Dishut: Dilarang kelola hutan lindung tanpa izin

id hutan, izin kementerian kehutan, kawasan lindung Register 38, Gunung Balak, milik adat, SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, penetapan hutan ad

Dishut: Dilarang kelola hutan lindung tanpa izin

Foto udara lokasi restorasi Hutan Harapan dikawasan hutan Sumatra, Jambi,. (FOTO ANTARA/Reno Esnir)

Bandar Sribhawono, Lampung Timur  (Antarasumsel.com) - Pemerintah Provinsi Lampung melalui Dinas Kehutanan menegaskan kawasan lindung Register 38 Gunung Balak di Kabupaten Lampung Timur dilarang untuk digarap tanpa izin pemerintah.

Warga yang akan menggarap lahan di Register 38 Gunung Balak itu wajib mengajukan permohonan pengelolaan hutan lindung itu, mengingat status kawasan ini merupakan hutan lindung dan tanah milik negara, kata Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung Ir Syaiful Bachri MM, saat menggelar pertemuan dengan perwakilan warga kawasan Gunung Balak, di kantor Kecamatan Bandar Sribhawono, Lampung Timur, Kamis.

Pertemuan digelar bersama jajaran Pemkab Lampung Timur.

"Kalau bapak-bapak akan mengelola hutan lindung ini, sampaikan permohonan izin ke Kementerian Kehutanan melalui kami di Dinas Kehutanan Provinsi Lampung," ujar Syaiful pula.

Dia menjelaskan bahwa Register 38 Gunung Balak merupakan hutan lindung dan tanah milik negara yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Ia menguraikan pula, dalam undang-undang yang mengatur hutan lindung itu, warga tidak diizinkan mengelola kawasan hutan lindung. Namun jika pemerintah mengizinkan, warga bisa memanfaatkan kawasan hutan tersebut.      
"Di dalam hutan lindung pengelolaannya diatur oleh Undang-Undang tentang Kehutanan dan warga tidak diizinkan melakukan aktivitas di dalamnya. Namun pengelolaan dan pemanfaatannya bisa dilakukan sesuai aturan setelah mendapatkan izin dari Kementerian Kehutanan. Jadi, jika Kementerian Kehutanan mengizinkan, warga bisa menggarapnya," kata dia lagi.

Ia meminta warga yang akan mengajukan izin pengelolaan lahan di Gunung Balak itu untuk menentukan posisinya dimana yang akan dimanfaatkan. Nanti pihaknya akan mengecek dan mendatanya, lalu diajukan permohonan itu ke Kementerian Kehutanan.

Begitu pula bagi warga yang sudah telanjur menggarap lahan di Gunung Balak itu, tetap harus mengikuti aturan yang ada, dengan mengajukan permohonan yang diperlukan, ujarnya pula.

Dia menyebutkan, skema yang disiapkan oleh pemerintah adalah hutan sosial atau seperti hutan desa, hutan kemasyarakatan, dan hutan kemitraan.

Syaiful mengingatkan kembali warga di Register 38 Gunung Balak bahwa kawasan tersebut adalah hutan lindung dan tidak boleh dihilangkan fungsinya sebagai penyangga kehidupan.

Sebelumnya, ribuan warga yang berdiam di kawasan lindung Register 38 Gunung Balak di Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung berdemonstrasi. Mereka menuntut pengelolaan kawasan Register 38 yang sudah dihuni warga sejak 1997.

"Kami menuntut pengelolaan kawasan Register 38 Gunung Balak yang sudah didiami selama ini di lahan yang dikelola warga sejak 1997," kata Wayan Pase, seorang penduduk di kawasan Register 38 Gunung Balak, Sabtu, 28 Januari 2017, saat berdemo dan beraudiensi dengan jajaran Pemerintah Provinsi Lampung, Pemerintah Kabupaten Lampung Timur, Kepolisian Resor Lampung Timur, dan Kodim 0411 Lampung Tengah.

Wayan mengungkapkan, tujuan demo warga kawasan Register 38 adalah meminta Pemprov Lampung melalui Dinas Kehutanan memberikan kejelasan status atas tanah yang didiami dan dikelola warga setempat. "Tujuan demo ini bukan untuk provokatif. Kami meminta arahan dan pembinaan dari pemerintah terkait dengan persoalan kami. Kami ingin kejelasan tanah kami, dan kami meminta tanah kami dilegalkan. Sudah 20 tahun tanah ini kami tinggali," ujar Wayan.

Wayan bersama warga lainnya mengakui memang tanah kawasan yang didiami statusnya ilegal karena merupakan tanah milik negara. Namun, demi kesejahteraan masyarakat, pemerintah diminta melegalkannya.

Selain menuntut pengelolaan tanah Register 38, warga tersebut juga mengungkapkan, di sekitar kawasan lindung yang sudah digarap warga saat ini, ditanami pula sejumlah tanaman oleh warga yang tidak dikenal sehingga bisa memicu konflik antarwarga.

"Lahan kami ditanami oleh warga yang tidak kami kenal. Kami ingin tanaman itu dicabut agar kami tidak dibenturkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab," ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.

Warga pun mengultimatum pemerintah dan pihak keamanan agar menyelesaikan permasalahan itu secepatnya, paling lama dua minggu sejak demo digelar.