Kekerasan perempuan-anak di Riau mencapai 646 kasus

id kekerasan, anak, perempuan, stop kekerasan, Badan Pusat Pelayanan Terpadu , lima tahun terakhir, P2TP2A

Kekerasan perempuan-anak di Riau mencapai 646 kasus

Stop kekerasan terhadap anak (Antarasumsel.com/grafis/den)

Pekanbaru (Antarasumsel.com) - Badan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Riau menyatakan telah menangani 646 kasus pengaduan kekerasan perempuan dan anak dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

"Pengaduan kekerasan perempuan dan anak terus meningkat tiap tahun, dari tahun 2011 hanya 96 kasus menjadi 646 kasus tahun ini," kata Kepala Badan P2TP2A Riau T Hidayati Effiza, di Pekanbaru, Senin.

Hidayati menjelaskan dalam kurun waktu lima tahun tersebut, terbanyak kasus yang ditangani pada 2013 dengan jumlah 147 pengaduan, kemudian 2016 mencapai 127 pengaduan.

"Dengan adanya P2TP2A ini memang tren pengaduan kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat selama lima tahun ini, dikarenakan keberanian masyarakat untuk melapor," ujarnya pula.  
Menurut dia, peningkatan kasus yang dilaporkan itu bukan karena pihaknya tidak menangani selama ini. Namun disebabkan sudah semakin tersosialisasi P2TP2A sebagai wadah proses pelaporan.

Selain itu, kaum perempuan dan anak juga semakin paham dan sadar akan haknya, katanya lagi.

Ia menyebutkan P2TP2A Riau mengelompokkan jenis pelaporan kekerasan perempuan dan anak dalam 17 jenis kasus, seperti KDRT, kejahatan seksual, hak asuh anak, ABH, penganiayaan, anak hilang, trafficking, kekerasan psikis, kasus pendidikan anak, kekerasan fisik, pidana murni, kenakalan remaja, penelantaran tenaga kerja, pencemaran nama baik, menuntut perjanjian, narkoba dan pelanggaran HAM.   
Dalam penanganan kasus di Riau dalam lima tahun terakhir, ujar dia lagi, terbanyak terjadi kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) mencapai 249 orang dalam lima tahun.

"Kasus KDRT di 2013 sebanyak 55 orang, sempat turun 2014 sebanyak 33 orang, namun kembali naik 2016 menjadi 53 orang," kata dia lagi.

Ia menyebutkan untuk kasus KDRT, pihaknya sudah berupaya menyosialisasikan kepada dinas teknis dan mengimbau para orang tua agar menghindari anak mereka melakukan pernikahan dini.

Selain KDRT, kejahatan seksual menempati peringkat dua jumlah kasus terbanyak yakni 126 orang dalam lima tahun, lalu diikuti oleh hak asuh anak mencapai 73 orang.

"Untuk kasus pelecehan kami gencar melakukan sosialisasi oleh kepada orang tua, dinas terkait, dan tokoh agama agar sama-sama mencegah kejadian ini di lingkungan masing-masing," katanya pula.

Menurutnya, dari 12 kabupaten/kota yang melaporkan kasus kekerasan perempuan dan anak terbanyak kejadian di Kota Pekanbaru mencapai 431 kasus dalam lima tahun, terkecil di Kepulauan Meranti dan Indra Giri Hilir masing-masing lima orang.

Dia menambahkan sejauh ini penanganan kasus P2TP2A dilakukan pendampingan dan penanganannya.

"Kami akui kondisi sekretariat P2TP2A di kabupaten dan kota masih belum representatif," katanya pula.

Ia menambahkan dari data keseluruhan ini, kasus kekerasan perempuan dan anak di Riau masuk zona merah.

"Yang melapor saja sudah begitu, kami yakin masih banyak yang belum melaporkannya," kata dia lagi.