Sejarawan luruskan kisah Tanjung Marthafons

id Tanjung Marthafons, masyarakat Maluku, legenda percintaan, kapten kapal Portugis, Teluk Ambon

Sejarawan luruskan kisah Tanjung Marthafons

Tanjung Marthafons (Ist)

Ambon (Antarasumsel.com) - Sejarawan Simon Maelissa meluruskan kisah Tanjung Marthafons, yang populer di tengah masyarakat Maluku sebagai legenda percintaan hingga cerita bunuh diri kapten kapal Portugis dan gadis desa Rumah Tiga, Kecamatan Teluk Ambon.

"Cerita tentang Tanjung Marthafons ini telah diubah ke dalam banyak versi, mulai dari cerita cinta, hingga menjadi legenda di tengah masyarakat kita," kata Simon Maelissa dalam kegiatan Jelajah Pusaka Bahari Teluk Ambon yang digelar oleh Balai Arkeologi Maluku, Sabtu.

Tanjung yang berada tak jauh dari ujung dermaga penyebrangan Desa Galala - Poka itu, kata dia, memiliki nilai historis dalam catatan sejarah ekspansi monopoli jalur rempah-rempah bangsa Portugis di Maluku, khususnya Kota Ambon yang menjadi salah satu pelabuhan utama perdagangan bagi mereka.

Tak seperti cerita yang marak beredar di tengah masyarakat, penamaan dermaga yang dibangun oleh Portugis itu tidak ada sangkut pautnya dengan kisah percintaan antara tokoh fiktif Kapten Alfonso dan Martha, gadis penjual sagu dari Desa Rumahtiga.

"Cerita-cerita itu tidak ada kaitannya sama sekali. Penamaan tanjung Martafons diambil dari nama Laksamana Martin de Alfons, pemimpin kapal-kapal Portugis yang mengangkut rempah-rempah dari berbagai wilayah di Maluku dan Maluku Utara," katanya.

Entah dari mana asalnya, mantan dosen sejarah di Universitas Pattimura (Unpatti) itu mengaku tak tahu-menahu dengan pasti kapan dan bagaimana kisah sejarah penamaan Tanjung Marthafons bisa berganti dan populer di tengah masyarakat.

Dalam cerita yang beredar di masyarakat, Marthafons diambil dari nama Alfonso dan Martha yang saling jatuh cinta. Ibarat kisah Romeo dan Juliet, romansa mereka terhalang oleh tugas sang marinir dan larangan orang tua si gadis, sehingga mereka memilih untuk mengakhiri hidup dengan terjun di tanjung Marthafons.

Versi lainnya menyebutkan, kisah kedua tokoh fiktif ini tidak sampai berujung pada kematian tapi berakhir bahagia, karenanya nama tanjung dinamai dengan nama mereka sebagai simbol kisah cinta abadi.

Kepopuleran kisah ini bahkan dimuat dalam situs resmi Pemerintah Kota Ambon. Ceritanya juga pernah digarap menjadi pertunjukan drama musikal "Kisah Cinta Tanjung Marthafons" oleh Lawamena, sanggar lokal dalam Festival Nasional Teater Tradisional, di Jakarta pada Juni 2014.

"Tidak tahu dari mana cerita itu berasal dan berkembang sedemikian rupa, tapi cerita ini sangat populer di tengah masyarakat," kata Simon.

Jelajah Pusaka Bahari merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Temu Jurnalistik Arkeologi yang digelar oleh Balai Arkeologi pada 17 - 18 Februari.

Dalam kegiatan pelayaran sejarah mengelilingi Teluk Ambon menggunakan KMP Lelemuku itu, Sejarawan Simon Maelissa dan Guru Besar Sejarah dari Unpatti Prof. John A. Pattykaihatu dihadirkan sebagai narasumber.