BPK tegaskan tak dorong penetapan tarif PNPB

id Badan Pemeriksa Keuangan, BPK, Penerimaan Negara Bukan Pajak, PNPB, surat kendaraan bermotor, Harry Azhar Azis

BPK tegaskan tak dorong penetapan tarif PNPB

Harry Azhar Azis (ANTARA FOTO/Moch Asim/Ang/pd/)

Gowa, Sulawesi Selatan (Antarasumsel.com) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menegaskan tidak mendorong pemerintah dalam menetapkan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) untuk pengurusan surat-surat kendaraan bermotor.

Ketua BPK, Harry Azhar Azis, mengatakan, penetapan jenis dan tarif PNBP sepenuhnya adalah kewenangan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah, dalam hal ini PP Nomor 60/2016.

"BPK tidak dalam posisi untuk mendorong penetapan tarif tertentu," ujar Aziz, usai meresmikan Balai Diklat Pemeriksaan Keuangan Negara di Gowa, Sulawesi Selatan, Senin.

BPK sempat disebut-sebut terkait kenaikan biaya-biaya yang tercantum pada PP Nomor 60/2016 itu. 

Dia menambahkan, pemeriksaan atas PNBP di Kepolisian sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dalam audit BPK atas laporan keuangan kementerian dan lembaga setiap tahun.

Sebelumnya, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 60/2016 tentang Jenis dan Tarif atas PNPB tertanggal 6 Desember 2016, berlaku efektif mulai 6 Januari 2017, sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 50/2010 tentang hal sama. 

PP itu mengatur tarif baru untuk pengurusan surat-surat kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat oleh Kepolisian Indonesia secara nasional.

Dalam peraturan baru itu, terdapat penambahan tarif pengurusan, antara lain pengesahan STNK, penerbitan nomor registrasi kendaraan bermotor pilihan, dan surat izin serta STNK lintas batas negara.

Besaran kenaikan biaya kepengurusan surat-surat kendaraan ini naik dua sampai tiga kali lipat. Misalnya, untuk penerbitan STNK roda dua maupun roda tiga, pada peraturan lama hanya membayar Rp50.000, peraturan baru membuat tarif menjadi Rp100.000. Untuk roda empat, dari Rp75.000 menjadi Rp200.000. 

Sebelumnya, atas kenaikan biaya ini, Kepala Kepolisian Indonesia, Jenderal Tito Karnavian, menyatakan, semua itu demi peningkatan pelayanan kepada publik dan kenaikan harga-harga yang sudah terjadi lebih dahulu. 

Pada sisi lain, sejumlah warga memberi pemikiran agar pembayaran pajak kendaraan dan biaya-biaya pengurusan terkait --balik nama, mutasi, dan sebagainya-- secara resmi bisa dilakukan secara elektronik, misalnya melalui mesin ATM, dengan memasukkan nomor registrasi kendaraan, nomor BPKB, dan data lain yang diperlukan.