Menggungah kesadaran pengusaha sejahterakan buruh

id pekerja, buruh, Karl Marx, kapitalis, kesejahteraan, Asosiasi Serikat Pekerja, ketidakadilan perusahaan, Mirah, May Day

Menggungah kesadaran pengusaha sejahterakan buruh

Ilustrasi Aksi Hari Buruh pada peringatan hari buruh internasional.(Antarasumsel.com/Feny Selly/Ag/17)

....Dulu tujuan perusahaan perusahaan yang paling utama untuk mendapatakan laba maksimum, saat ini tujuan perusahaan yang utama adalah kesejahteraan buruh/karyawan....
Kupang (Antarasumsel.com) - Karl Marx memandang buruh sebagai kelompok mayoritas masyarakat yang tertindas akibat penguasaan faktor produksi dan akumulasi kapital oleh para kapitalis.

Pandangan Karl Marx tampaknya masih relevan dengan situasi yang terjadi pada setiap hari buruh internasional atau "May Day", yang biasanya diwarnai aksi demonstrasi buruh memperjuangkan hak-hak mereka.

Bahkan sejak abad ke-19 sampai sekarang pola hubungan pengusaha bersifat konflik yang terus menerus. Karena di satu sisi pengusaha berupaya mencari keuntungan sebesar-besarnya.

Sementara di sisi lain buruh pun memiliki kepentingan untuk mendapatkan upah yang sebesar-besarnya dari pengusaha.

Hubungan buruh-pengusaha pada zaman ekonomi klasik yang ditandai dengan rezim ekonomi liberal, campur tangan atau intervensi pemerintah sama sekali tidak ada. Posisi kaum buruh semakin tertindas, karena pada masa itu buruh dipandang sebagai salah satu faktor produksi yang berkualitas dan kuantitasnya ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran atau supply-demand.

Buruh pada saat ini, di mana dunia mulai berpahamkan ideologi kapitalisme modifikasi yang ditandai dengan adanya campur tangan pemerintah dalam hubungan buruh-pengusaha mulai mengakomodir keberadaan buruh ke tempat yang lebih baik.

Buruh pada saat ini, di negara-negara maju diposisikan sebagai aset perusahaan.

Kalau dulu tujuan perusahaan perusahaan yang paling utama untuk mendapatakan laba maksimum, saat ini tujuan perusahaan yang utama adalah kesejahteraan buruh/karyawan.

Dengan posisi sebagai aset, buruh mempunyai daya tawar (bargaining) yang cukup kuat dengan pungusaha, apalagi ada kebijakan yang memungkinkan buruh yang ikut serta dalam kepemilikan saham, terlebih di negara-negara maju.

Di Indonesia sebagai negara berkembang, posisi buruh secara faktual masih sebagai salah satu faktor produksi atau masih lemah walaupun beberapa instrumen peratauran dan perundangan telah dibuat pemerintah.

Sebut saja Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang mengatur rumus angka kenaikan upah buruh, yakni UMP tahun depan = UMP tahun berjalan + (UMP tahun berjalan x (inflasi + pertumbuhan ekonomi)).

    
          Telah Diingatkan
Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri telah mengingatkan para gubernur di seluruh Indonesia untuk menentukan besaran UMP 2017 berdasarkan PP No. 78/2015. PP Pengupahan itu sudah adil karena memberikan kepastian upah pada dunia usaha, kepastian kenaikan upah setiap tahun bagi pekerja dan membuka lapangan kerja kepada yang belum bekerja agar bisa bekerja dan memperbanyak lapangan pekerjaan.

Sesuai dengan PP ini, kata menteri Hanif, penetapan upah dilaksanakan dengan menggunakan formula perhitungan menggunakan besaran inflasi dan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Namun, sejumlah elemen buruh seperti K-SPSI, KSPI, SBSI, Gerakan Buruh Jakarta, ASpek menuntut penetapan upah minimum berdasarkan survei kebutuhan hidup layak (KHL) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

"Survei KHL adalah amanah UU 13/2003, bukan kemauan tanpa dasar dari buruh di Indonesia sehingga wajar buruh menuntut penerapan UU tersebut," kata Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat di Jakarta.

