Andi Narogong akui beri 1,5 juta dolar AS ke Irman

id Andi Narogong, korupsi, penyuapan, Tindak Pidana Korupsi, pengadaan KTP Elektronik, Irman

Andi Narogong akui beri 1,5 juta dolar AS ke Irman

Andi Narogong. (ANTARA/Muhammad Adimaja)

Jakarta (Antarasumsel.com) - Pengusaha Andi Narogong mengakui memberikan 1,5 juta dolar AS (sekitar Rp18 miliar) ke mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dalam pengadaan KTP Elektronik.

"Pada Februari 2011 saya diminta datang ke ruangan Pak Sugiharto lalu saya diantar ke ruangan Pak Irman. Pak Irman minta sejumlah uang untuk operasional dan saya menyanggupi untuk memberikannya melalui Pak Sugiharto," kata Andi dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Andi menjadi saksi untuk dua orang terdakwa yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

"Saya berikan 500 ribu dolar AS di Cibubur Junction bulan Februari, 400 ribu AS di Holland Bakery di Kampung Melayu pada Maret 2011, 400 ribu dolar AS di SPBU Bangka di Kemang bulan Maret dan 200 ribu dolar AS di SPBU AURI Pancoran pada April. Maksud saya memberikan uang adalah agar siapapun pemenang tender, saya dapat subkontrak yang direkomendasikan Pak Irman," tambah Andi.

    
      Ingin masuk konsorsium

Andi melalui perusahaannya PT Cahaya Wijaya Kusuma mengaku ingin masuk dalam konsorsium PNRI yang saat itu mengikuti tender lelang KTP-E. Namun PT Cahaya tidak jadi ikut konsorisum karena tidak punya Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal) dan tidak ada izin 'security printing'.

Apalagi saat pengumuman pemenang lelang pada Juni 2011, konsorsium PNRI tidak diberikan uang muka oleh Kemendagri untuk mengerjakan lelang sehingga kesulitan permodalan dan Andi pun mengaku tidak mendapatkan proyek apapun dari KTP-E.

"Saya menyesal berikan uang ke Pak Irman, saya akui saya salah secara hukum karena demi pekerjaan," ungkap Andi.

Hal yang aneh, Andi mengaku uang 1,5 juta dolar itu dianggap Andi hanya sebagai risiko bisnis.

"Uang yang sudah diberikan ke Pak Irman 1,5 juta dolar AS tidak pernah kembali. Itu saya anggap risiko, saya pengusaha karena usaha bisa gagal bisa berhasil saya berpikir ke depan saja, saya pikir kelak akan dapat pekerjaan dari sana," jelas Andi.

    
      Uang gajian

Selain itu, Andi juga mengeluarkan uang sekitar Rp600 juta untuk menggaji sejumlah pihak seperti karyawan sejumlah perusahaan percetakan yang tergabung dalam konsorsium di ruko Fatmawati, pihak BPPT hingga pihak yang lain.

"Total memberikan gaji dan fasilitas kepada orang-orang ada sekitar Rp600 juta, Pak Johanes Tan saya berikan fasilitas mobil lalu Pak Bobby juga temannya pak Johanes Tan dan Pak Kurniawan dari PNRI kebetulan selalu ada di situ jadi saya berpikir untuk memberikan uang transport ke yang ada di situ (Fatmawati)," jelas Andi.

       Johanes Tan adalah direktur PT Java Trade Utama. PT Java Trade Utama adalah salah satu anggota konsorsium PNRI yang merupakan pemenang lelang tender KTP-E. PT Java Trade juga pernah mengerjakan proyek Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) di Kemendagri tahun anggaran 2009 sehingga menjadi pihak yang penting untuk menentukan spesifikasi KTP-E.

"Uangnya dari usaha saya di tempat lain yaitu dari garmen dan karoseri. Saya berikan karena prinsip saya yang penting saya dapat pekerjaan ini makanya saya mencoba memberikan jasa kepada para pekerja ini saya berikan tempat di ruko Fatmawati," tambah Andi.

Pada Maret 2011 setelah diumumkan 8 peserta lelang yang lolos prakualitifikasi, Andi  dikenalkan kepada keponakan Irman, Dedi Apriyadi. Menurut Sugiharto, pemenang lelang KTP-E adalah PT Mega Global. Namun belakangan PT Mega gagal demo sehingga dinyatakan gugur dan konsorsium PNRI dinyatakan pemenang.

"Tapi PNRI tidak diinginkan oleh Pak Dirjen (Irman) sehingga pada Juni 2011 setelah PNRI ditetapkan sebagai pemenang lelang maka PNRI diperintahkan untuk membagi rata ke peserta lelang yang kalah, terutama ke PT Naratama dan PT Mega yang direkomendasikan Pak Irman tapi PNRI menolak jadi PNRI tidak dikasih uang oleh Kemendagri untuk mengerjakan e-KTP," jelas Andi.

Andi pun mengadukan hal itu kepada Direktur Utama PT Sandipala Artha Putra Paulus Tannos yang juga anggota konsorsium PNRI.

"Saya ngobrol-ngobrol dengan Pak Paulus setelah pertemuan itu, saya katakan ke Pak Paulus kalau siapapun yang menang yang penting saya dapat pekerjaan karena saya katakan yang menang PT Mega Global tapi ternyata Pak Paulus mengadu ke Pak Azmin Aulia," jelas Andi.

Azmin Aulia adalah adik Menteri Dalam Negeri saat itu Gamawan Fauzi. Azmin dan Paulus adalah rekan sesama pengusaha.

"Jadi Pak Azmin menegur Pak Irman, saya dipanggil Pak Irman di Restoran Sumire Grand Hyatt ada pak Sugiharto, saya dimaki-maki, saya dilempar piring oleh Pak Irman karena saya bicara soal PT Mega yang akan dimenangkan oleh Pak Irman. Lalu datang Pak Azmin dan Pak Paulus. Saya dan Pak Paulus dimarahi, intinya semua harus menuruti pak Irman tidak ada yang boleh membantah," tegas Andi.***2*** (T.D017)

Selain Irman dan Sugiharto, KPK juga menetapkan Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka korupsi KTP-E yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp2,314 triliun dari total anggaran Rp5,95 triliun. Satu tersangka lain adalah mantan anggota Komisi II asal fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani yang disangkakan pasal memberi keterangan palsu.