BPR Sumsel dianjurkan restrukturisasi kredit

id Panca Hadi Suryatno, Bank Perkreditan Rakyat, Indikator Performing Loan, restrukturisasi kredit, ojk

BPR Sumsel dianjurkan restrukturisasi kredit

Panca Hadi Suryatno (Antarasumsel.com/Dolly Rosana/Ang/17)

Palembang (Antarasumsel.com) - Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Sumatera Selatan dianjurkan merestrukturisasi kredit debitur untuk mengatasi tingginya indikator Non Performing Loan (NPL) yakni di kisaran 13 persen atau melenceng dari batas ambang toleransi lima persen.

Kepala OJK Regional VII Sumatera Bagian Selatan Panca Hadi Suryatno di Palembang, Senin, mengatakan, restrukturisasi kredit ini dapat dijadikan pilihan BPR karena beberapa kasus yang dijumpai OJK menunjukkan bahwa ketidakmampuan membayar angsuran ini karena pengaruh rendahnya daya beli masyarakat yang terjadi dalam setahun terakhir.

"Misalnya ada debitur yang selama ini lancar, namun tiba-tiba tersedat karena bisnisnya turun maka pola restrukturisasi kredit dapat dijadikan pilihan. BPR dapat menambah tempo pengembalian sehingga ansuran menjadi lebih ringan," kata dia.

Akan tetapi jika kasusnya berbeda, semisalkan, usaha dari debitur bangkrut atau dipastikan tidak dapat bangkit, maka akan lebih baik dilakukan sita jaminan. Karena, jika BPR terus melanjutkan maka akan menggerus NPL (indikator kredit tidak lancar) perusahaan.

"Barang sitaan ini pun hanya boleh bertahan selama satu tahun, jika lebih maka akan dihitung sebagai modal bank oleh OJK. Oleh karena itu, alternatif lainnya masuk ke badan lelang negara," kata dia.

Terkait tingginya NPL ini, OJK Sumsel telah berkomunikasi dengan manajemen BPR untuk fokus dalam penyelesaian atau tidak hanya fokus pada ekspansi kredit.

Meski belum melayangkan surat resmi, Panca mengatakan bahwa BPR Sumsel saat ini sedang dalam pengawasan mengingat sejumlah dana diketahui terkunci di sektor pembiayaan pertanian. "Berdasarkan data terakhir terbilang cukup mengembirakan, terlihat mulai ada perbaikan namun belum di bawah lima persen," kata dia.

Menurut Panca, salah satu kuncinya yakni adanya keinginan dari manajemen BPR Sumsel yang notabene perusahaan daerah ini untuk memperbaiki pengelolaan perusahaan. Jika merujuk pada modal perusahaan yakni di atas Rp100 miliar maka dirasa rugi jika tidak laba dalam dua tahun terakhir.

"Perbaikan manajemen wajib dilakukan. Jika ditemui banyak kredit bermasalah, artinya saat penganalisaannya masih banyak melakukan kesalahan," ujar dia.

Sementara itu, indikator kredit bermasalah Non Performing Loan (NPL) perbankan yang beroperasi di Sumatera Selatan terus membaik setelah sempat menyentuh angka 3,57 persen (masih di bawah batas aman 5,0 persen) pada Februari 2017 menjadi 3,53 persen pada Maret 2017.

Plt Dirut BPR Sumsel Mashur mengatakan, sejumlah nasabah sudah diajak bernegosiasi untuk mencari solusi atas ketidakmampuan membayar ansuran ini.

"Negosiasi ditawarkan ke nasabah, bisa masa kreditnya ditambah supaya asuran menjadi lebih ringan, atau penarikan aset agar terlepas dari kewajiban membayar. Untuk penarikan aset jaminan ini, merupakan pilihan terakhir," kata Mashur.