Mekanisme penuyaluran BOS sebabkan kepsek berhutang

id Bantuan Operasional Sekolah, Hamid Muhammad, Kemdikbud, dana sekolah, kepala sekolah, Kemdagri, keterlambatan dana BOS

Mekanisme penuyaluran BOS sebabkan kepsek berhutang

Ilustrasi. (ANTARA FOTO)

Jakarta (Antarasumsel.com) - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mengakui mekanisme penyaluran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang baru menyebabkan kepala sekolah berhutang termasuk dalam persiapan penyelenggaraan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK).

"Jadi memang ada mekanisme penyaluran baru dari Kementerian Dalam Negeri, BOS yang dulunya masuknya hibah jadi belanja langsung sehingga sekarang terjadi penyesuaian," ujar Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemdikbud, Hamid Muhammad,  di Jakarta, Rabu.

Perubahan tersebut menyebabkan dana BOS yang diperuntukkan bagi sekolah negeri jadi terhambat. Kondisi tersebut, berbeda dengan sekolah swasta.

"Jadi mekanismenya lebih panjang. Kalau dulu, dari pusat ke provinsi lalu ke sekolah. Tetapi kalau sekarang dari pusat ke provinsi, nah untuk pencairannya sekolah harus mengajukan dulu mau digunakan untuk apa," papar dia.

Hamid mengatakan saat ini, dana BOS tersebut sudah ada di provinsi. Namun pengaturan dari Kemdagri baru selesai pada pertengahan Februari, sementara petunjuk teknis BOS sendiri sudah selesai sejak awal Desember 2016.

"Kalau swasta sudah beres semua, kalau negeri belum semuanya cair dana BOS. Saat ini, yang sudah cair baru delapan provinsi saja,  sisanya belum."

Kondisi itu juga dipercaya dengan banyaknya pergantian kepala dinas pendidikan di daerah. Hamid menyebut separuh dari pejabat dinas pendidikan daerah yang sudah diundang Kemdikbud mengenai aturan baru itu diganti dengan pejabat baru.

"Akibatnya sekolah menjadi korban,"cetus dia.

Laporan yang diterima Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyebut terjadi keterlambatan dana BOS di Tasikmalaya dan Garut (Jawa Barat). Akibatnya kepala sekolah berhutang kepada pihak ketiga untuk menyelenggarakan UNBK. Harga server yang mahal, pengadaan jaringan dengan "bandwith" memadai juga tak murah, belum lagi penyediaan laptop untuk memenuhi ketentuan satu komputer untuk tiga siswa.

"Dana sekolah yang terbatas lebih diperparah dengan dana BOS belum cair atau diterima sekolah, sehingga banyak kepala sekolah terpaksa mencari hutangan," kata Sekretaris Jenderal FSGI, Retno Listyarti.