Menerapkan Pancasila di era 'Kekinian'

id pancasila, anak muda, Badan Ekonomi Kreatif, Saya Indonesia, Saya Pancasila

Menerapkan Pancasila di era 'Kekinian'

Pancasila, Peringatan "Bulan Bung Karno" (FOTO ANTARA)

....Anak bangsa tetap harus menyikapi semangat merawat Pancasila dengan pemikiran yang arif dan bijak....
Jakarta (Antarasumsel.com) - Pemerintah melalui Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) baru-baru ini mengumumkan sebuah jargon yang cukup ikonik yaitu "Saya Indonesia,Saya Pancasila".

Terdengar menggugah, singkat, namun cukup menegaskan komitmen anak bangsa terhadap Pancasila yang bagi sebagian orang akhir-akhir ini nilainya sudah mulai tak terawat.

Saking ikoniknya jargon tersebut, banyak warga Indonesia mengunggah foto mereka dengan ditambahkan bingkai template yang entah siapa yang awalnya membuat bertuliskan jargon tersebut.

Tentunya ini menjadi angin segar bagi kehidupan berbangsa saat ini bahwa banyak orang yang mengekspresikan komitmen dan kecintaannya terhadap Pancasila di "media sosial".

Tingginya respon orang-orang terutama generasi muda atau yang saat ini biasa disebut "generasi milenial" memang sesuai dengan tujuan awal Kepala Bekraf Triawan Munaf yang menegaskan "dengan menggunakan idiom anak muda yang 'Elliptic' agar sesuai dengan apa yang anak muda sering gunakan sehari-hari".  
Penggunaan jargon tersebut rasanya merupakan refleksi dari kehidupan berbangsa dan bernegara di bumi nusantara ini yang tengah dihadapkan dengan berbagai ujian, khususnya ujian kebhinekaan.

Seperti halnya seorang pelajar yang dihadapkan akan sebuah ujian, jika pelajar tersebut mampu mengerjakan setiap soal yang ada dan menjawabnya dengan benar, ujian pun bukan hanya mampu ia lewati tapi bisa di selesaikan.

Anak bangsa saat ini katakanlah selayaknya seorang pelajar pada perumpamaan tersebut, ujian yang kini sedang dihadapi, apakah bisa dijawab dengan solusi tepat dan menyudahinya, atau hanya dilewati saja yang pada akhirnya tetap dihadapkan oleh ujian yang sama pula. Tentunya ini menjadi soal bagi seluruh anak bangsa tanpa terkecuali.

Ketika mengaitkan jargon yang dikatakan oleh Bekraf yaitu "Saya Indonesia, Saya Pancasila" kepada perumpamaan tersebut.

Muncul pertanyaan, apakah jargon yang kini viral di media sosial tersebut sudah benar-benar menjadi cerminan di kehidupan "nyata" sehari-hari,bahwa anak bangsa sudah paham betul akan komitmennya terhadap ideologi luhur bangsa Indonesia yaitu Pancasila seperti jargon yang mereka unggah?.

Dan apakah jargon tersebut benar-benar mampu menggugah semangat anak bangsa lebih dari sebatas mewakili perasaan namun benar-benar mempraktekkan perasaannya untuk meluluskan bangsa ini dari ujian bernama kebhinekaan?
Atau malah jargon tersebut hanyalah sebuah jargon yang disikapi luas oleh beberapa masyarakat untuk menyatakan golongannya lah yang paling paham akan Pancasila?
Tentunya pertanyaan tersebut bisa dijadikan sebagai introspeksi diri bagi seluruh anak bangsa terhadap niat dan komitmennya dalam menjaga dan mengamalkan Pancasila.

    
         Penerapan Pancasila
Mengamalkan nilai Pancasila tak semudah mengatakan jargon, tidak sulit jika ada niat, dan tidak mudah jika tanpa pemahaman yang menyeluruh, dalam artian sebagai warga negara yang berpegang teguh pada nilai-nilai luhur ideologi bangsa tersebut.

Anak bangsa tetap harus menyikapi semangat merawat Pancasila dengan pemikiran yang arif dan bijak.

Jangan sampai tergiring oleh "framing" sebagian orang yang merasa paling paham terhadap Pancasila padahal tujuannya hanya untuk membenarkan golongannya dan menjadikan Pancasila sebagai "bantalan" terhadap pembenarannya.

Jika asas praduga tersebut benar-benar terjadi,rasanya ujian kebhinekaan ini dapat terselesaikan namun dalam bentuk kamuflase yang tidak benar-benar merepresentasikan kebhinekaan yang sebenarnya.

Semangat dan jargon yang dikatakan oleh Bekraf perlu diapresiasi terlebih semangat merawat Pancasila tersebut disambut dengan hangat oleh banyak orang di negeri ini.

Namun sebagai anak bangsa ini menjadi cambuk bahwa jargon tersebut harus disikapi dengan pengamalan nyata di kehidupan berbangsa dan bernegara.

Hidup di tengah budaya "media sosial" sah-sah saja, lagi pula tidak bisa terelakkan, namun jangan sampai merelakan dan membiasakan niat baik untuk merawat Pancasila hanya sebatas di "media sosial" saja.

Merawat Pancasila berarti merawat pula kebhinekaan, "perawatannya" tidak boleh sembarangan, tidak boleh dilakukan oleh orang yang tidak paham cara merawat Pancasila, tidak pula oleh orang yang tidak "mengamini" sila-sila yang ada di Pancasila, merawat Pancasila harus dilakukan oleh seluruh anak bangsa yang benar-benar berniat merawat nilainya berasaskan semangat kebhinekaan dan persatuan bangsa, bukan persatuan "golongan" tertentu.

Mengutip dari pidato Presiden Jokowi pada hari lahir Pancasila "saya mengajak peran aktif para ulama, para ustadz, para pendeta, para pastor, para bhiksu, para pedanda, para pendidik, para budayawan dan pelaku seni, para pelaku media, dan jajaran pemerintahan, TNI dan Polri, serta seluruh komponen masyarakat untuk bersama-sama menjaga Pancasila. Pemahaman dan pengamalan Pancasila harus terus ditingkatkan. Ceramah keagamaan dan materi pendidikan, fokus pemberitaan dan perdebatan di media sosial harus menjadi bagian dalam pendalaman dan pengamalan Pancasila". dari kutipan tersebut jelaslah sudah bahwa seluruh anak bangsa wajib dan harus ikut serta dalam menerapkan nilai Pancasila di kehidupan bernegara dan bernbangsa.

Dan pada akhirnya seluruh anak bangsa harus mampu menerapkan nilai-nilai Pancasila dengan cara yang "kekinian" dan konkret di era yang "kekinian" saat ini.