Rakyat Suriah yang mendambakan perdamaian

id rakyat suriah, perang suriah, perang, perang saudara

Rakyat Suriah yang mendambakan perdamaian

Seorang pejuang Tentara Pembebasan Suriah menangis di depan makam ayahnya yang tewas akibat serangan pasukan yang loyal kepada Presiden Suriah, Bashar al-Assad, di taman umum yang diubah menjadi area pemakaman di Deir el-Zor, Suriah, Senin (11/3). (

....Perang hanya memberikan kesedihan, kehilangan orang tercinta, dan kesengsaraan bagi rakyat. Kami hanya ingin hidup tanpa adanya rasa ketakutan....
Damaskus (ANTARA Sumsel) - Hidup damai, rukun, tenteram tanpa adanya pertikaian menjadi potret keseharian warga Suriah sebelum konflik bersenjata meletus di negara tersebut.

Hiruk-pikuk serta gegap gempita suasana kota di berbagai wilayah Suriah tidak dirasakan lagi oleh masyarakat.

Lima tahun waktu berlalu, secara perlahan warga Suriah merasakan suasana kota yang berangsur-angsur pulih. Warga Suriah sudah memulai segala aktivitas sehari-hari.

"Kami ingin hidup damai seperti sebelum terjadi konflik," ujar seorang warga Damaskus, Ahmed (35) yang ditemui di kota Damaskus, Suriah.

Ahmed mengaku bosan dengan pertikaian yang terjadi di negeri Suriah. Perang tidak memberikan keuntungan kepada siapapun.

"Perang hanya memberikan kesedihan, kehilangan orang tercinta, dan kesengsaraan bagi rakyat. Kami hanya ingin hidup tanpa adanya rasa ketakutan," ujar Ahmed.

Selama perang berlangsung, Ahmed telah banyak kehilangan anggota keluarganya seperti paman, bibi, dan adik ipar.

"Mereka adalah orang-orang yang saya cintai dan mereka tidak tahu menahu mengenai konflik yang tak berujung ini," kata dia.

Hal senada juga diungkapkan oleh salah seorang guru di sekolah menengah atas di kota Damaskus, Samer. Menurut dia, krisis ini berdampak ke seluruh lapisan masyarakat Suriah.

"Perang ini telah menghancurkan perekonomian suriah. Kita mengalami hiperinflasi dimana harga-harga naik begitu cepat dan nilai uang menurun drastis," kata dia.

Ia mengatakan perang bersenjata ini tidak disebabkan oleh konflik sektarian.

"Media-media baratlah yang menyebarkan propaganda. Mereka menggiring opini masyarakat dunia bahwa pertikaian yang terjadi di Suriah adalah konflik Sunni-Syiah," ujar dia.

Padahal dibawah kepemimpinan Bashar al-Assad, pemeluk berbagai aliran agama di Suriah dapat hidup rukun dan saling menghormati satu-sama lain.

"Ia mempunyai akhlak yang terpuji dan memuliakan ulama maupun pemuka agama lainnya," kata dia.

Sementara itu, mahasiswi Universitas Al-Baath, Homs, Suriah, Leila Alkellas menginginkan perdamaian selamanya.

"Kita ingin kota Homs menjadi aman dan damai selamanya. Kita ingin kota Homs kembali seperti sedia kala sebelum perang ini terjadi," kata dia.

Leila mengatakan warga Homs sedang membangun dan menata kembali kehidupan mereka setelah mereka kehilangan anggota keluarganya.

"Kami bekerja keras untuk menata kembali kehidupan normal yang telah lama terampas akibat perang bersenjata," ujar dia.

Untuk menyampaikan pesan perdamaian, Leila mengikuti konvoi sepeda di kota Homs dengan jarak sekitar 15 kilometers.

Kegiatan tersebut diikuti oleh lebih dari 400 orang. Para peserta akan memulai mengayuh sepeda mulai dari Universitas Al-Baath dan akan berakhir di depan Masjid Khalid bin Walid.

    
    Tidak Sektarian
Menteri Penerangan Suriah, Omran Ahed Al-Zouabi menegaskan tidak ada konflik sektarian yang terjadi di negara ini.

"Suriah terkena serangan teroriz dan itu dipimpin oleh ISIS, Nusra, Jaiz Islam dan banyak lagi nama yang masih bersamgkutan dengan Al-Qaeda. Pemikiran ISIS sama dengan Al-Qaeda dan Nusra sempalan dari Al-Qaeda," kata Omran.

Kelompok ini didukung langsung oleh Saudi, Turki, Qatar, dan Amerika serta sekutunya dalam hal persenjataan.

"Perang adalah sesuatu yang mengerikan sementara orang yang masuk ke Suriah untuk berperang mendapatkan dukungan besar dari negara lain. Pelaku teroris datang dari 100 negara seperti Lebanon, Kuwait, Qatar, Yaman, Afghanistan, US, Canada, Inggris, Belgia, Turki, China, negara-negara Asia Timur, Asia Tenggara dan negara lainnya," ujar Omran.

