Belasan negara blokir hak LGBT dalam perencanaan kota PBB

id pbb, lgbt, kota nyaman terhadap lgbt, perencanaan kota pbb, Perserikatan Bangsa-bangsa

Belasan negara blokir hak LGBT dalam perencanaan kota PBB

Ilustrasi-Kota Palembang (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/15/Den)

London (ANTARA Sumsel) - Sebuah kelompok 17 negara yang  dipimpin Belarusia telah memblokir sebuah rencana untuk menyertakan hak kaum gay, lesbian dan transgender (LGBT) dalam sebuah strategi perkotaan baru yang disusun oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

Kanada yang didukung oleh Uni Eropa, Amerika Serikat dan Meksiko, telah mendorong agar pengakuan bagi kaum LGBT dan keberadaan homofobia disertakan dalam sebuah dokumen kebijakan yang akan diselesaikan pada konferensi tingkat tinggi PBB di Ekuador pekan depan.

'Rencana Perkotaan Baru' PBB adalah perjanjian tidak mengikat untuk mengatasi tantangan yang berkembang pesat di kota-kota secara global dan akan disahkan di Habitat III, Quito, Ekuador. Agenda PBB itu akan menetapkan pedoman bagi pembangunan perkotaan yang berkelanjutan selama 20 tahun ke depan.

Pengakuan bagi hak masyarakat LGBT dan keberadaan homofobia dinilai akan menjadi langkah signifikan dari PBB. Saat ini, 76 negara menganggap hubungan sesama jenis sebagai tindakan ilegal dan, di tujuh negara, hubungan seperti itu bisa dikenakan hukuman mati.

Akan tetapi, narasumber mengatakan kampanye yang dilancarkan dibalik layar oleh Belarusia, yang didukung oleh berbagai negara termasuk Rusia, Mesir, Qatar, Indonesia, Pakistan dan Uni Emirat Arab, berujung hanya pada pencantuman kota-kota yang "ramah pada keluarga".

        Juru bicara pemerintah Kanada Josh Bueckert mengatakan pemerintah Kanada "berjuang keras" agar hak-hak gay serta homofobia resmi diakui dan bersikeras bahwa "yang paling rentan dan kurang beruntung" harus diperhatikan.

        "Kami tidak bisa berbicara soal sikap negara-negara lainnya dalam negosiasi deklarasi untuk Rencana Perkotaan Baru... Sayangnya, komunitas LGBTQ2 ditinggalkan," kata Bueckert pada Thomson Reuters Foundation.

        Pada bagian dari "Seruan untuk Bertindak" dalam dokumen itu, pengakuan hak dari kelompok-kelompok tertentu yang mengalami diskriminasi dan kerentanan khusus di kota-kota besar termasuk perempuan dan anak perempuan, kaum difabel, masyarakat adat, tunawisma, penghuni daerah kumuh, pengungsi dan pemuda, namun tidak menyebutkan kaum LGBT.

    
Sentimen Anti-Gay
   Negosiasi untuk merumuskan Rencana Baru Perkotaan telah dilaksanakan selama berbulan-bulan di seluruh dunia.

        Pertemuan-pertemuan terakhir, sebelum konferensi pekan depan yang diperkirakan akan diikuti 30 ribu delegasi, telah dilangsungkan di New York pada Agustus dan di Surabaya, Indonesia, pada Juli.

        Pemerintah Indonesia menyatakan pada Agustus bahwa tidak ada "tempat" bagi gerakan LGBT di Nusantara.

        Para narasumber mengatakan bahwa pada hari kedua perbincangan di Surabaya, kata-kata "ramah keluarga" muncul dari delegasi Belarusia sebagai pilihan yang lebih disukai dan Rusia serta Mesir mendukung perubahan itu.

        Akan tetapi, anggota delegasi Belarusia tidak bisa dihubungi untuk dimintai komentar.

        Sementara itu, pernyataan resmi dari Belarusia menekankan kebutuhan untuk mengutamakan keluarga dalam Agenda Pembanguna PBB pasca-2015 dan mengatakan pernyataan itu dibuat atas nama 17 negara.

Daftar dari negara-negara tersebut juga termasuk Bangladesh, Malaysia, Nigeria, Arab Saudi, Somalia, Iran dan Zimbabwe. Pernyataan itu juga mengatakan bahwa kelompok itu ingin menegaskan kembali bahwa keluarga adalah unit alami dan mendasar dalam masyarakat.

"Kami yakin hak asasi wanita dan pria, anak-anak dan orang dewasa dan penyandang cacat, bisa menjadi yang terbaik untuk dimajukan dan dilindungi dalam lingkungan yang ramah keluarga," kata dia.

Ketua Komunitas Internasional Women Transforming Cities dan mantan Dewan Kota Vancouver Ellen Woodsworth adalah sosok yang memprakarsai desakan Kanada untuk memasukan hak kaum gay dalam dokumen.

Dia mengatakan bahwa dirinya terkejut ketika dia pertama kali menyampaikan ide itu dan dianjurkan untuk melupakannya karena Rusia diduga akan menghancurkan rencana itu. Ia kemudian dikabari bahwa Rusia memang mendukung pernyataan Belarusia.

"Perkotaan adalah tempat banyak warga LGBT berada, namun banyak negara tidak hanya menghadapinya secara acuh tapi dengan kekerasan yang ekstrem. Sungguh sulit dipercaya bahwa dokumen seperti ini  tidak memuat perlindungan terhadap diskriminasi orientasi seksual," kata dia.