Menjadikan virus polio tinggal sejarah

id pin polio, pekan iminusasi nasional, pin polio, imunisasi

Menjadikan virus polio tinggal sejarah

Petugas menunjukan vaksin polio tetes yang akan diberikan pada anak peserta Pekan Imunisasi Nasional (PIN) di kawasan Pasar Sekip Palembang, Sumsel, Jumat (11/3) (Foto Antarasumsel.com/Feny Selly/16/den)

....Saya tidak tahu apa itu polio. Karena disuruh pemerintah, gratis pula jadi ikut saja, yang penting anak sehat....
Palembang, (ANTARA Sumsel) - Kawasan Asia Tenggara, tempat tinggal seperempat penduduk dunia telah mendapatkan sertifikasi bebas dari polio dari komisi sertifikasi independen WHO.

Meski demikian tiap negara tetap memperluas cakupan imunisasinya agar polio benar-benar tinggal sejarah.

Indonesia pun tak mau ketinggalan dengan mengelar Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio, 8-15 Maret 2016 di seluruh provinsi.

Kepala Puskesmas Tanjung Enim Kecamatan Lawang Kidul Siti Maisaroh di Muaraenim mengatakan puluhan kader posyandu Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, diberdayakan pemerintah untuk menjadi ujung tombak kesuksesan PIN Polio kali ini.

Para kader posyandu ini disebar di Kecamatan Lawan Kidul yang memiliki 50 pos PIN dan 58 posyandu. Mereka berinteraksi langsung dengan masyarakat dalam menggugah semangat keluarga untuk mengimunisasi anaknya.

"Sejauh ini respon sangat positif, dengan pendekatan yang dilakukan kader posyandu, kesadaran masyarakat membawa balitanya terbilang sangat tinggi. Ada sekitar 100 sampai dengan 150 balita setiap hari yang diimunisasi sejak PIN dicanangkan," katanya.

Sekretaris Camat Kecamatan Lawang Kidul H Safranudin menambahkan sosialisasi PIN Polio ini sudah dimulai sejak dua bulan terakhir di tingkat desa dengan mengerahkan seluruh perangkat kelurahan dan kecamatan.

"Lurah dan Kades harap memonitor agar PIN Polio ini sukses, dan salah satu yang paling efektif yakni berdayakan semaksimal mungkin kader posyandu," kata dia.

Tak berbeda jauh, Pemerintah Kota Palembang juga sangat serius dalam menyukseskan PIN Polio ini dengan menyebar 1.400 posko.

Wali Kota Palembang Harnojoyo mengatakan telah memberikan instruksi khusus ke petugas di posyandu dan puskesmas untuk men`sweeping` keluarga yang memiliki anak usia 0-59 bulan.

"Jadi sifatnya harus jemput bola, jangan diam. Ini penting untuk masa depan bangsa yakni agar generasi mendatang Indonesia merupakan generasi yang sehat dan cerdas. Dan masyaraka tidak perlu ragu karena gratis," kata Harnojoyo.

Indra Waty, orang tua dari peserta PIN Polio yang dijumpai di Puskesmas Sematang Borang, Palembang, Senin, mengatakan dirinya membawa buah hati karena khawatir dengan penyakit polio yang dapat membuat lumpuh.

"Jangan sampai anak terkena polio, lebih baik diimunisasikan seperti anjuran pemerintah," kata warga Jalan Merwan Blok E4 Kecamatan Sematang Borang ini.

Berbeda dengan Indra Waty yang memahami mengenai bahaya polio, Lina, warga lainnya justru hanya mengikuti anjuran pemerintah.

"Saya tidak tahu apa itu polio. Karena disuruh pemerintah, gratis pula jadi ikut saja, yang penting anak sehat," kata ibu muda warga Jalan Tulang Bawang, Kecamatan Sematang Borang ini.

Menurut Rahma, petugas kesehatan di Puskesmas itu, antusias warga untuk mengimunisasikan anaknya cukup tinggi karena sejak dibuka pada 8 Maret sudah tercatat 2.000 orang lebih dari target sebanyak 1.000 orang untuk Kecamatan Sematang Borang.

"Ini karena banyak yang bukan penduduk sini yang mengimunisasikan anaknya, hal ini karena letak puskesmas yang strategis membuat banyak warga yang datang ke sini. Tapi tidak masalah, karena dari Dinkes tidak membatasi, berapa pun permintaan vaksinnya," kata dia.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumsel Lesty Nuraini mengatakan terkait PIN Polio ini Gubernur Sumsel sudah mengeluarkan surat edaran ke seluruh pemerintahan kabupaten/kota untuk mendukung penuh kegiatan ini.

"Sasaran dari kegiatan ini yakni anak balita usia 0-59 bulan. Di Sumsel sendiri tercatat ada 861.249 anak balita dan harapannya bisa mencakup hingga 95 persen. Sebanyak 23,7 juta anak Indonesia berusia 0-59 bulan menjadi sasaran PIN Polio kali ini," kata Lesty.

Berdasarkan situs resmi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) diketahui bahwa sebanyak 74,57 persen balita dengan usia nol sampai 59 bulan se-Indonesia sudah diimunisasi polio per Senin (13/4), atau sebanyak 17.685.950 balita telah mendapatkan vaksin polio secara oral.

Direktur Surveilans, Imunisasi, Karantina, dan Kesehatan Matra Kemenkes, Elizabeth Jane Soepardi menyatakan Kemenkes sangat optimistis bahwa target cakupan PIN Polio 2016 sebesar 95 persen dapat tercapai.

