Sudah saatnya Masjid menata diri

id Prof Komaruddin Hidayat, masjid, surau, ceramah, Laily Rahmawati, khutbah, pesan dakwah,

Sudah saatnya Masjid menata diri

Masjid Agung Palembang dengan latar langit biru (Foto Antarasumsel.com/Nova Wahyudi/den)

Bogor (Antarasumsel.com) - Cendikiawan Muslim Indonesia, Prof Komaruddin Hidayat mengatakan, sudah saatnya masjid-masjid di Indonesia melakukan penataan diri terutama dalam setiap khutbah, agar pesan dakwah yang disampaikan kepada masyarakat untuk meningkatkan ilmu dan ketakwaan.

"Jadi bukan sertifikat yang dibutuhkan, tapi konten dan budaya masjid itu yang harus ditata. Masjid yang menjaga kedamaian, meningkatkan keilmuan, ketakwaan, jangan jadi mimbar politik," kata Komaruddin usai menghadiri kegiatan Festival Madania, di Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu.

Menurut mantan rektor UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta itu, yang diperlukan saat ini adalah masjid melakukan administrasi dan menata diri. Misalnya masjid-masjid menata khotib yang akan memberi khutbah seperti apa. Dan sesekali melakukan survei berupa pengisian angkot kepada jamaah, untuk mengetahui kurikulum ceramah yang disukai seperti apa.

"Jadi ada peningkatan administrasinya," kata mantan calon Menteri Agama ini.

Ia mengatakan, penataan masjid tersebut menjadi tanggungjawab moral dari ormas-ormas Islam yang dapat berafiliasi ke organisasi besar seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah atau ormas lain yang juga ikut menjaga.

"Karena khutbah ini juga bagian dari kebebasan beragama," katanya.

Terkait rencana sertifikasi khotib yang disampaikan oleh Kementerian Agama, Komaruddin berpendapat hal tersebut tidak diperlukan, karena para khotib berasal dari seleksi alam.

        "Hendaknya pemerintah memfasilitasi masjid melakukan penataan, buat angket survei kepada jamaah, apa yang disenangi dari kurukulum itu. Memberikan khutbah di masjid ada rambu-rambunya, konten dan budaya masjid harus dijaga, jangan dilepas begitu aja. Karena memang ada beberapa masjid yang bahasanya keras," katanya.

    
Sertifikat Khotib
   Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan wacana mengenai sertifikasi khatib atau penceramah shalat Jumat merupakan aspirasi dari masyarakat.

        "Pemerintah melalui Kemenag hanya memfasilitasi saja aspirasi yang berkembang," kata Lukman di Jakarta, Senin (6/2).

        Dia mengatakan pemerintah sebagai fasilitator akan memberikan wewenang standarisasi khatib kepada para ulama yang ada di organisasi kemasyarakatan Islam.

        Lukman mengatakan pemerintah tidak bertindak sendirian untuk menetapkan sertifikasi khatib. Untuk aspirasi permintaan sertifikasi juga merupakan arus besar dari kalangan masyarakat yang diwakili ormas Islam.

"Siapa yang akan mengeluarkan standar itu? Itu bukan domain kami, itu domain ormas. Sertifikasi itu bukan ide murni saya malah justru mereka yang meminta adanya penataan dan pembinaan," kata dia.

Pemerintah, kata dia, tidak ada keinginan untuk melarang masyarakat beribadah, termasuk melarang seseorang boleh berceramah atau tidak.

"Pemerintah tidak mengatakan yang tidak bersertifikat atau berstandar kemudian tidak boleh khutbah. Pemerintah tidak punya domain melarang-larang itu. Itu hak masyarakat itu sendiri dan takmir-takmir masjid," kata dia.

Menurut Lukman, ada kecenderungan beberapa masjid menyampaikan khutbah yang justru memicu perpecahan umat Islam karena isi ceramah yang kontradiktif dengan nilai ke-Islaman itu sendiri.

Substansi khutbah Jumat, kata Lukman, mencakup banyak hal sesuai rukun khutbah seperti mengajak jamaah untuk meningkatkan ketaqwaannya, memberi nasihat dan mengajak kepada kebaikan.

Akan tetapi, kata dia, terkadang ada beberapa khatib yang lupa sehingga dalam khutbahnya justru mengejek, membanding-bandingkan dan isi ceramah lainnya yang justru menyampaikan pesan bertolak belakang dengan upaya menasihati pada kebaikan.

Sebaiknya, kata dia, ceramah Jumat dilakukan dengan pendekatan promotif bukan konfrontatif. Hal itu seiring dengan prinsip kemajemukan Indonesia dan tidak menimbulkan perpecahan.

"Kementerian Agama dan pemerintah mengingatkan agar khutbah disampaikan tidak konfrontatif," kata dia.