Thalassemia penyakit endemik yang belum dapat disembuhkan

id thalassemia, belum bisa disembuhkan, Italia, Yunani, Timur Tengah, Asia, darah merah, kekurangan darah

Thalassemia penyakit endemik yang belum dapat disembuhkan

....Thalassemia ialah penyakit kelainan darah merah yang menyebabkan orang mengalami gangguan kesehatan akibat kekurangan darah....
Jakarta (Antarasumsel.com) - Apa itu thalassemia? Indonesia merupakan salah satu negara yang berisiko tinggi terhadap thalassemia karena termasuk dalam Sabuk Thalassemia yang berada pada keturunan ras Italia, Yunani, Timur Tengah, Asia, dan Afrika.

Thalassemia ialah penyakit kelainan darah merah yang menyebabkan orang mengalami gangguan kesehatan akibat kekurangan darah.

Pada manusia normal, sel darah merah bisa berumur hingga 120 hari. Namun pengidap thalassemia, sel darah merah hanya berumur 30 hari.

Orang dengan thalassemia tidak bisa membentuk sel darah merah dengan baik sehingga mengakibatkan anemia. Lebih dari sekadar anemia, thalassemia memiliki dampak klinis yang dapat menguras materil maupun moril bagi pengidapnya.

Pengidap thalassemia akan tampak pucat karena kekurangan darah, perutnya akan membuncit seperti busung lapar karena pembengkakan limpa dan hati, apabila tidak lekas diobati akan mengubah bentuk tulang muka seperti kening yang menonjol atau gigi yang tonggos akibat hiperaktifnya tulang membentuk sel yang percuma.

Hal-hal seperti inilah yang membuat kepercayaan diri seseorang hilang apabila tidak didukung orang terdekat. Tidak jarang anak dengan thalassemia putus sekolah karena malu diejek temannya atau bahkan tidak mampu melakukan hal seperti orang normal.

Belum cukup kondisi di luar tubuh, dari dalamnya pun pengidap thalassemia digerogoti dengan tulang yang keropos. Pengidap thalassemia tidak boleh berolahraga. Apa lagi bermain bola, jika berjalan lalu keseleo kakinya akan patah. Bangun tidur ingin meregangkan sendi-sendi juga tulangnya pasti akan patah.

Parahnya lagi, tulang yang patah itu tidak akan bisa diobati atau disambung kembali seperti orang normal yang mengalami patah tulang. Karena pada dasarnya tulang pengidap thalassemia tidak memiliki fondasi pada bagian dalam untuk disambung kembali.

Hingga saat ini thalassemia belum dapat disembuhkan. Yang ada hanya pengobatan agar pengidap thalassemia bisa bertahan hidup dan beraktivitas seperti orang normal.

Caranya adalah dengan transfusi darah secara rutin setiap bulan seumur hidup. Selain itu pengidapnya juga harus mengonsumsi obat khusus, secara rutin setiap hari seumur hidup, untuk mengeluarkan zat besi berlebih yang diakibatkan oleh transfusi darah setiap bulan (obat kelasi besi).

Seringnya mendapatkan transfusi darah secara rutin juga berbahaya bagi tubuh. Efek menonjolnya tulang dan menghitamnya kulit seperti warna perunggu merupakan dampak kelebihan besi di dalam tubuh.

Belum lagi penyakit komplikasi lain yang diakibatkan oleh kelebihan zat besi di dalam tubuh yang bisa menimbulkan penyakit lain seperti infeksi ataupun gagal ginjal.

Dokter dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Divisi Hematologi-Onkologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr Pustika Amalia Wahidiyat SpA (K) menyebutkan penelitian yang memperkirakan kemungkinan bertahan hidup pengidap thalassemia yang tidak diobati sama sekali tidak sampai usia lima tahun.

Pengidap thalassemia yang mendapatkan penanganan transfusi darah setiap bulan bisa mencapai umur 20 tahun, sedangkan pengidap yang melakukan transfusi darah setiap bulan dan mengonsumsi obat kelasi besi setiap hari bisa bertahan sampai 40 tahun.

"Di RSCM ada pasien thalassemia usianya 48 tahun, dia menikah dan punya dua anak," kata Pustika.

        
             Penyakit Warisan
Thalassemia tidak menyebar melainkan diwariskan kepada keturunan dari gen orang tua yang pembawa sifat.

Dampak klinis dan pengobatan yang dijabarkan di atas hanya berlaku bagi pengidap thalassemia mayor. Ada pula thalassemia minor, yaitu seseorang pembawa sifat thalassemia yang bisa mewariskan pembawa sifat thalassemia kepada anak-anaknya apabila dia menikah dengan seseorang yang juga pembawa sifat.

Orang dengan thalassemia minor bisa hidup normal seperti manusia sehat pada umumnya. Tidak bergejala, tidak berdampak klinis, kecuali sel darah merahnya yang berbentuk lebih kecil dari biasanya.

Ada pula thalassemia intermediet yaitu pasien yang membutuhkan transfusi darah tapi tidak rutin seperti thalassemia mayor.

Sesuai dengan hukum Mendel, seorang pembawa sifat yang menikah dengan pasangan yang normal akan menghasilkan 50 persen keturunan anaknya normal dan 50 persen lainnya pembawa sifat atau thalassemia minor.