"Pada hari terakhir pun tetap dilakukan upaya sweeping balita yang belum mendapatkan imunisasi polio oral," kata dia.

Berdasarkan hasil rekapitulasi sementara pelaksanaan PIN Polio 2016 per provinsi pada hari keenam pelaksanaan diketahui beberapa provinsi sudah mencapai angka 70-90 persen, tapi ada juga yang belum, diantaranya, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) telah mencapai 76,24 persen dari target, Sumatera Utara 83,57 persen, Sumatera Barat 68,61 persen, Bangka Belitung 83,08 persen, dan Jambi 84,30 persen.

Kemudian, Provinsi Kepulauan Riau dengan cakupan 63,03 persen, Riau 68,75 persen, Bengkulu 37,11 persen, Sumatera Selatan sebesar 90,14 persen, dan Lampung 92,73 persen



   Polio


Polio atau poliomyelitis adalah penyakit menular akibat virus berbahaya yang menyerang sistem saraf dan bisa memicu kelumpuhan.

Penyakit ini diperkirakan sudah ada sejak ribuan tahun lalu berdasarkan sebuah prasasti di Mesir yang diperkirakan muncul pada 1580-1350 SM menunjukkan seorang tokoh agama denga kaki layu diduga kuat sebagai polio.

Penyakit ini tidak bisa dipulihkan serta terjadi dalam hitungan jam.

Mayoritas pasien tidak menunjukkan gejala polio di awal, hanya mengalami gejala ringan seperti demam, pusing, letih, muntah, kaku di leher, nyeri anggota badan.

Virus ini menyebar lewat kontak orang ke orang dengan cara masuk ke tubuh lewat mulut, lalu berkembang di usus dan terbawa dalam kotoran. Penyebarannya terutama di lingkungan tidak sehat.

Hingga kini polio tidak ada obatnya karena pengobatan yang diberikan hanya untuk mengatasi gejala.

Meski diberikan terapi panas dan fisik, tetap tidak dapat menstimulasi otot yang layu atau dengan kata lain kelumpuhan akibat polio tidak bisa dipulihkan, sehingga tidak ada cara lain selain mencegahnya dengan imunisasi.

Jika semua anak diimunisasi maka virus tersebut tidak akan menemukan tempat untuk berkembang biak sehingga akhirnya mati, seperti ketika bumi berhasil mengeradikasi penyakit cacar atau variola pada 1974.

Selama ini vaksin yang dipakai untuk imunisasi polio di Indonesia yakni vaksis tetes (oral polio virus/OPV) ang bisa melindungi dari virus polio tipe 1, tipe 2, dan tipe 3.

Vaksin OPV berisi virus polio aktif yang dilemahkan yang dipakai pada PIN Polio Indonesia 2016 diproduksi PT Biofarma yang diekspor ke 100 negara.

Indonesia merupakan salah satu dari 11 negara di kawasan WHO Asia Tenggara yang menerima sertifikat bebas polio atas kerja keras penanggulangan terhadap penyakit tersebut.

Pada 27 Maret 2014, Indonesia menerima sertifikat bebas polio di Conference Hall World Health Organization, Kantor Wilayah Asia Tenggara di New Delhi, India.

Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama mengatakan selain Indonesia, sertifikat itu juga diberikan pada negara Bangladesh, Bhutan, Korea Selatan, India, Maladewa, Nepal, Myanmar, Sri Lanka, Thailand dan Timor Leste.

Tjandra menyebut pemberian sertifikat itu harus jadi satu langkah penguatan untuk terus meningkatkan cakupan imunisasi dan penguatan surveilans AFP.

"Indonesia juga akan terus meningkatkan cakupan imunisasi polio termasuk proses perubahan vaksin kearah B-OPV dan IPV serta terus menjaamin terlaksananya surveilans AFP diseluruh Indonesia," ujar Tjandra.

Untuk mendapatkan sertifikasi kawasan bebas dari polio, persyaratan yang harus dipenuhi antara lain adalah pemantauan yang ketat, tidak ditemukannya kasus baru polio yang disebabkan oleh virus polio liar asli dari negara tersebut selama tiga tahun berturut-turut, surveilans yang baik dengan konfirmasi virus polio di laboratorium yang memenuhi persyaratan global.

Selain itu, sistem yang baik untuk deteksi, pelaporan dan upaya penanggulangan terhadap kasus polio (poliomyelitis) impor serta keamanan penyimpanan virus polio di laboratorium (mulai diperkenalkan tahun 2000).

Suatu panel independen dengan 11 pakar di bidang kesehatan masyarakat, epidemiologi, virology, kedokteran klinis dan bidang terkait lain yang tergabung dalam South-East Asia Regional Certification Commission for Polio Eradication (SEA-RCCPE) telah bersidang selama dua hari untuk mengkaji bukti-bukti dari setiap negara untuk memastikan bahwa 11 negara anggota WHO kawasan Asia Tenggara (SEAR) telah bebas dari polio dan memenuhi persyaratan sertifikasi.

Asia Tenggara adalah kawasan WHO keempat yang mendapatkan sertifikasi dari total enam kawasan dan merupakan bagian penting dalam upaya eradikasi polio di seluruh dunia mengingat populasi penduduk yang sangat besar di kawasan ini.

Dengan Asia Tenggara dinyatakan bebas polio itu, artinya sebanyak 80 persen penduduk dunia telah tinggal di kawasan bebas dari polio.

Kini setelah ribuan tahun berjuang mengeradikasi penyakit tersebut, akhirnya dunia berada di ujung perang melawan virus polio.