Hakim: Agenda tuntutan Ahok Selasa pekan depan

id hakim, tututan, agenda tuntutan, jpu, ahok, persidangan, penistaan agama, bukti persidangan, Kuasa hukum Ahok, Kepulauan Seribu

Hakim: Agenda tuntutan Ahok Selasa pekan depan

Ilustrasi Basuki Tjahaja Purnama bersiap menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di PN Jakarta Utara, Jakarta. (ANTARA FOTO/Pool/M Agung Rajasa)

Jakarta (Antarasumsel.com) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menetapkan sidang kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan dilanjutkan dengan agenda tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Selasa (11/4) mendatang.

"Diperintahkan agar Jaksa mulai besok menyicil tuntutannya dan diharapkan tanggal 11 siap dibacakan," kata Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto.

Ketua Majelis Hakim menyatakan itu sebelum menutup lanjutan sidang Ahok dengan agenda pemeriksaan terdakwa dan barang bukti di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (4/4) malam.

Kemudian, lanjut Dwiarso, mulai tanggal 11 karena telah melewati masa pembuktian, kamera boleh masuk boleh live.

"Nanti akan diatur tempatnya," ucapnya.

Sementara soal persiapan agenda tuntutan pekan depan itu, Ahok menyatakan bahwa hal itu urusan dari tim penasihat hukum.

"Kalau dibacakan tuntutan ya kami tinggal duduk dengarkan saja. Ini urusan penasihat hukum," kata Ahok seusai menjalani persidangannya yang ke-17 tersebut.

Ia pun memastikan bahwa agenda pledoi dari tim penasihat hukum akan dimajukan dari 18 April menjadi 17 April 2017.

"Kalau tuntutannya tanggal 11, kan hakim bilang tanggal 18 kan terlalu dekat sama Pilkada, dia majukan ke tanggal 17. Berarti tanggal 17 kami akan pembelaan pledoi. Yang pasti hakim mengatakan minggu depan semua televisi boleh live karena bukan pemeriksaan materi," kata Ahok.

Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.

Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.