini mengurangi risiko untuk diabetes hingga 80 persen dan penurunan berat badan sampai 70 persen. Ini untuk pasien diabetes plus obesitas," tambah Profesor Wu.

Syarat untuk operasi ini paling tidak indeks massa tubuh (BMI) diatas 27 dan syarat penting lainnya adalah sejarah mengidap diabetes kurang dari 15 tahun, usia 16-65 tahun, serta sistem insulin tidak rusak.

Operasi juga akan sekaligus menghindari komplikasi akibat diabetes, seperti darah tinggi , kolesterol dan menurunkan risiko kematian sampai 89 persen.  

    Operasi Minim luka
Jika mendengar operasi, maka akan terbayang operasi yang berdarah-darah sehingga bagi orang awam akan menciutkan nyali dan kemungkinan mengurungkan niat untuk menjalani penyembuhan dengan metode baru ini.

Operasi lambung untuk diabetes ini dilakukan dengan minimal invasif sehingga luka operasi juga tidak besar dan minim pendarahan.

Operasi ini dilakukan pembedahan secara laparoskopi, dengan membuat tiga sampai lima lubang kecil di daerah perut, kemudian dari lubang itulah dimasukkan alat bedah.

Misalnya untuk operasi dengan pasien obesitas dilakukan pemotongan lambung sehingga kapasitas lambung akan berkurang. Operasi tersebut hanya membutuhkan waktu sekitar satu jam pembedahan.

"Sebenarnya teknik operasi ini tidak begitu rumit tapi yang menjadi kendala saat membagi lambung menjadi dua dan mengatur kapasitas lambung," kata dokter Wu.

Dia menjelaskan, lambung merupakan organ yang sangat elastis dimana dalam keadaan kosong berkapasitas 500 mililiter tapi ketika orang makan sampai kenyang bisa menampung hingga 4.000 mililiter.

"Setelah dioperasi, lambung akan mengecil sekali sehingga tersisa lambung 10-15 persen," katanya.

Karena luka operasi yang kecil, maka masa pemulihannya juga singkat. Dua hari pascaoperasi, pasien sudah bisa beraktivitas dan tiga atau lima hari kemudian sudah bisa pulang ke rumah.

Setelah operasi, pasien hanya bisa mengkonsumsi cairan selama beberapa hari, setelah itu baru dapat makanan lunak, semi lunak. Setelah tiga bulan baru bisa makan seperti biasa.

Dari setiap pasien di Tiongkok yang ditangani hingga saat ini menunjukkan hasil yang menggembirakan yaitu mencapai 92,7 persen.

Salah seorang pasien asal Indonesia, Sihol Manulang mengatakan sudah 14 tahun mengidap diabetes dan selama itu pula harus mengkonsumsi empat jenis obat setiap hari.

"Saya percaya operasi ini akan membawa hasil yang baik karena mereka sudah berpengalaman dalam melakukannya," ujar Sihol yang sudah terlihat segar meski baru tiga hari sebelumnya menjalani operasi.

Ia berharap bisa terlepas selamanya dari ketergantungan obat diabetes dan dapat beraktivitas  dengan baik, terutama ia menghindari terjadinya komplikasi akibat penyakit tersebut yang dapat mengganggu organ tubuh lainnya.