Jaksa ungkap penggunaan suap oleh Siti Fadilah

id Siti Fadilah Supari, hasil keuntungan investasi, Jaksa Penuntut Umum, penggunaan uang, diperoleh dari, Menteri Kesehatan 2004-2009

Jaksa ungkap penggunaan suap oleh Siti Fadilah

Ilustrasi (Antarasumsel.com/Grafis/Aw)

Jakarta (Antarasumsel.com) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mengungkap penggunaan uang yang diperoleh dari hasil keuntungan investasi Menteri Kesehatan 2004-2009 Siti Fadilah Supari.

Dana investasi itu sebagian diperoleh dari suap perusahaan rekanan Departemen Kesehatan senilai Rp1,875 miliar, kata jaksa penuntut umum KPK Iskandar Marwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

"Terdakwa Siti Fadilah Supari selaku Menteri Kesehatan RI 2004-2009 yang seluruhnya berjumlah Rp1,875 miliar dari Sri Wahyuningsih selaku Direktur Keuangan PT Graha Ismaya berupa Mandiri Traveller Cheque (MTC) sejumlah 20 lembar senilai Rp500 juta dan dari Rustam Syarifudin Pakaya (Kepala Pusat Penanggulangan Krisis atau PPK Depkes) yang diperoleh dari Dirut PT Graha Ismaya sejumlah Rp1,375 miliar juga berupa MTC," kata jaksa.

MTC itu diberikan dalam dua tahap, yaitu pada 11 Oktober 2007 oleh Sri Wahyuningsih di rumah dinas menteri sebesar Rp500 juta dan pada Januari 2008 yang diberikan oleh Rustam Syarifudin Pakaya sebanyak Rp1,375 miliar. MTC itu berasal dari perusahaan supplier alat kesehatan I Depkes, Dirut PT Graha Ismaya Masrizal Achmad Syarief.

"Terdakwa setelah menerima gratifikasi berupa MTC dari Sri Wahyuningsih dan Rustam Pakaya dalam jangka waktu 30 hari setelah penerimaan gratifikasi tidak melaporkan ke KPK sebagaimana dipersyaratkan dalam UU Pemberantasan Tipikor," kata jaksa Iskandar.

Selain MTC senilai total Rp1,875 miliar itu, Siti juga menerima BNI Traveller Cheque sejumlah Rp650 juta serta MTC lain senilai Rp3,115 miliar yang tidak diketahui asal-usulnya sehingga totalnya adalah Rp5,650 miliar.

        Siti lalu memberikannya kepada adiknya, Rosdiyah Endang Pudjiastuti untuk diinvestasikan di PT Sammara Mutiara Indonesia yang diwakilkan Jefri Nedi.

Selanjutnya ditrasfer ke rekening PT Manunggal Muara Palma, PT Tebo Indah (milik Jefri Nedi), ditransfer ke PT City Pacific Securities dalam rangka transaksi jual beli saham di BEJ, ditranfer ke rekening Jefri di Bank Permata sedangkan selebihnya biaya operasional PT Sammara Mutiara Indonesia.

"Investasi yang berasal dari gratifikasi berupa MTC dilakukan oleh terdakwa kepada PT Sammara Mutiara yang dikelola Jefri Nedi bersama-sama dengan Sri BImo Ariobuwono dan Tjondroargo Tandio menghasilkan keuntungan yang dipergunakan oleh terdakwa," kata jaksa.

Pada 17 Maret 2008 pembayaran perhiasan atas nama Siti Fadilah senilai Rp550 juta yang dibayar ke Toko Perhiasan Kalimantan di Kalimantan Selatan.

Pada 17 Maret 2008 pembayaran perhiasan atas nama Siti Fadilah senilai Rp150 juta ke Toko Perhiasan Kalimantan di Kalimantan Selatan.

Pada 13 Mei 2008, pembayaran perhiasan atas nama Siti Fadilah senilai Rp150 juta ke penjual perhiasan berlian.

