Ahok singgung tulisan Goenawan Mohamad dalam pledoi

id Jaksa Penuntut Umum, jpu, Basuki Tjahaja Purnama, ahok, Ali Mukartono, pledoi

Ahok singgung tulisan Goenawan Mohamad dalam pledoi

Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) (ANTARA/Indrianto Eko Suwarso/Ang)

Jakarta (Antarasumsel.com) - Terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyinggung tulisan budayawan Goenawan Mohammad saat membacakan nota pembelaan atau pledoi dalam lanjutan sidang di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa.

"Adapun salah satu tulisan yg menyatakan saya korban fitnah adalah tulisan Goenawan Mohamad," kata Ahok saat membacakan pledoinya tersebut.

Ahok menyatakan dalam tulisan itu disebutkan bahwa "Ahok tidak menghina Agama Islam tetapi tuduhan itu setiap hari dilakukan berulang-ulang kali seperti kata ahli propaganda Nazi Jerman"
Kemudian dalam tulisan itu Ahok mengatakan "Dusta yang terus menerus diulang akan menjadi kebenaran. Kita dengarnya di masjid-masjid, media sosial, percakapan sehari-hari, sangkaan itu sudah bukan menjadi sangkaan tetapi menjadi kepastian".

"Ahok pun harus diusut oleh pengadilan, Undang-Undang Penistaan Agama yang diproduksi rezim Orde Baru sebuah Undang-Undang yang batas pelanggarannya tidak jelas. Tidak jelas pula siapa yang sah mewakili agama yang dinistakan itu," kata Ahok.

Alhasil, kata Ahok dalam tulisan itu dirinya dilakukan tidak adil dalam tiga hal, yaitu difitnah, dinyatakan bersalah sebelum pengadilan, dan diadili dengan hukum meragukan.

"Adanya ketidakadilan dalam kasus ini tetapi bertepuk tangan untuk kekalahan politik Ahok," ucap Ahok.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun terhadap Ahok.

"Maka disimpulkan perbuatan  Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sudah secara sah, terbukti, dan meyakinkan telah memenuhi rumusan-rumusan unsur pidana dengan pasal alternatif kedua pasal 156 KUHP," kata Ali Mukartono, Ketua Tim JPU saat membacakan tuntutan tersebut pada Kamis (20/4).

Sebelumnya, Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.

Pasal 156a KUHP menyebutkan pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Sementara menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal itu dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.