"Para teroris dari negara - negara lain masuk dari Turki. Pasokan senjata datang dari berbagai pintu dan ada sebagian besar masuk lewat pintu Lebanon maupun Turki. Salah satu kapal bernama Lutuf yang membawa senjata dan kapal ini tersandera  di pinggiran laut Lebanon," ujar menteri itu.

Selain itu, Suriah mendapatkan tekanan politik dan ekonomi. Suriah diembargo oleh Amerika, Negara-negara Eropa maupun Arab.

    
    Suriah Difitnah
Sementara itu, Ketua Ikatan Ulama Suriah, Dr Taufiq Ramadhan al-Buthi mengatakan media-media barat memfitnah Suriah dengan melaporkan pemberitaan yang tidak sesuai dengan keadaan Suriah.

"Mereka melakukan propaganda karena mereka ingin menghancurkan Suriah. Al-Jazeera dan TV Arabiya berhasil memberitakan kondisi suriah yang tidak sebenarnya. Kedua Stasiun TV tersebut masing-masing dimiliki oleh Qatar dan Saudi Arabia," ujar putra dari ulama terkemuka Suriah, almarhum Syekh Ramadhan al-Buthi ini.

"Contoh pemberitaan Al-Jazeera yang tidak seimbang. Waktu itu saya mengajar di Universitas Damaskus. Saat pulang saya ditanya putra saya mengenai apa yang terjadi di kampus katanya ada demo besar. Saya jawab tidak ada demo besar hanya ada 35 siswa yang demo. Sedangkan semua mahasiswa ada 30 ribu orang," kata dia.

Taufiq heran dengan pemberitaan yang memutarbalikkan fakta bahwa terjadi konflik sektarian di Suriah.

"Padahal kenyataannya konflik itu tidak pernah terjadi. Ada utusan Jordan berkeliling untuk melihat kondisi di Suriah, mereka menemukan bahwa tidak ada konflik Sunni-Syiah," ujar dia.

Di kawasan kota Damaskus tua, sejak ratusan tahun telah dihuni oleh komunitas Kristen Ortodoks, Sunni, Syiah maupun Yahudi. Di wilayah tersebut tidak pernah terjadi konflik seperti apa yang diberitakan oleh media barat.

"Di daerah Sunni-Syiah terjadi insiden di mana kelompok orang dari daerah Sunni melempar ke daerah Syiah. Setelah selesai orang itu melempar dari daerah Syiah ke daerah Sunni. Mereka melakukan serangan mortar. hal tersebut dilakukan untuk mengadu domba antar masyarakat Suriah," kata Taufiq.

Selain itu ia menegaskan tidak ada pembagian kelompok politik sesuai agama tetapi negara dipimpin kepada orang yang mampu melaksanakannya baik di bidang politik, sosial dan ekonomi.

"Hal itu terlihat dari menteri yang dipilih berdasarkan kemampuan di bidangnya masing-masing. Jadi tidak mewakili kelompok agama tertentu. Pada dasarnya negara barat melihat Suriah bahwa negara tersebut sangat disegani di timur tengah. Karena masyarakat suriah berpendidikan tinggi, pemikirannya moderat dan didukung oleh ulama besar. Sehingga itu membuat Amerika dan sekutunya ingin melemahkan suriah dengan cara adu domba. Mereka ingin Suriah menjadi negara yang lemah," kata dia.

Kelompok Alawite yang saat ini memegang pemerintahan tidak mempunyai pondasi pemikiran orang seperti Sunni dan Syiah.

"Artinya ketika mereka dekat Sunni maka mereka menjadi orang Sunni. Dekat dengan Syiah maka mereka menjadi Syiah. Kelompok Alawite tidak independen," kata dia.

Terkait kematian ayahnya, Ia tidak membatasi untuk mengajar dan memberikan pengajian di berbagai tempat.

"Pada dasarnya kematian Ayahanda saya terjadi pada puncak konflik Suriah. Meskipun terbebani dengan kematian beliau. Saya masih lancar memberikan pengajian dan mengajar di Universitas Damaskus. Jadi tidak ada pembatasan dakwah," kata dia.

Ia mengungkapkan setelah kematian ayahandanya, masyarakat Suriah melihat bahwa revolusi adalah sebuah kebohongan.

"Bashar al-Assad presiden sah yang dipilih oleh rakyat suriah 2 tahun lalu. Negara ini anti dengan pesanan yang dibawa oleh Amerika, Inggris, Prancis dan lainnya. Suriah sangat anti terhadap apa yang diinginkan oleh Qatar dan Saudi yang menginginkan mundurnya pemerintah sekarang ini," ujar dia.

Pemerintah saat ini adalah pemerintah yang tidak sesuai pesanan negara-negara barat.