Pontianak (Antarasumsel.com) - Ketua Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
(KPPU) Syarkawi Aruf mengatakan pihaknya tengah menyelidiki permainan
harga cabai karena terdapat ketidakwajaran dalam rantai distribusi
komoditas cabai di Indonesia, termasuk di Kalimantan Barat.
"Kita menyelidiki rantai distribusi cabai karena terlalu panjang
dari petani hingga ke konsumen akhir. Biasa tiap pos yang membuat
guliran harga cabai dari petani ke pasar menjadi kian besar," ujarnya di
Pontianak, Senin.
Syarkawi merincikan bahwa harga cabai di tingkat petani sekarang
hanya sekitar Rp35 ribu. Tetapi karena setiap pos rantai distribusi ada
kenaikan harga, maka di masyarakat bisa tembus Rp120-Rp130 ribu
perkilogram.
Dari petani dijual ke pengepul. Lalu pengepul ke bandar di desa.
Bandar cabai di desa menjual ke bandar cabai di pasar-pasar induk, lalu
dijual kembali ke agen.
"Dari agen baru ke retailer atau pedagang kios atau toko yang menjual ke end user," kata dia.
Dalam hal itu, yang paling diuntungkan dalam rantai distribusi tersebut adalah bandar pasar induk.
"Sebagai contoh di salah satu pasar induk terbesar di Jakarta hanya
ada tiga bandar saja. Persaingan yang tidak sempurna ini membuat ada
kemungkinan terjadinya kongkalikong harga. Petani sendiri tidak terlalu
merasakan dampak kenaikan harga ini," ungkap dia.
Dengan kondisi yang ada, pihaknya sedang menyelidiki indikasi
permainan harga ini di berbagai daerah se-Indonesia. Jumlah rantai
distribusi di setiap daerah berbeda-beda.
"Meski distribusi di daerah beda akan tetapi polanya sama saja,
dimana yang paling leluasa menentukan harga adalah bandar di pasar-pasar
induk," kata dia.
Untuk kenaikan cabai saat ini di sisi lain, kata dia, didorong oleh menurunnya produksi akibat cuaca buruk.
"Pascanatal memang harga cabai naik karena gagal panen akibat cuaca
buruk. Di Jawa itu sekitar 30 persen gagal panen. Sedangkan di
Kalimantan ini lebih banyak, yaitu 50 persen. Tetapi karena produksi di
Jawa sangat dominan dan dikirim ke berbagai pulau lain, jadi kenaikan di
Jawa lah yang mempengaruhi paling besar," kata dia.
Hanya saja, hitung-hitungan pihaknya paling tinggi kenaikan harga
cabai rawit di tingkat konsumen akhir tidak semahal yang terjadi
sekarang.
"Kita sudah menghitung. Penurunan produksi 30 persen ini, memang mau
tidak mau membuat harga naik. Tetapi paling tinggi sekali itu hanya
Rp90 ribu per kilogram end user. Jadi yang terjadi sekarang kemahalan,"
kata dia.
Berita Terkait
Ketua parpol di Palembang intensif bangun komunikasi hadapi pilkada
Kamis, 18 April 2024 20:53 Wib
Kejati tahan mantan ketua KONI Sumsel kasus korupsi dana hibah
Selasa, 16 April 2024 18:59 Wib
Presiden kukuhkan Budi Waseso sebagai Ketua Kwarnas Pramuka
Jumat, 5 April 2024 15:14 Wib
OJK sebut kerugian akibat investasi bodong capai Rp139,6 triliun sejak 2017
Selasa, 26 Maret 2024 10:28 Wib
NasDem ucapkan selamat untuk Prabowo-Gibran
Rabu, 20 Maret 2024 23:58 Wib
Ketua KPU jelaskan soal kue ulang tahun, ternyata disiapkannya sendiri
Rabu, 20 Maret 2024 1:05 Wib
Kapolda Sumsel minta ketua RT dan RW berperan antisipasi tawuran
Minggu, 17 Maret 2024 15:25 Wib
Rupiah meningkat seiring pasar nantikan pidato Ketua The Fed
Rabu, 6 Maret 2024 16:08 Wib