Mereka yang mematahkan mitos "pekerjaan laki-laki"

id wanita, pilot, kapten kapal terbang, kokpit, Kapten Ida Fiqriah, menerbangkan pesawat

Mereka yang mematahkan mitos "pekerjaan laki-laki"

Ilustrasi (Foto IST)

....perempuan menjadi pasukan perdamaian memang tidak mudah karena mereka ditempatkan di daerah konflik selama enam bulan sampai setahun....
Jakarta (Antarasumsel.com) - Sore itu (21/4) kokpit pesawat Garuda Indonesia nomor penerbangan GA 167 tujuan Padang- Jakarta diisi oleh Kapten Ida Fiqriah yang merupakan kapten perempuan pertama di Garuda Indonesia, bersama ko-pilot Sari Ardisa, mereka siap menerbangkan pesawat.

Waktu itu cuaca sedang mendung, beberapa kali lampu tanda "mengenakan sabuk pengaman" menyala, meski demikian penerbangan selama dua jam tersebut berhasil mendarat dengan mulus di Bandara Soekarno-Hatta,Tangerang, Banten.

Para penumpang pun memberikan tepuk tangan kepada kapten, ko-pilot beserta awak kabin lainnya karena telah mengantarkan mereka ketempat tujuan dengan selamat.

Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum Garuda Indonesia Sari Suharso yang saat itu juga ikut menikmati perjalanan tersebut mengatakan Ida Fiqriah baru saja diangkat menjadi kapten sekitar dua minggu lalu.

"Dia sudah berpengalaman 18 tahun menjadi pilot, sebelum menjadi kapten Ida sudah mengikuti serangkaian tes kelayakan," kata Sari Suharso.

Garuda Indonesia memiliki sekitar 930 pilot, di mana 31 diantaranya adalah perempuan.

Dia berharap ke depan lebih banyak lagi perempuan yang berani untuk menjadi pilot karena saat ini tak ada lagi penghalang perempuan untuk menjadi apa pun yang mereka inginkan.

Emansipasi perempuan juga terasa di Bukittinggi, Sumatera Barat dengan adanya 17 perempuan di Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) pada tahun ini.

Awalnya perempuan di korps pamong praja ini dibentuk untuk menggantikan personel Satpol PP laki-laki yang bebas tugas ketika adzan Shalat Jumat berkumandang.

Mereka akan mengelilingi kota yang mayoritas penduduknya Muslim itu, kemudian mendatangi tempat-tempat berkumpulnya anak sekolah seperti penyewaan "play station" untuk menyuruh mereka Shalat Jumat.

Tidak hanya anak-anak tapi pria dewasa yang terlihat tidak melaksanakan shalat juga akan ditegur oleh mereka.

"Memang mereka banyak patroli di taman juga di tempat "play station" karena di sana banyak anak laki-laki bermain dan tidak Shalat Jumat. Mereka dibagi ke dalam dua regu, ada yang delapan orang dan sembilan orang," kata Ketua Seksi Petugas Tindak Internal Satpol PP Bukittinggi, Erneli.

Jika regu pertama berkeliling kota, maka regu kedua akan piket di rumah wali kota.

Tidak hanya bertugas di hari Jumat, pada hari lain mereka juga ikut berperan menegakkan peraturan daerah dan ikut menertibkan pedagang kaki lima di sekitaran Jam Gadang.

Dengan seragam Satpol PP, sepatu boot serta kerudung, mereka bekerja menggunakan mobil patroli dengan bak terbuka, walaupun sebenarnya pemerintah daerah telah menawarkan mobil patroli yang tertutup.

"Mereka yang tidak mau dibedakan dengan laki-laki, katanya enggak apa-apa mobil yang terbuka. Saat di mobil mereka pun sampai menaikkan kaki," kata Erneli.

Menurut Erneli, tak ubahnya seperti Satpol PP kebanyakan, para srikandi pamong praja ini juga memiliki keberanian yang tinggi, karena tak jarang mereka menggelar patroli terpisah dengan menggunakan sepeda motor besar.

"Para Satpol PP Perempuan ini juga dilatih sama dengan laki-laki. Syarat masuknya yang penting mereka memiliki dasar bela diri," ucap dia.

Keberadaan Satpol PP perempuan ini juga memberikan warna tersendiri saat tim Satpol PP menggelar razia karena mereka mampu memberikan pemahaman kepada pelanggar perda secara persuasif sehingga mengurangi tensi panas ketika tim melakukan penertiban.

"Paling saat ini yang menjadi perhatian mereka ingin mengenakan baju panjang. Tetapi itu belum bisa kami realisasikan segera karena butuh anggaran baru. Namun yang jadi semangat kami mereka bahkan rela merogoh kocek pribadinya untuk membeli sendiri baju panjang seperti itu," kata dia.

    
       Perempuan Indonesia Untuk Dunia

Tak hanya di dalam negeri, perempuan Indonesia juga menunjukkan tajinya di kancah internasional dengan menjadi anggota pasukan perdamaian dunia sesuai dengan komitmen sidang Commission of the Status of Women ke-61 di New York, Amerika Serikat pada 13 sampai 24 Oktober 2017 lalu.

Tahun ini Indonesia berjanji menambah 15 persen perempuan dari 2.867 total anggota pasukan perdamaian yang dikirim Indonesia pada 10 misi perdamaian.

Saat ini, Indonesia baru mengirimkan 18 perempuan.

Anggota delegasi Indonesia dari Kementerian Luar Negeri pada CSW ke-61 Grata Endah Werdaningtyas mengatakan peran perempuan dibutuhkan tidak hanya sebatas polisi dan tentara tetapi juga sipil seperti dokter, relawan, ahli gender, ahli negosiasi, dan juga ahli hukum.

"Karena kita sedang berbicara tentang pembangunan pasca konflik," kata Grata.

    
          Tidak mudah
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise mengatakan mebambah perempuan menjadi pasukan perdamaian memang tidak mudah karena mereka ditempatkan di daerah konflik selama enam bulan sampai setahun.

Oleh karena itu, Kemen PPPA akan bekerja sama dengan Polri dan TNI mencari relawan yang bersedia menjadi pasukan perdamaian dunia.

"Kita menargetkan tahun ini sekitar 400 perempuan yang ikut misi perdamaian dunia. Kita akan mencari ke daerah-daerah siapa tahu ada yang berminat karena kami membutuhkan ahli-ahli berbagai bidang," ucap dia.

Menurut Yohana, kehadiran perempuan di zona konflik akan lebih efektif dalam membangun komunikasi dengan penduduk lokal dan dapat menjadi panutan bagi komunitas terkait kepemimpinan perempuan serta memperbaiki budaya kerja pasukan menjadi semakin peka gender dan responsif.