Pengembangan kawasan lembah harau terkendala izin BKSDA

id hutan, lembah, lokasi wisata, izin lahan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam, bksda

Pengembangan kawasan lembah harau terkendala izin BKSDA

Ilustrasi Hutan Harapan .(ANTARA/Reno Esnir/Ang)

Sarilamak, Sumbar (Antarasumsel.com) - Pengembangan lokasi wisata Lembah Harau Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat (Sumbar) terkendala izin lahan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata Pemuda Olahraga Kabupaten Limapuluh Kota, Yatmiko saat dihubungi dari Sarilamak, Kamis, mengatakan kendala pemerintah setempat mengembangkan destinasi wisata tersebut terkendala dengan kawasan dan harus ada izin dari BKSDA.

Sehingganya, kata dia persoalan izin menjadi kendala apabila pemerintah daerah ingin mengembangkan atau membangun fasilitas untuk menunjang sektor pariwisata di Kawasan Lembah Harau.

Ia menerangkan pihaknya bersyukur ada penurunan status kawasan di Kawasan Lembah Harau, dimana yang dulunya adalah hutan lindung menjadi taman wisata alam. Penurunan status telah membuka peluang pemerintah daerah untuk mengembangkannya sebagai destinasi wisata unggulan.

Sehingga destinasi wisata tersebut dapat dikelola dengan maksimal untuk mendatangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta meningkatkan perekonomian masyarakat, terutama di sekitar Kawasan Lembah Haru.

"Yang kami hadapi sekarang ini, belum adanya persamaan pandangan atau persepsi dan konsep membangun Harau antara pemerintah daerah dengan BKSDA," ujar dia.

Pihaknya berharap pemerintah daerah dan BKSDA satu pandangan atau persepsi untuk membangun Lembah Harau sehingga dapat memberikan kontribusi bagi daerah serta masyarakat sekitar, walaupun keduanya memiliki fungsi yang berbeda.

"Kalau ingin mengembangkan Lembah Harau agar dapat memberikan kontribusi positif pada semua sektor dan salah satu alat untuk menyejahterakan masyarakat, maka semua pihak mesti duduk bersama," kata dia.

Sementara itu Kepala Dinas Pariwisata Sumatera Barat, Oni Yulfian mengemukakan pengembangan pariwisata harus terpadu dan sinkron antara kabupaten, kota, provinsi hingga pusat agar permasalahan serta kendala yang muncul dalam prosesnya bisa diselesaikan bersama, sehingga hasilnya bisa lebih cepat dan maksimal.

Menurutnya pola tersebut bisa dilakukan untuk mempercepat pengembangan pariwisata daerah yang memiliki keterbatasan anggaran.

Meski demikian pengembangan secara parsial atau sebagian-sebagian, menurutnya tetap bisa dilakukan oleh kabupaten dan kota terutama jika ada investor yang datang.