Nama dan data berharga dalam Amnesti pajak

id Amnesti pajak, peraturan pajak, pajak, uang luar negeri, investasi global bonds, surat pernyataan harta, sph, total harta, pengampunan pajak, penerima

Nama dan data berharga dalam Amnesti pajak

Presiden Joko Widodo (kedua kiri) didampingi Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad (kiri), Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kanan) dan Dirjen Pajak Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi (kanan) saat sosialisasi pengampu

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Periode pertama program amnesti pajak dengan tarif tebusan 2 persen telah berakhir per 30 September 2016 serta hasil capaiannya melebihi ekspektasi dan di luar dugaan.

Tercatat 372.059 Surat Pernyataan Harta (SPH) disampaikan dengan total harta yang dilaporkan mencapai Rp3.620 triliun yang terdiri dari deklarasi harta di dalam negeri Rp2.533 triliun, deklarasi harta di luar negeri Rp951 triliun, dan dana yang kembali dari luar negeri ke Indonesia atau repatriasi Rp137 triliun.

Sementara uang tebusan yang ditargetkan masuk dalam penerimaan negara sebanyak Rp165 triliun pada akhir periode 31 Maret 2017 sudah terkumpul Rp97,1 triliun dalam akhir periode pertama atau 30 September 2016.

Berdasarkan data tersebut, pencapaian pemerintah Indonesia dalam menyelenggarakan program pengampunan pajak menjadi yang tersukses di dunia melewati Italia dengan total harta dilaporkan Rp1.179 triliun, Chili Rp263 triliun, dan Spanyol Rp202 triliun.

Tentunya angka laporan harta wajib pajak sebesar Rp3.620 triliun dalam amnesti pajak di Indonesia masih akan terus bertambah mengingat masa yang masih ada enam bulan ke depan.

Di balik kesuksesan program pengampunan pajak tersebut, terdapat nama-nama besar yang terlibat dan data-data berharga yang terungkap dan dihasilkan.

    
   Aset Rp3.620 triliun
"Hal yang paling berharga dari 'tax amnesty' adalah data berbagai macam deklarasi. Deklarasi itu sendiri merupakan suatu aset yang luar biasa besar, sumber informasi yang sangat baik," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Total harta kekayaan wajib pajak peserta tax amnesty sebesar Rp3.620 triliun menjadikan basis pajak Indonesia pada tahun-tahun berikutnya menjadi lebih besar. Total harta kekayaan itu merupakan data baru dari ekonomi yang selama ini tidak terekam oleh pemerintah menjadi nyata untuk menambah penerimaan pajak ke depannya.

Total harta WNI peserta amnesti pajak Rp3.620 triliun yang merupakan kas dan setara kas, surat berharga serta investasi, juga bangunan dan benda tak gerak lainnya membuat aktivitas perekaman ekonomi di Indonesia jauh lebih akurat.

Data tersebut menunjukkan ekonomi Indonesia yang sebenarnya beserta segala potensinya. Sri Mulyani mengatakan hal itu sangat berguna bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan strategis, serta menguntungkan bagi para pengusaha dalam melakukan estimasi mengenai potensi ekonomi yang ada di Indonesia.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkapkan dari 347.033 wajib pajak peserta tax amnesty, terdapat 14.135 orang yang selama ini belum pernah membayar pajak atau belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Selain itu, DJP juga mengungkap bahwa negara Singapura merupakan "tempat parkir" terbesar harta kekayaan orang Indonesia yang diikuti Cayman Island, dan juga Hong Kong. Data per 26 September 2016, total harta yang dideklarasikan peserta amnesti pajak di Singapura mencapai Rp336 triliun sementara dana yang direpatriasi sebesar Rp39,47 triliun.

Tidak heran saat program pengampunan pajak sedang berjalan di Indonesia perbankan di Singapura mencari berbagai macam cara agar dana WNI tidak pulang ke Tanah Air. Repatriasi dana sebesar Rp137 triliun di periode pertama jelas memperbaiki likuiditas bank-bank persepsi di Indonesia namun mengacaukan likuiditas perbankan di negara yang dananya ditarik.

