Petani garam kesulitan menjual produksinya

id garam, petani, hasil produksi, usaha pembuatan garam, pemasaran, Kelompok Gema Tani Pledo

Petani garam kesulitan menjual produksinya

Petani garam (FOTO ANTARA)

Larantuka, NTT (Antarasumsel.com) -  Kelompok Gema Tani Pledo yang mengelola usaha pembuatan garam di Lewobuto, Kecamatan Witihama, Kabupaten Flores Timur mengalami kesulitan untuk memasarkan hasil produksinya yang terus meningkat.

"Usaha garam ini masih sulit dipasarkan karena belum ada segmen pasar yang pasti meskipun kemampuan produksi bisa mencapai hingga lima ton setiap masa panen dua minggu sekali," kata Ketua Kelompok Gema Tani Pledo Laurensius Take Tokan, saat dihubungi di Kecamatan Witihama, Rabu.

Dia mengatakan, produksi garam dengan teknologi geomembran tersebut sudah dirintis sejak tahun 2013, dan merupakan satu-satunya pabrik garam di Kabupaten Flores Timur.

Saat ini, katanya, produksi garam beryodium yang sudah memenuhi unsur layak dikonsumsi itu, sudah dibuatkan dalam bentuk kemasan dengan label "Pusaka Anak Adonara" dan siap untuk dipasarkan.

"Untuk kemasan yang berisi 15 bungkus, kami jual dengan harga Rp10.000 atau tiga bungkus dijual dengan Rp2.000," katanya lagi.

Namun, Laurensius mengakui, hingga kini pihaknya masih terkendala akses pasar karena jangkauannya masih sebatas untuk konsumsi rumah tangga masyarakat di Kecamatan Witihama dan sekitarnya.

Pada sisi lain, katanya, usaha garam yang berlokasi di wilayah pantai timur Pulau Adonara dan jauh dari pusat kecamatan tersebut belum memiliki kendaraan operasional untuk mengangkut hasil produksi.

"Keterbatasan ini yang membuat kami masih sulit memasarkan garam ke semua wilayah di Pulau Adonara apalagi ke luar," katanya pula.

Laurensius menambahkan, produksi garam yang sudah menyerap tenaga kerja mencapai 30 petani setempat itu, juga sedang menghadapi masalah kebocoran beberapa membran dari delapan membran yang selama ini digunakan sebagai wadah utama penampung air laut.

Dia mengatakan, meskipun pemerintah setempat telah membantu mendatangkan peralatan untuk mengatasi masalah tersebut, namun pihaknya masih kesulitan untuk mengoperasikannya.

"Alat untuk memperbaiki membran itu memang sudah didatangkan, tapi kami tidak diberikan pelatihan atau petunjuk dari dinas teknis untuk mengoperasikannya sehingga alat itu hanya tersimpan begitu saja," katanya pula.

Pihaknya sudah beberapa kali melakukan pertemuan dengan pemerintah daerah melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat untuk mengevaluasi kendala teknis yang dihadapi termasuk untuk mencari strategi pemasaran produk.

Namun, katanya lagi, hingga saat ini belum ada upaya dari pemerintah setempat untuk turun ke lapangan dan memberikan pelatihan termasuk membantu mencari solusi untuk pemasarannya.

Seorang warga Desa Pledo, Rofinus Raran yang mengaku pernah bersama-sama terlibat dalam usaha pembuatan garam itu mengakui, sejauh ini kendala utama yang dihadapi terkait pemasarannya.

Menurut dia, dari sisi kualitas garam tersebut sangat baik untuk dikonsumsi karena kandungannya sudah melalui proses pengujian untuk layak konsumsi.

"Bahkan dibandingkan dengan pabrik garam di Kabupaten Lembata, menurut pengakuan konsumen, garam Lewobut masih lebih unggul," katanya lagi.

Karena itu, dia berharap agar pemerintah daerah bisa memfasilitasi mengatasi kendala yang dihadapi termasuk membuka akses pasar yang memadai agar hasil garam tersebut tidak mubazir.

"Selama ini kita masih memasok garam dari luar negeri, padahal kita sudah punya produk sendiri yang hasilnya teus meningkat dari waktu ke waktu," kata dia.

Dia berharap agar pemerintah daerah bisa membantu pemasarannya, sehingga hasil garam bisa terserap untuk kebutuhan masyarakat di Kabuaten Flores Timur maupun sekitarnya.