Jakarta (Antarasumsel.com) - Kejaksaan Agung terus memburu buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Tentunya terus diburu," kata Jaksa Agung HM Prasetyo di Jakarta, Jumat.
Pada 17 Oktober 2006, Jaksa Agung saat itu, Abdul Rahman Saleh meluncurkan secara resmi penayangan 14 wajah koruptor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Ke-14 buron korupsi BLBI yang ditayangkan itu, yakni Sudjiono Timan (Dirut PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI)), Eko Edi Putranto (Direksi Bank Harapan Sentosa (BHS)), Samadikun Hartono (Presdir Bank Modern), Lesmana Basuki (Kasus BLBI), Sherny Kojongian (Direksi BHS), Hendro Bambang Sumantri (Kasus BLBI), Eddy Djunaedi (Kasus BLBI), Ede Utoyo (Kasus BLBI), Toni Suherman (Kasus BLBI), Bambang Sutrisno (Wadirut Bank Surya), Andrian Kiki Ariawan (Direksi Bank Surya), Harry Mattalata alias Hariram Ramchmand Melwani (Kasus BLBI), Nader Taher (Dirut PT Siak Zamrud Pusako), dan Dharmono K Lawi (Kasus BLBI).
Dari ke-14 nama, di antaranya Sherny Kojongian telah dibawa ke Tanah Air setelah ditangkap Interpol di San Francisco, Amerika Serikat. Ia diterbangkan ke Indonesia tahun lalu.
Kemudian Adrian Kiki Ariawan telah dipulangkan juga ke Indonesia setelah High Court Australia mengabulkan permohonan ekstradisi yang diajukan Indonesia untuk Adrian Kiki Ariawan pada 18 Desember 2013. Permohonan itu diajukan pada 28 September 2005, berdasarkan surat bernomor M.IL.01.02-02.
Terkait KPK yang mengungkap kembali kasus BLBI tersebut, Prasetyo menyatakan bersyukur kasus tersebut diungkap kembali.
"Tentunya kami bersyukur mengangkat kasus itu. KPK menemukan ketidakberesan pelaksanaan SKL (Surat Keterangan Lunas). Tentunya kami akan koordinasikan," tandasnya.
KPK menetapkan Syafruddin sebagai tersangka karena diduga saat menjabat sebagai Kepala BPPN pada 2004, dia mengusulkan pemberian Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham atau Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham atau pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada 2004.
Syafruddin mengusulkan SKL itu untuk disetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dengan melakukan perubahan atas proses ligitasi kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh BDNI ke BPPN sebesar Rp4,8 triliun.
Litigasi yang dimaksud adalah membawa penyimpangan penggunaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang dilakukan BDNI di bawah kendali Sjamsul Nursalim ke pengadilan. Sedangkan restrukturisasi adalah upaya perbaikan cara kepada debitur yang mengalami kesulitan untuk mengembalikan utangnya.
Hasil restrukturisasinya adalah Rp1,1 triliun dapat dikembalikan dan ditagihkan ke petani tambak, sedangkan Rp3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturisasi. Artinya ada kewajiban BDNI sebesar Rp3,7 triliun yang belum ditagihkan dan menjadi kerugian negara.
Berita Terkait
Psikososial cegah perudungan di sekolah
Sabtu, 24 Februari 2024 9:52 Wib
KPK periksa Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi
Jumat, 2 Februari 2024 14:17 Wib
Kapolri lantik Wakapolri Agus Andrianto lusa
Sabtu, 1 Juli 2023 22:10 Wib
Polisi : Komplotan praktik aborsi Duren Sawit raup keuntungan Rp 25 juta per hari
Jumat, 19 Mei 2023 21:28 Wib
Polri pastikan penerimaan Akpol 2023 bebas dari calo
Rabu, 5 April 2023 12:26 Wib
Polri tetap berikan perlindungan ke Bharada Richard
Sabtu, 11 Maret 2023 17:05 Wib
Divpropam jadwalkan sidang etik Richard Eliezer terkait nasifnya di Polri
Kamis, 16 Februari 2023 11:38 Wib
Polri tunggu putusan pengadilan untuk sanksi etik Bharada E
Jumat, 27 Januari 2023 12:19 Wib