Menunggu senyum penari serimbang di pantai Tembilang

id Pantai Pasirkuning Tempilang, penari, Negeri Sejiran Setason. muntok, penambangan liar, pantai

Menunggu senyum penari serimbang di pantai Tembilang

Ilustrasi (ANTARA FOTO)

....Jumlah ponton tambang inkonvensional mencapai lebih dari 200 unit, pekerjanya ratusan dan bermukim di pantai dekat lokasi tambang yang membuat lingkungan menjadi kumuh....
Perjalanan melelahkan selama hampir 3 jam dari Tempilang menuju Muntok, Ibu Kota Kabupaten Bangka Barat, tidak menyurutkan semangat 10 orang perwakilan nelayan dari lima desa untuk bertemu pemimpin Negeri Sejiran Setason.

Perwakilan warga yang membawa amanat dari ratusan nelayan tradisional di lima desa, yaitu Desa Airlintang, Bentengkota, Sinarsurya, Tanjungniur, dan Desa Tempilang, Kecamatan Tempilang tampak bersemangat lagi ketika mendapat kabar Bupati Bangka Barat Parhan Ali berkenan bersilaturahmi di ruang kerjanya.

Sambil menunggu jadwal bertemu orang nomor satu di Negeri Sejiran Setason, 10 orang utusan nelayan tersebut menyempatkan diri minum kopi untuk mengembalikan kebugaran setelah berdesakan dalam mobil warna bir berkapasitas tujuh penumpang yang mengantarkan mereka ke Muntok.

Sajian kopi hitam panas pemilik warung di kompleks Perkantoran Pemkab Bangka Barat menemani diskusi kecil yang berkembang antara nelayan bersama dua legislator muda, Dafitri dan Deddi Wijaya.

Berbagai permasalahan yang dihadapi para nelayan di Tempilang menggalir keluar dari mulut para nelayan tersebut di hadapan dua wakil rakyat yang selama ini dikenal dekat dengan warga.

"Makin sulit dapat ikan, peredaran narkoba, prostitusi, dan kriminalitas meningkat, kami khawatir situasi makin tidak nyaman," kata perwakilan nelayan Desa Tanjungniur, Sugianto.

Berkurangnya hasil tangkapan ikan membuat hidup ratusan nelayan di daerah itu makin susah, bahkan untuk sekadar mencukupi kebutuhan makan sehari-hari mereka mengalami kesulitan.

"Utang para nelayan makin menumpuk dan kami tidak bisa berbuat apa-apa karena laut tumpuan hidup kami dari kecil sudah tidak menghasilkan ikan sesuai dengan harapan," katanya.

Bahkan, menurut dia, relatif banyak nelayan di daerah itu yang sebelumnya sudah mendapatkan bantuan permodalan dari pemerintah melalui pihak perbankan tidak bisa membayar iuran bulanan karena hasil tangkapan terus merosot.

"Kami khawatir dalam waktu dekat rumah yang kami jaminkan ke bank akan disita," katanya.

Ketidaknyamanan para nelayan yang selama ini memilih sabar sambil menunggu ketegasan pemerintah sepertinya sudah memuncak. Seluruh kegalauan para nelayan dan warga di Kecamatan Tempilang ditumpahkan begitu ada kesempatan bertemu Bupati Parhan Ali.

                                                                     Penambangan Liar

Aktivitas penambangan timah liar di wilayah Laut Tempilang sudah cukup mengkhawatirkan, limbah tambang inkonvensional merusak kelestarian lingkungan perairan yang selama ini menjadi tumpuan utama kepul dapur para nelayan.

Selain merusak laut, dampak sosial yang ditimbulkan oleh para penambang timah juga dikhawatirkan akan merusak generasi muda di daerah itu.

"Jumlah ponton tambang inkonvensional mencapai lebih dari 200 unit, pekerjanya ratusan dan bermukim di pantai dekat lokasi tambang yang membuat lingkungan menjadi kumuh, wisatawan juga tidak nyaman menikmati keindahan Pantai Pasirkuning," kata Koordinator Forum Nelayan Bangka (Formnebak) wilayah Bangka Barat Suhaidir Kojek.

Mereka berkeinginan untuk melaporkan permasalahan itu kepada Menteri Susi Pudjiastuti yang selama ini terbukti bertangan besi, tegas menjaga laut, dan melindungi nelayan lokal.

Ketegasan untuk menghentikan secara permanen segala aktivitas tambang di Laut Tempilang menjadi impian para nelayan yang harus segera dilakukan sebelum situasi masyarakat makin tidak terkendali seiring dengan menipisnya rasa sabar yang dipendam selama bertahun-tahun.

