Pengamat: Kepri "mati suri" akibat kebijakan yang salah

id Pemerintah Provinsi, Kepulauan Riau, mati suri, tidak bergerak, kebijakan yang salah, pengamat, Raja Haji Tanjungpinang Endri Sanopaka

Pengamat: Kepri "mati suri" akibat kebijakan yang salah

Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun . (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)

Tanjungpinang (Antarasumsel.com) - Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau seperti "mati suri" selama sekitar sebulan akibat kebijakan yang salah, kata pengamat politik dari Sekolah Tinggi Ilmu Sosial Politik Raja Haji Tanjungpinang Endri Sanopaka.

"Mutasi eselon II pada 7 November 2016 yang dilaksanakan mendadak, dan berujung pada hak interpelasi, ternyata berdampak buruk pada pemerintahan," ujarnya di Tanjungpinang, Selasa.

Dalam mutasi itu, kata dia, tidak hanya ditemukan pelanggaran administrasi yang akhirnya digunakan oleh 22 anggota DPRD Kepri untuk mengajukan hak interpelasi, melainkan juga membuat pemerintah jalan di tempat.

Kesalahan fatal yang terjadi salah satunya, Hasbi diangkat menjadi Plt Asisten III, merangkap jabatan sebagai Sekretaris Biro Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Kepri. Hasbi memiliki jabatan eselon II, dan merangkap sebagai pejabat eselon III.

Beberapa kepala dinas tidak dapat mengambil kebijakan lantaran khawatir tidak menetap di jabatan yang diamanahkan sejak 7 November 2016. Hal itu disebabkan mutasi pejabat tinggi pratama tersebut tidak menggunakan Perda Struktur Organisasi Tata Kerja yang baru, meski sudah disahkan.

Pengukuhan terhadap jabatan mereka, termasuk pelantikan sejumlah pejabat dilaksanakan kembali oleh Gubernur Kepri Nurdin Basirun pada 3 Januari 2017 dengan menggunakan Perda SOTK yang baru beberapa bulan disahkan.

"Selama hampir sebulan Pemprov Kepri nyaris tidak dapat 'bergerak' karena suhu politik yang meningkat di pemerintahan dan kepala dinas khawatir dipindah," ujarnya.

Belum selesai permasalahan itu, Endri mempertanyakan status pejabat eselon III dan IV yang secara otomatis demisioner setelah Pemprov Kepri menggunakan Perda SOTK yang baru. Otomatis mereka tidak dapat bekerja secara maksimal karena khawatir melanggar ketentuan yang berlaku.

Legitimasi terhadap administrasi pemerintahan yang ditandatangani pejabat eselon III dan IV sejak Perda SOTK yang baru dilaksanakan juga dipertanyakan.

Pelantikan terhadap 16 pejabat eselon II, dan sekitar 700 pejabat eselon III dan IV baru dilakukan 16 Januari 2017.

"Sejak 3 Januari 2017 mereka demisioner dari jabatannya, dan menjadi staf biasa. Selama itu pemerintahan tidak dapat berfungsi secara maksimal, karena urusan teknis serta administratif itu lebih banyak diketahui dan dilakukan oleh pejabat eselon III dan IV," katanya.

Endri berharap permasalahan itu menjadi pelajaran yang berarti bagi pemerintahan agar di kemudian hari tidak terulang lagi.

"Saya berharap pemerintah tidak ceroboh, pahami ketentuan yang berlaku dalam mengambil kebijakan. Kesalahan administratif dapat berdampak luas terhadap pemerintahan," katanya.