Keterangan saksi ringankan Bupati Nonaktif Banyuasin

id bupati, bupati banyuasin yan anton

Keterangan saksi ringankan Bupati Nonaktif Banyuasin

Bupati Banyuasin non aktif Yan Anton Ferdian (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/Lmo/aww/17)

Palembang (Antarasumsel.com) - Keterangan salah seorang saksi yang berprofesi sebagai pengusaha dalam persidangan kasus korupsi meringankan terdakwa bupati nonaktif Banyuasin Yan Anton Ferdian.

Saksi Asmuin di ruang sidang Pengadilan Tipikor Palembang, Kamis, mengatakan pemberian uang "fee" selalu melalui Sutaryo (Kasi di Dinas Pendidikan Banyuasin) yang tidak pernah menyebutkan bahwa uang tersebut akan diserahkan ke bupati.

"Setiap Sutaryo meminta selalu saya kasih, dan dia bilang untuk atasannya, tanpa menyebutkan untuk siapa, apakah untuk kabid, kadis, sekda, atau bupati," kata Asmuin dihadapan majelis hakim yang diketuai Aripin dengan anggota Paluko dan Haridi.

Asmuin mengatakan, selama berkecimpung dalam proyek di Pemkab Banyuasin sejak 2013, ia selalu terhubung dengan Sutaryo yang merupakan temannya sesama transmigran di Banyuasin pada 1979.

Ia mengatakan bahwa Sutaryo yang awalnya menawarkan proyek karena dirinya gagal dalam berjualan buku Lembar Kerja Siswa (LKS) ke sekolah-sekolah.

Kemudian Asmuin memulai dengan mengerjakan proyek swakelola Dana Alokasi Khusus dengan menawarkan perealisasian anggaran ke sejumlah kepala sekolah. Saat itu, Asmuin terpilih dalam skema penunjukan langsung dengan nominal proyek berkisar Rp50 juta-Rp100 juta.

Setelah itu, berlanjut ke sejumlah proyek penunjukan langsung hingga akhirnya tertarik mengikuti tender atas ajakan Sutaryo, untuk pengadaan barang dengan nominal dibahwa Rp5 miliar.

"Supaya menang, dua minggu sebelum proses lelang di LPSE, saya diberikan dokumen terlebih dahulu oleh Sutaryo mengenai spesifikasi dan kualitas barang, termasuk mengenai Harga Perkiraan Sendiri (HPS)," kata dia.

Untuk memenangkan setiap proses tender, Asmuin yang tercatat sebagai Direktur CV Orija dan Wakil Direktur PT Media Pustakom mengakui bahwa ia sempat menggunakan sejumlah CV dan PT milik orang lain agar mendapatkan lebih dari satu paket proyek. Salah satunya, PT milik temannya asal Solo.

Penggunakan perusahaan orang lain ini tidak menjadi masalah bagi Asmuin, karena Sutaryo yang mengurusnya. Meski pemenang tender bukan perusahaan miliknya, tapi pekerjaan fisiknya menjadi wewenang penuh Asmuin termasuk pencairan dana.

"Saya tidak tahu menahu soal bagiamana prosesnya supaya menang, semua yang urus Sutaryo. Saya hanya menyiapkan surat menyurat dan dokumen saja," kata dia.

Atas kerja sama itu, Asmuin diminta menyerahkan fee sebesar 15-20 persen, plus 2 persen untuk panitia lelang.

Terhitung sejak 2013, Asmuin telah menyetor sejumlah uang fee proyek ke Sutaryo, di antaranya pada tahun 2014 Rp200 juta dan Rp250 juta, 2015 Rp275 juta dan Rp60 juta, Agustus 2016 Rp300 juta dan awal Agustus 2016 Rp1 miliar.

Ketika ditanya anggota majelis hakim bagaimana yang bersangkutan mendapatkan keuntungan dari proyek tersebut mengingat telah dipotong hingga 22 persen (20 persen pemkab dan 2 persen panitia lelang), Asmuin mengatakan tidak menyangkal bahwa keuntungan yang diperoleh menjadi sangat kecil yakni hanya sekitar 8 persen.

"Bagi saya yang menjadi pengusaha, tidak apalah, yang penting hitung-hitungannya masih masuk (ada profit). Tapi, jika harus berhitung seharusnya keuntungan yang wajar itu 10 persen, saya masih mau karena ada diskon saat beli barang," kata dia.

Asmuin dimajukan ke persidangan sebagai saksi oleh Jaksa Penuntut Umum lantaran dinilai sangat memahami mengenai pembagian fee di Diknas Banyuasin.

Sementara itu, seorang pengusaha yakni Zulfikar Muharrami telah divonis hakim Pengadilan Tipikor Palembang hukuman 1,5 tahun penjara setelah terbukti menyediakan dana untuk menyuap Bupati Yan Anton.

Yan Anton dimajukan ke persidangan setelah diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan KPK pada 4 September 2017 saat menerima suap dari Zulfikar dengan perantara Kirman (pengusaha). Saat itu Yan Anton menerima bukti setor pelunasan ONH Plus atas nama dirinya dan istri senilai Rp531,031 juta.

Pada saat OTT itu, KPK juga menangkap Rustami (Kabag RT Pemkab), Kirman, dan Umar Ustman (Kepala Dinas Pendidikan Banyuasin).

Jaksa Penutut Umum mendakwa Yan Anton dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara untuk dakwaan kedua, yakni Pasal 13 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP menurut penilaian JPU tidak terbukti secara hukum.

Demikian juga untuk tiga terdakwa lainnya, Kirman dan Rustami (satu berkas), dan Umar Ustman.