Jangan rampas keceriaan usia emas dengan calistung

id paud, siswa tk, tk, sekolah dasar

Jangan rampas keceriaan usia emas dengan calistung

Ilustrasi --- Sejumlah Anak unjuk kemampuan menari pada kompetisi bercerita Festival guru dan anak PAUD yang diselenggarakan Dinas Pendidikan Sumsel di Griya Agung Palembang, Selasa (8/5). (Foto Antarasumsel.com/13/Feny Selly/Aw)

Palembang (ANTARASumsel) - Wahyuni, guru pendidikan anak usia dini (PAUD) di sebuah yayasan pendidikan di Bekasi menyampaikan kekhawatirannya bahwa kini banyak orang tua calon murid cenderung mencari sekolah yang memberikan pembelajaran membaca, menulis dan berhitung (calistung).

"Menjelang tahun ajaran baru sekolah kami banyak didatangi orang tua murid yang mencari informasi tentang pembelajaran yang akan diberikan kepada murid TK A dan TK B dan  mereka mengharapkan anak-anaknya diberikan pembelajaran calistung, semata-semata agar ketika masuk sekolah dasar (SD) mereka tidak ketinggalan dengan murid lainnya," ujar Wahyuni dalam suatu kegiatan diskusi tentang Kurikulum 2013 untuk PAUD, beberapa waktu lalu.

Kekhawatiran Wahyuni sungguh beralasan sebab baik secara teori maupun praktik guru-guru TK dan PAUD tidak dianjurkan mengajarkan pembelajaran membaca, menulis dan berhitung (calistung) karena usia tersebut belum wajib mengerti tentang calistung.  "Lebih penting kemampuan yang diharapkan dari anak usia dini sebenarnya adalah kemampuan berbahasa, perkembangan motorik halus, dan motorik kasar, kemampuan emosional sehingga tidak mudah 'tantrum temper'(ledakan emosi), serta kemampuan sosial seperti berbagi dan bermain dengan teman-teman seusianya".

Wahyuni dan guru-guru di sekolahnya sudah menjelaskan kepada sejumlah orang tua yang mengkhawatirkan kelak anaknya tidak diterima di bangku sekolah dasar (SD) semata-mata karena tidak menguasai kemampuan calistung. "Kami sudah menjelaskan bahwa anak TK belum wajib mengerti tentang calistung. Di bangku TK, materi ini biasanya dipelajari dasar-dasarnya saja, seperti mengenalkan anak pada simbol huruf dan angka".  
   Kenyataannya, sejumlah sekolah dasar (SD) masih memberlakukan tes calistung saat penerimaan murid baru. Secara tegas larangan tersebut telah diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 17/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dalam Pasal 69 Ayat 5 antara lain menyatakan, penerimaan siswa baru kelas I SD atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil tes kemampuan calistung atau bentuk tes lain.

Pemberlakuan tes calistung telah mendorong penyelenggaraan PAUD dan TK "terpaksa" mengajarkan calistung karena desakan dari para orang tua murid dan kekhawatiran akan kekurangan murid pada tahun ajaran baru karena tersaingi sekolah yang "berani" mememenuhi keinginan orang tua murid demi terpenuhinya target siswa.

Polemik tentang pembelajaran prakeaksaraan baca, tulis, dan hitung (calistung) di pendidikan anak usia dini (PAUD) hampir selalu terjadi setiap tahun menjelang tahun ajaran baru dan pada praktiknya aturan itu dilanggar.

Kemdikbud telah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh PAUD dan TK supaya mentaati aturan itu. Surat edaran itu ditandatangani oleh Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (PAUD-Dikmas) Kemdikbud Harris Iskandar yang ditujukan kepada bupati/walikota, kepada dinas pendidikan, dan para pengelola PAUD di seluruh Indonesia.

Salah satu poin penting dari surat edaran tersebut, yakni pengelola PAUD tidak dibolehkan untuk mengajar membaca, menulis aksara dan angka di luar kemampuan anak didik. Pasalnya, dalam satu rombongan belajar (rombel) PAUD, kemampuan anak didik satu dengan yang lain pasti berbeda sehingga tidak tepat jika pendidik PAUD memaksakan belajar calistung.

Dirjen PAUD-Dikmas Kemdikbud Harris Iskandar dalam suatu kesempatan mengakui adanya dorongan dari para orang tua yang menginginkan anaknya diberikan pelajaran calistung sekalipun anak usia dini belum tepat untuk mendapatkan pelajaran tersebut.