Pada 30 Mei 2008, penerimaan dari PT Sammara digunakan untuk pembayaran cicilan rumah milik anak Siti Fadilah, Djodi Imam Prasodjo di daerah Pejaten Pasar Minggu Jakarta Selatan senilai Rp125 juta.

Pada 5 Juni 2008, pencairan bunga dari PT Sammara untuk pembayaran cicilan rumah milik anak Siti Fadilah, Djodi Imam Prasodjo di daerah Pejaten Pasar Minggu Jakarta Selatan senilai Rp120 juta.

Pada 10 Juli 2008, pencairan bunga dari PT Sammara untuk pembayaran cicilan rumah milik anak Siti Fadilah, Djodi Imam Prasodjo di daerah Pejaten Pasar Minggu Jakarta Selatan senilai Rp120 juta.

Penerimaan Rp25 juta untuk kebutuhan rumah dan keperluan pengajian rumah Siti Fadilah. Pada 29 Juli 2008 penerimaan Rp20 juta secara tunai untuk kebutuhan rumah dan keperluan pengajian rumah Siti Fadilah.

Pada 10 September 2008 penerimaan uang Rp50 juta untuk kebutuhan rumah tangga Siti Fadilah. Pada 19 September 2009, penerimaan Rp50 juta diserahkan tunai untuk kebutuhan rumah tangga Siti Fadilah.

Penerimaan Rp50 juta untuk kebutuhan rumah dan keperluan pengajian rumah Siti Fadilah. Penerimaan Rp40 juta untuk kebutuhan rumah dan keperluan pengajian rumah Siti Fadilah.

Pembayaran Cetak Buku milik Siti Fadilah sebesar Rp48 juta kepada PT Sulaksana Watinsa Indonesia milik Cardiyan. Pada 2 Juni 2008 penerimaan bunga Rp700 juta diserahkan secara tunai.

Pada 9 Juni 2008 penerimaan Rp380 juta secara tunai untuk kebutuhan rumah tangga Siti Fadilah. Penerimaan Rp320 juta untuk kebutuhan rumah tangga Siti Fadilah.

Penerimaan bunga Rp15 juta diserahkan tunai untuk kebutuhan rumah tanggan Siti Fadilah. Pada 24 Juni 2008 penerimaan uang Rp15 juta diserahkan secara tunai untuk keperluan rumah tangga Siti Fadilah.

Pada 25 Juni 2008 pencairan bunga sebesar Rp30 juta untuk membayar sumbangan pembangunan masjid di daerah Serang Banten
Pada 25 Juni 2008 pencairan Rp55 juta yang dikirim ke rekening Centre for Dialogue and Cooperation among Civilization dalam rangka Siti Fadilah membayar sumbangan atau bantuan.

Pada 22 Juli 2008 pencairan investasi sebesar Rp167,698 juta untuk pembayaran uang muka apartemen Siti Fadilah di Kuningan City. Pada 29 Agustus 2008 penerimaan uang Rp50 juta untuk kebutuhan rumah tangga Siti Fadilah.

Selanjutnya, Siti Fadillah saat melakukan pengajian di rumah mantan Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsudin pada akhir 2007 memberikan Rp100 juta dalam bentuk 10 lembar MTC ke Sri Wahyuningsih alias Cici Tegal selaku panitia "gerak hijrah" yang diselenggarakan Yayasan Orbit Lintas Profesi. Cici Tegal lalu memberikan 10 lembar MTC kepada Meidiana Hutomo.

Siti masih memberikan Rp25 juta dalam bentuk MTC pada Maret 2008 kepada pengarang buku "Saatnya Dunia Berubah (Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung) Cardiyan saat melakukan kunjungan kerja ke Yogyakarta.

Atas perbuatan itu, Siti didakwa pasal 12 huruf b atau pasal 11 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 65 ayat 1 KUHP.

Pasal itu mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.