Bupati Bangka Barat,Parhan Ali dan Wakil Bupati Markus sepertinya menangkap sinyal keseriusan masyarakat dalam menggeluti usaha perikanan dan kelautan.

Sebagai bentuk dukungan pimpinan baru Negeri Sejiran Setason, sejak awal duet politikus PDI Perjuangan dan Hanura tersebut terus mengumandangkan perlawanan terhadap berbagai praktik usaha tambang liar bijih timah di wilayah perairan, sungai, dan wilayah bakau yang dinilai merusak kelestarian laut.

Bahkan, pada kesempatan bertemu dengan para nelayan tradisional tersebut, Bupati Parhan Ali tampak emosional, mengangkat kepalan tangan kirinya untuk menggelorakan semangat penolakan terhadap berbagai praktik penambangan liar bijih timah di seluruh wilayah perairan Bangka Barat.

Parhan Ali secara tegas menolak aktivitas tambang liar di Laut Tempilang, Rambat, dan beberapa lokasi lain yang sampai saat ini masih marak terjadi.

"Sudah beberapa kali ditertibkan, mereka masih nekat. Kami akan terus berkoordinasi dengan kepolisian agar bisa ditindaklanjuti lebih serius dan aktivitas tambang liar di wilayah laut berhenti permanen," katanya.

Dengan terjaganya kelestarian laut, para nelayan makin mudah mendapatkan ikan yang akan berujung pada peningkatan kesejahteraan nelayan. Selanjutnya, akan memudahkan pemerintah dalam mewujudkan "Bangka Barat Hebat".

Penolakan secara tegas oleh Bupati Parhan Ali bukan tanpa alasan karena pemerintah secara berkelanjutan terus mendorong nelayan dan warga pesisir untuk menggeluti usaha perikanan laut.

Sebagai bentuk keseriusan dalam mengoptimalkan ekonomi berbasis kelautan, Pemkab Bangka Barat dalam setahun terakhir terus berbenah dan mendorong masyarakat pesisir agar makin giat mengembangkan ekonomi berbasis laut.

"Gelontoran anggaran dari daerah maupun pemerintah pusat sebagai upaya mendorong agar perekonomian warga pesisir berkembang, baik melalui usaha tangkap maupun budi daya," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bangka Barat Amir Hamzah.

                                                                       Pembinaan
Pada tahap awal, pemerintah memberikan pembinaan dan berbagai pola bantuan kepada kelompok nelayan agar mampu mengembangkan usaha budi daya perikanan.

"Kami bentuk tiga sentra budi daya perikanan, yaitu budi daya ikan kerapu di kawasan Teluk Kelabat, budi daya kepiting soka di Desa Kapit, dan di Sukal tetap kami kembangkan budi daya kerang darah yang produksinya terus bertambah seiring dengan peningkatan animo masyarakat menggeluti usaha tersebut," kata dia.

Usaha budi daya kelompok nelayan digenjot untuk menggerakkan ekonomi masyarakat pesisir sekaligus menjadi proyek percontohan agar bisa menular ke kelompok nelayan yang lain.

"Usaha tersebut memiliki peluang cukup besar karena pasar tidak hanya lokal, tetapi juga pasar internasional," kata Kamso, Kepala Bidang Budi Daya DKP Kabupaten Bangka Barat.

Selain memiliki peluang pasar cukup terbuka, keuntungan yang ditawarkan dalam bisnis tersebut juga cukup menggiurkan karena adanya kepastian harga standar tinggi untuk berbagai jenis ikan kualitas ekspor.

Kerapu, kakap, kepiting soka harganya stabil jadi bisa dihitung sejak awal besaran kebutuhan modal dan keuntungannya.

Apabila budi daya berkembang, diyakini ekonomi masyarakat pesisir akan makin menguat karena usaha tersebut bisa dijadikan pekerjaan sampingan para nelayan tanpa harus mengganggu pekerjaan utama menangkap ikan.

Untuk usaha perikanan tangkap, Kepala Bidang Bidang Usaha Tangkap DKP Kabupaten Bangka Barat Yopie Mardianta mengatakan bahwa pemerintah terus mendorong peningkatan produksi tangkap untuk memenuhi kebutuhan pasar yang terus bertambah.

"Kebutuhan ikan untuk konsumsi harian masyarakat, industri, dan pasar ekspor yang terus meningkat harus diikuti dengan peningkatan produksi nelayan," katanya.