Jika kedua orang tuanya merupakan pembawa sifat, maka 50 persen anaknya akan mengidap thalassemia minor, 25 persen kemungkinan anaknya normal, dan 25 persen kemungkinan lainnya menjadi pengidap thalassemia mayor.

Sementara bila seseorang dengan thalassemia mayor menikah dengan pasangan yang normal maka 100 persen seluruh anaknya menjadi pembawa sifat atau thaassemia minor.

Oleh karena itu cara paling ampuh untuk mencegah penyebaran thalassemia lebih luas di Indonesia yang merupakan negara risiko tinggi thalassemia ialah dengan tidak menikah pada pasangan yang sama-sama pembawa sifat thalassemia.

"Saya pembawa sifat. Anak saya empat, satu sudah meninggal 17 tahun lalu. Tiap calon yang mau dengan anak saya, saya wajibkan 'screening' thalasemia," kata Ketua Yayasan Thalasemia Indonesia Ruswandi di Jakarta.

Tak ayal, persyaratan yang diwajibkan oleh Ruswandi itu menjadi persoalan ketika ada seseorang yang ingin meminang salah satu anaknya. Ruswandi mengisahkan calon pasangan anaknya itu mundur karena calonnya dan orang tuanya menganggap persyaratan itu terlalu rumit.

"Tapi ada kasus di anggota kami yang besoknya dilangsungkan pernikahan tapi batal karena di-'screening' keduanya positif pembawa sifat. Untung orang kaya jadi nggak masalah pernikahan batal," kata Ruswandi di akhiri tawa.

Kementerian Kesehatan gencar mensosialisasikan thalassemia beserta bahaya dan cara pengendaliannya yakni dengan deteksi lebih dini untuk menghindari keturunan dengan thalassemia.

Pengidap thalassemia mayor yang membutuhkan transfusi darah setiap bulannya dan obat kelasi besi setiap hari diperkirakan menghabiskan biaya Rp300-400 juta setiap tahunnya.

Penyakit thalassemia juga merupakan penyakit katastropik nomor lima yang menjadi pembiayaan terbesar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Pada 2014 jumlah kasus thalassemia sebanyak 60.929 kasus dengan pembiayaan Rp215 juta, pada 2015 meningkat menjadi 108.451 kasus dengan pembiayaan membengkak jadi Rp415 juta, dan 2016 terdapat 122.474 kasus dengan pembiayaan Rp476 juta.

Sedangkan biaya untuk skrining thalassemia yang bisa dilakukan di fasilitas kesehatan dengan pemeriksaan hematologi lengkap dan analisa Hb seperti puskesmas atau rumah sakit hanya memakan biaya Rp400 ribu.

        
             Pentingnya Kesadaran
"Sekali lagi, tidak lain dan tidak bukan 'awareness' ini penting sekali untuk pencegahan dan pengendalian thalassemia," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Lily Sulistyowati.

Masyarakat harus tahu bahwa Indonesia merupakan "endemik" thalasemia dan sangat berisiko terhadap penyakit kelainan sel darah merah tersebut.

Berdasarkan data dari Yayasan Thalassemia Indonesia, pengidap thalassemia mayor hingga saat ini mencapai 8.011 orang, yang artinya dibutuhkan 4,3 juta cc darah setiap tahunnya untuk memenuhi kebutuhan darah bagi para pengidap.

Jumlah kasus thalassemia terus meningkat setiap tahunnya di mana pada 2011 berjumlah 4.431 kasus, meningkat pada 2013 menjadi 6.070 kasus, dan terus bertambah pada 2015 menjadi 7.029 kasus, hingga kini menjadi 8.011 kasus.

Ruswandi mengatakan kesadaran masyarakat Indonesia masih rendah terhadap penyakit yang sangat berisiko di negaranya ini. "Kami bagikan selebaran dan kipas di Bundaran HI saja orang-orang tidak mau membuka kaca mobil," kata dia.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Anissa Octiandari bersama teman-temannya yang juga pengidap thalassemia mayor dan minor dalam Thalassemia Movement.

"Kami mengembangkan Komunitas Thalassemia Movement yang bergerak untuk mencegah penyebaran thalassemia. Gerakan anak muda yang berkumpul mencari cara agar thalassemia tidak berkembang dengan cara-cara anak muda," kata Anissa.

Anissa adalah perempuan kelahiran 1993 lulusan Biologi Universitas Padjadjaran yang merupakan pengidap thalassemia mayor. Dia didiagnosis positif thalassemia mayor sejak usia enam bulan, yang membuat orang tuanya terkaget-kaget dengan kondisi anaknya.

Dia menjalani kehidupan seperti pengidap thalassemia mayor lainnya, yaitu transfusi darah setiap bulannya dan konsumsi obat kelasi besi setiap harinya.

Anissa juga berterima kasih pada pemerintah Indonesia karena pelayanan kesehatan semakin tahun semakin membaik, terlebih sejak ada layanan BPJS Kesehatan.

"Tiap tahun rasanya darah di PMI semakin nikmat. Kamilah 'real life vampire' sesungguhnya," kata Anissa diakhiri tawa.