Wall Street turun akibat kekhawatiran kenaikan suku bunga

id wall street, saham amerika serikat, aksi ambil untung, setelah kenaikan, Indeks Dow Jones, Industrial Average, indeks komposit

Wall Street turun akibat kekhawatiran kenaikan suku bunga

Pialang saham melihat grafik saham di layar (Reuters)

New York (Antara/Xinhua) - Saham-saham di Wall Street berakhir merosot pada Senin (Selasa pagi WIB), karena kemungkinan kenaikan suku bunga pada Maret meningkat setelah pidato Ketua Federal Reserve Janet Yellen.

Indeks Dow Jones Industrial Average turun 51,37 poin atau 0,24 persen menjadi ditutup pada 20.954,34 poin. Sementara indeks S&P 500 kehilangan 7,81 poin atau 0,33 persen berakhir di 2.375,31 poin dan indeks komposit Nasdaq berkurang 21,58 poin atau 0,37 persen menjadi 5.849,17 poin.

Yellen pada Jumat (3/3) mengisyaratkan bahwa kenaikan suku bunga dalam pertemuan kebijakan moneter bulan ini kemungkinan akan tepat jika ekonomi berkembang sejalan dengan ekspektasi para pejabat Fed.

"Pada pertemuan kami bulan ini, Komite (Pasar Terbuka Federal)  akan mengevaluasi apakah pekerjaan dan inflasi terus berkembang sesuai dengan harapan kami, jika ya penyesuaian lebih lanjut suku bunga federal fund kemungkinan akan tepat," kata Yellen dalam pidatonya di Klub Eksekutif Chicago.

The Fed dijadwalkan mengadakan pertemuan kebijakan moneter berikutnya pada 14 dan 15 Maret.

Ekspektasi pasar untuk kenaikan suku bunga pada Maret adalah sekitar 86 persen, menurut alat FedWatch CME Group.

Di sisi ekonomi, pesanan baru AS untuk barang-barang manufaktur pada Januari, naik enam dari tujuh bulan terakhir, meningkat 5,5 miliar dolar AS atau 1,2 persen menjadi 470,2 miliar dolar AS, Departemen Perdagangan melaporkan Senin (6/3).

Di luar negeri, pasar ekuitas Eropa juga menurun pada Senin (6/3). Indeks acuan DAX-30 Jerman di Bursa Efek Frankfurt menurun 0,57 persen, sedangkan indeks acuan FTSE-100 Inggris turun 0,33 persen.

Di Asia, saham-saham Tiongkok ditutup lebih tinggi pada Senin (6/3), dengan indeks utama Shanghai naik 0,48 persen, setelah kepemimpinan negara itu meyakinkan para investor tentang reformasi.