"Banyak orangtua masa kini yang malu ketika anak-anak sudah masuk TK tetapi belum bisa calistung. Mereka tambah malu ketika ada anak-anak tetangga sepantaran yang sudah lancar membaca," kata dia.

Faktor lain menurut Harris, sistem penerimaan siswa baru di SD sederajat yang mensyaratkan kemampuan calistung sekalipun sudah ada peraturan pemerintah yang melarang. Untuk itu, pihaknya sudah berkoordinasi dengan jajaran Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemdikbud yang mengurusi SD. Inti dari koordinasi itu adalah upaya penegakan disiplin dalam penerimaan siswa baru di SD. Sehingga tidak ada lagi SD yang melakukan seleksi masuk dengan tes calistung.
 
                                                                    Usia Emas

Daily Telegraph pada September 2013 menerbitkan pakta dari 130 pakar pendidikan anak di Inggris yang menolak kebijakan calistung pada usia di bawah 6 tahun. Alasan mereka sangat kuat, mereka mengkhawatirkan hilangnya kesempatan bermain pada anak-anak di usia dini akan berpengaruh bagi mental mereka di usia remaja dan dewasa.

Mengenai bukti, 130 pakar tersebut menyodorkan banyak bukti, salah satunya adalah penelitian jangka panjang yang menyatakan bahwa beban belajar pada usia dini menyebabkan faktor risiko stres, depresi dan penyakit mental lainnya pada usia remaja dan dewasa.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan secara konsisten mendorong PAUD untuk tidak mengajarkan calistung namun menyiapkan murid dengan bekal pra-keaksaraan yang memang sesuai dengan kurikulum PAUD.

"Sebetulnya Kementerian Pendidikan tidak menganjurkan calistung, di Peraturan Menteri nomor 137/2014 tentang kurikulum PAUD itu dianjurkan pra-keaksaraan, tetapi bukan membaca. Anak di usia dini ini harusnya belajar dengan cara yang menyenangkan dan tidak memberikan beban," kata Direktur Pembinaan PAUD Kemendikbud R. Ella Yulaelawati.

Belajar di jenjang PAUD bukan seperti belajar di kelas-kelas sekolah dasar, di mana ada guru di depan dan mendikte anak untuk menulis atau membaca. Intinya, guru lebih banyak mengajarkan kosa kata, mendongeng, membacakan buku cerita yang kreatif dengan ekspresif, tambahnya.

Ella mengatakan kemampuan seseorang untuk memahami apa yang dibaca sangat tergantung pada pengetahuan yang ia miliki. Sehingga alangkah baiknya balita itu diberikan pengetahuan soal kata-kata melalui pendengarannya, bukan dengan membaca sebuah teks atau menulis sebuah kata.

"Intinya bagi anak yang harus disampaikan adalah melatih kemampuan mendengarkan terlebih dahulu. Sebab kemampuan anak itu ada tahapannya dimulai dari mendengar menjadi kemampuan berbicara lalu membaca kemudian menulis," kata Ella.

Kemdikbud telah membuat poster-poster berisi imbauan tentang hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam pengajaran balita di tingkat PAUD. Poster itu memuat tentang kurikulum pra-keaksaraan, pengelolaan pembelajaran, perilaku guru dan orang tua, ujar Ella.

"Usia 0-6 tahun adalah masa 'golden age' atau usia emas. Sebanyak 90 persen otak anak tumbuh itu sebelum 5 tahun, di usia itu anak-anak perlu diberikan pengalaman-pengalaman yang menyenangkan. Di masa usia emas itu harusnya balita diberikan pembelajaran yang menyenangkan dan tidak membebani pikiran," katanya.

Saat ini, menurut Ella, Kemdikbud tengah melaksanakan bimbing teknis Kurikulum 2013 jenjang PAUD bagi guru, kepala sekolah, penilik, pengawas sekolah, dan wakil dinas pendidikan di seluruh propinsi untuk menyamakan langkah khususnya pelaksana layanan program PAUD.

"Para pengelola layanan PAUD diharapkan mampu mengantarkan anak usia dini siap melanjutkan pendidikan tidak hanya terbatas pada kemampuan anak membaca, menulis dan berhitung, tetapi juga dalam keseluruhan aspek perkembangannya," tambah dia.