Ia mengatakan bahwa pemerintah, baik pusat maupun daerah, seharusnya memberi contoh positif bagi penegakan hukum di Indonesia dengan mendorong dan mewajibkan pengusaha untuk menerapkan semua peraturan terkait dengan upah sehingga tercapai kesejahteraan.

Sehingga penetapan upah minimum sepertinya menjadi "pertengkaran" yang terjadi setiap tahun meski telah terdapat deretan aturan yang mengukuhkan bagaimana seharusnya jumlah tersebut ditetapkan.

    
         Belum Standar
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Nusa Tenggara Timur Stanis Tefa mengatakan upah buruh dan pekerja di daerah setempat belum memenuhi nilai kebutuhan hidup layak (KHL).

Idealnya upah kerja bagi buruh di daerah setempat minimal Rp75 ribu per hari dan bukan hanya Rp40.000-Rp50.000/hari tanpa memperhitungkan jam kerja dan beban kerja serta tanggungjawab yang dipikul pekerja itu.

Menurut dia, standar upah minimal selain itu, harus berdasarkan panduan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2012 maupun harga kelayakan di pasar.

"Yang terjadi di NTT selama ini, perusahaan memberikan gaji pekerja berdasarkan keiginan pemilik perusahaan tanpa ada percakapan hingga pada kesepakatan," katanya.

Bahkan menurut dia, jika seorang buruh bekerja selama delapan jam atau lebih atau dengan tuntutan yang lebih besar maka gaji yang dia peroleh dihitung sebagai waktu lembur atau disesuaikan lagi dengan standar yang layak.

Kelayakan itu, katanya, telah tercantum dalam delapan item pada peraturan tersebut, yaitu sewa rumah, ongkos transportasi, air untuk minum dan mandi, kebutuhan karbohidrat, kebutuhan kopi dan teh, kebutuhan pendidikan, kebutuhan rekreasi, dan kebutuhan daging.

"Misalnya sewa rumah hanya dihitung Rp150.000/bulan padahal harga sewa rumah di Kupang saat ini berdasarkan hasil survei sudah mencapai Rp500.000 hingga Rp750.000 sehingga ada selisih jauh," katanya.

Kasus lain misalnya kebutuhan karbohidrat yang dihitung menggunakan terigu tiga kilogram sebesar Rp24.300, padahal sesuai dengan panduan Permenaker No.13/2012 seharusnya menggunakan mi instan dengan harga Rp84.000.

Setelah dilakukan standar sesuai yang ada, pemerintah harus melakukan pengawasan yang serius dalam pelaksanaan keputusan mengenai UMP supaya para pekerja tidak dirugikan dengan menghindari sistem "kongkalikong" antara pengawas dari Dinas Nakertrans setempat dengan pengusaha sehingga tidak ada lagi tindaklanjut karena pengawas telah dilemahkan dengan berbagai pendekatan.

Selain pengawasan dari pemerintah, pihak terkait juga harus melakukan pengawasan terhadap pengusaha dalam melakukan pembayaran gaji karyawan karena banyak pengusaha dan perusahaan membayar gaji karyawan tidak sesuai dengan UMP yang ditetapkan.
      
"Jika hak-hak karyawan dibayar tidak sesuai dengan UMP maka perusahaan yang bersangkutan akan dipidanakan sesuai ketentuan hukum. Semestinya, katanya, pengusaha taat pada aturan untuk membayar gaji para pekerjanya sesuai UMP sehingga tenaga kerja tidak dirugikan," katanya.

Karena itu pada peringatan hari buruh internasional 2017 ini pihaknya memilih melakukan sosialisasi dan diskusi untuk menjawab tuntutan para buruh yang masih mendapatkan bayaran di bawah upah minimum provinsi (UMP) sebesar Rp1.525.000 per bulan.