Pulangnya modal sebesar Rp137 triliun juga langsung memengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang berada di bawah Rp13.000 pada 26 September 2016 setelah sekitar satu tahun rupiah tidak menyentuh level Rp12.000.

    
   Nama-nama yang terlibat

Tidak hanya angka-angka dengan jumlah besar terungkap dalam program amnesti pajak, sejumlah nama-nama yang sudah akrab di telinga publik sebagai konglomerat maupun pejabat ¿pun berbondong-bondong mengikuti program pengampunan pajak.

Mulai dari pengusaha bersaudara Garibaldy dan Erick Thohir, mantan ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, pemilik Lippo Group James T Riady, pengacara kondang Hotman Paris Hutapea, putra bungsu Presiden Soeharto Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto.

Selain itu ada pula pemilik Sriwijaya Group Chandra Lie, pemilik PT Central Cipta Murdaya  Murdaya Poo, politisi Partai Golkar Aburizal Bakrie, pendiri Barito Pacific Prajogo Pangestu, mantan Kepala BIN AM Hendropriyono, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani, calon wakil gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno, Ketua DPR Ade Komarudin, bahkan hingga perusahaan milik Presiden Joko Widodo yang saat ini sudah tidak lagi ditanganinya turut mengikuti program tax amnesty.

Mayoritas wajib pajak besar tersebut mengatakan alasan mengikuti program tax amnesty dikarenakan untuk memperbaiki laporan harta kekayaan yang selama ini belum teradministrasi dengan baik kepada DJP Kementerian Keuangan.

Kendati demikian, kesuksesan program pengampunan pajak yang berhasil mengumpulkan ribuan triliun dan memunculkan banyak nama konglomerat dalam negeri pada awalnya sempat diragukan oleh berbagai kalangan.

Bahkan Bank Indonesia sempat memperkirakan penerimaan uang tebusan hanya akan terkumpul Rp21 triliun secara keseluruhan yang didasarkan pada tren partisipasi di awal-awal periode.

Namun perkiraan berbagai ekonom yang ragu dengan realisasi tax amnesty perlahan mulai terempas dengan meningkatnya partisipasi wajib pajak secara signifikan pada bulan September yang bisa mengumpulkan uang tebusan Rp90 triliun lebih.

Kesuksesan amnesti pajak ini tidak terlepas dari keterlibatan sosok yang berada di belakangnya. Direktur Eksekutif Center for Indonesian Taxation Analysis Yustinus Prastowo mengatakan faktor penentu keberhasilan tax amnesty ialah Presiden Joko Widodo dan Menkeu Sri Mulyani.

Presiden Joko Widodo dan Sri Mulyani sama-sama dinilai bisa membangun kepercayaan dunia usaha dan wajib pajak. "Faktor intuisi politik saya kira, ada pengaruhnya juga. Barangkali ada 'trust', pandangan bahwa Jokowi bukan pengemplang pajak, tidak punya kepentingan," kata Yustinus.

Sementara Sri Mulyani disebutnya sebagai aset terbesar Indonesia yang berhasil "direpatriasi" dengan sukses oleh Presiden Joko Widodo.

Sri Mulyani, kata Yustinus, secara simbolik merupakan lambang dari integritas dan kepercayaan dari dunia usaha yang dipandang sangat "khatam" dengan perpajakan serta menjadi sosok reformasi sistem perpajakan.

Sri Mulyani yang merupakan mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia disebut datang pada saat yang tepat ketika Indonesia memulai tax amnesty. Kualitas dan rekam jejak Sri Mulyani tak diragukan dan dipuji oleh berbagai pihak mulai dari DPR hingga ekonom.

Sri Mulyani sendiri menyebut program amnesti pajak dengan laporan harta kekayaan mencapai Rp3.620 triliun sebagai momentum untuk memulai tradisi kepatuhan pajak. Dia menginginkan para wajib pajak yang telah mengikuti program tax amnesty akan taat pajak untuk seterusnya.

"Ini suatu momentum memulai tradisi kepatuhan pajak mulai dibangun atau dipelihara. Dan tentu kami Direktorat Jenderal Pajak akan terus melakukan perbaikan, baik dari sisi IT, 'law enforcement', kompetensi, personality, maupun integritasnya," kata Sri Mulyani.