Lahan gambut Indonesia berpotensi sumbang devisa negara

id lahan gambut, karbon, emisi karbon, devisa nagara, lingkungan, kelembaban udara

Lahan gambut Indonesia berpotensi sumbang devisa negara

Lahan gambut di Musi Banyuasin (Foto Antarasumsel.com)

...Indonesia terus memegang komitmen untuk menurunkan emisi karbon sebesar 29 persen hingga tahun 2030...
Yogyakarta (ANTARA Sumsel) - Lahan gambut di seluruh wilayah Indonesia diperkirakan memiliki potensi besar dalam menyumbang devisa negara hingga triliunan rupiah.
       
"Indonesia memiliki lahan gambut yang berpotensi besar menyumbang devisa negara," kata Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead saat dihubungi dari Yogyakarta, Jumat.    
   
Ia menjelaskan, Indonesia terus memegang komitmen untuk menurunkan emisi karbon sebesar 29 persen hingga tahun 2030.
        
Menurut dia, jika target pemerintah tercapai bahkan berlebih, maka potensi sumbangannya terhadap devisa negara juga semakin besar. Sebab banyak negara didunia yang membutuhkan kredit penurunan emisi karbon, yang kini dapat diperjualbelikan dan menjadi salah satu tambahan investasi di dunia.
       
"Indonesia bisa mendapatkan tambahan devisa negara yang cukup besar melalui penjualan karbon kepada negara-negara yang membutuhkannya. Sebab, setiap negara di dunia telah menargetkan menurunkan emisi karbonnya, dan jika belum tercapai maka negara bersangkutan bisa membelinya dari negara yang berkelebihan. Jadi ini potensi ekonomi yang cukup tinggi bagi Indonesia," ujar Nazir.
       
Upaya tersebut akan dicapai melalui program pengendalian pada tiga sektor utama. Pertama, memastikan terjaganya kelembaban dan ketinggian air di setiap lahan gambut yang ditargetkan.
        
"Program ini yang terus kita kawal optimal, untuk memastikan terjaganya kelembaban dan ketinggian air di lahan gambut secara tepat. Sebab kontribusi penurunan emisi karbon dari lahan gambut mencapai angka lebih dari 50 persen dari total tiga sektor utama," jelas Nazir.
        
Kedua, katanya, mendorong dan meningkatkan pengalihan penggunaan energi dari fosil menjadi energi baru dan terbarukan (EBT) secara masif di seluruh Indonesia.
        
"Pengalihan penggunaan energi fosil menjadi EBT, diperkirakan berkontribusi terhadap penurunan emisi karbon sekitar 25 persen," ungkap dia.
        
Ketiga, meningkatkan pengalihan penggunaan kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM), menjadi kendaraan hybrid sehingga lebih ramah lingkungan. Artinya, sektor transportasi juga berperan signifikan dalam menurunkan emisi karbon sebesar 25 persen.
       
"Jika misalnya saja, di Jakarta diterapkan bahwa kendaraan bermotor harus yang hybrid, maka potensi ramah lingkungannya menjadi signifikan. Apalagi jika kebijakan yang sama juga diterapkan di daerah lainnya. Karena kontribusi penggunaan kendaraan hybrid diperkirakan mencapai 25 persen bagi penurunan emisi karbon," jelas Nazir.
        
Jika target pemerintah dalam setahun ingin menurunkan sekitar 5 persen emisi karbon, maka ketiga sektor utama itu akan berkontribusi sesuai proporsi masing-masing. Jadi pemerintah akan bekerja keras untuk mewujudkan rencana itu, imbuh Nazir.