WALHI kecewa BKSDA lamban tangani ancaman populasi harimau

id harimau, walhi kecewa

WALHI kecewa BKSDA lamban tangani ancaman populasi harimau

Walhi kecewa penanganan kasus perburuan harimau liar lamban (Antarasumsel.com/Banu/17)

Palembang (Antarasumsel.com) - Direktur Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Selatan kecewa dengan lambannya Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Sumsel menangani ancaman  populasi harimau Sumatera di kawasan Taman Nasional Sembilang Dangku.

"Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel sangat punya andil soal ini apalagi sekarang banyak organisasi asing yang membantu mereka lewat pendanaan dan teknologi, tetapi tidak sebanding dengan kerja  mereka," kata Direktur Walhi Sumsel Hadi Sujatmiko, di Palembang, Jumat.

Menurut dia, artinya ini bukan soal dana dalam penyelamatan hutan dan satwanya dari perambah hutan liar dan perburuan satwa. 

"Yang selama ini menjadi alasan, tetapi kami melihat ada kesalahan dalam metode pengamanan dan penanganan," katanya.

Ia mengatakan, pengamanan dan penanganan yang dilakukan BKSD Sumsel dibantu organisasi asing ataupun perusahaan akan sangat berbeda jika berhadapan dengan petani atau masyarakat adat.

Menurut dia, mereka sanggat represif, padahal masyarakat bisa membantu untuk pengamanan dan pelestarian hutan sebagai rumah bagi satwa dan manusia.

"Penegakan hukum kita lemah terkait kasus perburuan liar dan sempitnya ruang jelajah harimau di hutan alam, karena telah beralih menjadi perkebunan kayu membuat mereka mudah sekali menemukan hewan tersebut," kata Hadi Sujatmiko.

Ia menjelaskan, setiap tahun setidaknya 33 ribu hektare hutan di Sumsel mengalami deforestasi, sementara penanganan dan proses penegakan hukum terkait perburuan tidak menyentuh ke akarnya.

Jika alasan perburuan ini karena faktor ekonomi artinya ada pembeli, tapi yang ditangkap selalu hanya sebatas penjual, makanya tidak pernah tuntas kasus seperti ini.

Ingat kasus di Muara Enim beberapa tahun lalu dimana video penembakan atau perburuan harimau menjadi viral di social media, tapi kejelasan kasusnya sampai saat ini tidak ada, katanya.

Kasus lainnya juga di Sumsel dua tahun lalu, ketika harimau masuk kampung, yang dilakukan oleh aparat malah penembkan kepada harimau tersebut, padahal jika  berbicara soal kelestarian satwa dilindungi maka tembak mati dilakukan oleh aparat kepada harimau tersebut bukan tindakan bijak.

"Menyikapi adanya perburuan liar harimau Sumatera saat dikonfirmasi ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Sumatera Selatan, mengenai data ada di saya, tapi alangkah lebih baiknya kalau kepala balai yang memberikan informasi tersebut," kata Octavia, salah satu Staf BKSDA  Sumatera Selatan saat dikonfirmasi.

Ditanya soal tertutupnya informasi populasi harimau dari BKSDA Sumsel, dirinya mengatakan, tidak benar karena data-data dimiliki cukup terbuka, tapi harus izin dulu dengan pimpinan.

"Selain itu juga kita sudah menyusun dokumen terkait pemetaan kantong-kantong habitat gajah dan harimau di Sumatera Selatan," katanya.

Ia menambahkan, sebagai bahan diseminasi ke masyarakat khususnya di Sumatera Selatan, terkait dengan data-data nanti akan dikonsultasikan dengan pimpinan, mana yang bisa dipublikasikan dan mana yang sifatnya rahasia.

Ia mengakui, terkait dengan populasi satwa tidak semua punya data, karena keterbatasan pihaknya juga, sementara data yang ada cukup lengkap hanya satwa prioritas terancam punah di wilayah Sumsel.