Pada tahun 2015, misalnya, produksi perikanan tangkap mencapai 14.113,5 ton yang berasal dari nelayan di Kecamatan Muntok 4.119 ton, Simpangteritip 3.386 ton, Jebus 853 ton, Parittiga 2.695 ton, Kelapa 1.015 ton, dan nelayan Kecamatan Tempilang 2.043 ton dengan taksiran nilai produksi mencapai Rp285 miliar.

Menurut dia, pola pembinaan dan penyaluran bantuan yang dikembangkan selama ini relatif cukup efektif untuk mendorong peningkatan produksi tangkap. Hal ini perlu terus dikembangkan agar nelayan makin giat dan tekun menjalankan usahanya.

Luas perairan di wilayah Kabupaten Bangka Barat 172.355,19 hektare dengan panjang garis pantai 278,75 kilometer memiliki potensi ikan dan biota laut yang cukup besar. Namun, sayangnya belum bisa dimanfaatkan maksimal.

                                                               Asuransi Nelayan
Untuk memberikan rasa aman saat bekerja, pada tahun ini sebanyak 2.500 nelayan dari sebanyak 3.250 nelayan yang diusulkan, diberi bantuan asuransi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Berbagai bantuan diberikan agar para nelayan semakin giat bekerja dan mampu memenuhi peningkatan target produksi sekitar 20 persen dari tahun sebelumnya.

"Kami optimistis jika digeluti dengan sungguh-sungguh dan masyarakat memiliki komitmen menjaga kelestarian laut, bakau, dan daerah aliran sungai, sektor perikanan dan kelautan akan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat dan daerah," kata dia.

Peningkatan hasil tangkap dan budi daya akan membawa senyum riang para nelayan dan anggota keluarganya, bahkan mungkin pasar-pasar di seluruh pelosok negeri akan ramai kembali setelah sekian lama terlena buaian palsu tambang timah.

Senyum semringah nelayan seperti senyum para gadis penari "Serimbang" yang membuka rangkaian prosesi upacara adat Perang Ketupan di Pantai Pasirkuning Tempilang sudah lama dinantikan.

Pada setiap pelaksanaan Perang Ketupat, Tari Serimbang yang menampilkan gerak gemulai enam penari cantik menjadi salah satu dari lima prosesi utama upacara adat tersebut.

Serimbang berasal dari kata 'sri' yang diartikan menjadi permaisuri, dewi cantik dan kata 'tembang' atau irama, kemudian dirangkai atau diucapkan secara cepat menjadi serimbang atau dapat diartikan menjadi tari indah yang dipersembahkan kepada tamu agung.

Gemulai penari bertebar senyum manis gadis Bangka menyatu dengan lagu "timang burong" yang berisi syair tentang keindahan memesona setiap pengunjung upacara adat Perang Ketupat yang digelar masyarakat Tempilang setiap tahun sekali, tepatnya pada pertengahan bulan Syakban tahun Hijriah.

Usai penampilan para penari, dalam rangkaian upacara adat itu dilanjutkan dengan pemberian sesaji oleh dukun adat kepada makhluk halus yang bermukim di laut atau penguasa laut dengan maksud agar seluruh mahluk yang tidak terlihat kasat mata tetap setia menjaga wilayah laut.

Prosesi "Ngancak" yang dipimpin dukun laut merupakan salah satu dari lima prosesi utama dalam rangkaian upacara perang ketupat yang berlangsung selama 3 hari.

Berdasarkan catatan pemerhati budaya Bangka Barat Sastrawan A. Rani, tradisi upacara adat perang ketupat dilaksanakan secara turun-temurun oleh warga Tempilang dan diyakini selalu digelar mulai sekitar seabad lalu.

Pada masa itu, warga setempat belum mengenal agama dan acara adat perang ketupat diyakini bisa membawa keselamatan dan kemakmuran bagi para nelayan yang ada di daerah itu.

Nilai kearifan lokal untuk mengingatkan kepada warga selalu menjaga kelestarian laut dan menaati sejumlah pantangan yang ada terus dipertahankan hingga saat ini.

Sejak zaman leluhur, laut seolah-olah sudah dirancang untuk dijadikan warisan berharga yang bisa dinikmati hasilnya dari generasi ke generasi.

Langkah mengembalikan kelestarian laut dari dampak aktivitas penambangan perlu segera dilakukan agar ratusan nelayan bisa memberikan hidup layak keluarganya. Siapa tahu anak-anak gadis mereka bisa ikut riang mendendangkan syair timang burong dan menebar senyum manis membawakan tari seimbang menyambut wisatawan yang berbondong-bondong menyaksikan Perang Ketupat berlatar keindahan Pantai Pasirkuning Tempilang.  (T.KR-DSD/B/D. Kliwantoro)