Taufiq Ismail ingin bangkitkan sastra pelajar

id Taufiq Ismail, Sastrawan, literasi, Datuk Panji Alam Khalifatullah, memberi apresiasi, UMM Gazebo Forum

Taufiq Ismail ingin bangkitkan sastra pelajar

Taufiq (ANTARA/Ansyor/12)

Malang (Antarasumsel.com) - Sastrawan legendaris Indonesia Taufiq Ismail mengaku ingin membangkitkan sastra pelajar karena menurunnya tingkat literasi mereka dewasa ini.

Taufiq Ismail di Malang, Jawa Timur, Sabtu, mengaku miris dengan menurunnya tingkat literasi pelajar Indonesia belakangan ini. "Dahulu, saat saya masih muda, siswa SMA sederajat diwajibkan menamatkan 25 judul buku dan membuat 108 karangan selama tiga tahun masa sekolah," katanya.

Taufiq Ismail mengemukakan hal itu di sela acara "Cangkrukan Multidipliner Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Gazebo Forum yang digelar di area gazebo perpustakaan pusat kampus itu, Sabtu (29/4)
Sastrawan bergelar Datuk Panji Alam Khalifatullah ini memberi apresiasi pada UMM Gazebo Forum sebagai wahana penguatan literasi.    
Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara Humas UMM dengan program studi Pendidikan Bahasa Indonesia dalam rangka memperingati Hari Puisi Nasional yang jatuh pada 28 April.

Acara ini selanjutnya dirangkai dengan lomba cipta puisi dan baca 1000 puisi oleh siswa SMA sederajat se-Jawa Timur yang digelar malam harinya.  
Di forum ini, Taufiq Ismail mengeluarkan "unek-uneknya" tentang dunia literasi sastra. Indonesia, lanjutnya, terhitung sudah separuh abad menderita akibat miskin membaca.

"Paradigma baru yang berkembang sekarang mengarahkan pelajar lebih banyak gandrung pada media sosial. Kebijakan terbaru, siswa SD diwajibkan menamatkan 3 judul buku sastra selama masa sekolah, SMP 6 judul buku, dan SMA 15 judul buku. Tapi nyatanya, ini jauh dari tercapai, bahkan 0 buku yang dibaca siswa. Ini menyedihkan sekali," ujar pria kelahiran Bukittinggi ini.  
Padahal, kata Taufiq, melalui sastra manusia tak hanya menuliskan untaian kata-kata, tapi juga pengungkapan isi pikiran. Pikiran akan terbarukan dengan menulis dan membaca karya sastra, puisi misalnya.

Puisi sarat akan nilai-nilai moral, intelegensi, dan estetika. Puisi masuk dalam tiap ruang kehidupan. "Definisi, sejarah, dan teori sastra itu bukan yang utama, tapi minat membaca dan nilai yang didapatnya," tukas Taufiq.

"Bangsa Indonesia sudah menjadi bangsa yang rugi karena mengalami penurunan yang jauh dalam hal literasi sastra. Pelajar mesti mengembalikan hal ini melalui transformasi literasi. Mulailah membaca dan menulis sastra, melalui kebiasaan menulis buku harian, ini akan memupuk semangat menulis. Membaca, membaca, membaca, mengarang, mengarang, mengarang," pesan Taufiq pada para pelajar.

Sementara itu, Dr Arif Budi Wurianto mengisahkan tentang Kartini yang dipingit pada zamannya. Kakak kandung Kartini, Sosrokartono miris melihat adiknya tak bisa mengenyam pendidikan seperti dirinya akibat terbelenggu budaya yang mengimani bahwa perempuan harus dipingit sampai menikah.      
"Tubuhmu boleh dipingit, tapi yang bebas adalah pikiranmu. Bebaskan pikiranmu dengan membaca," pesan Sosrokartono pada Kartini disampaikan Arif Budi di hadapan ratusan siswa SMA se-Malang Raya dan mahasiswa yang hadir.

Sastra di mata Arif yang juga kepala unit Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) adalah sebuah gejala kebudayaan. Berbicara budaya berarti berbicara nilai humanisme dan pengharkatan manusia.

"Melalui aktivitas membaca dan menulis sastra, manusia akan terhalau untuk menjadi insan bermartabat. Menulis sastra adalah peluang mengekspresikan diri tanpa tekanan," urainya.