Mendag: Tidak ada kenaikan harga selama Ramadhan-Lebaran

id Enggarsito Lukito, harga barang, sembako, beras, harga komoditas pangan, harga bahan pokok

Mendag: Tidak ada kenaikan harga selama Ramadhan-Lebaran

Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita. ((ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Malang (Antarasumsel.com) - Menteri Perdagangan Enggarsito Lukito menegaskan bahwa selama Ramadhan hingga Lebaran 1438 Hijriah tidak ada kenaikan harga komoditas pangan, yang terjadi hanya kebiasaan berulang-ulang setiap Ramadhan yaitu harga-harga dinaikkan.

"Lebih dari 10 tahun terakhir ini setiap Ramadhan dan Lebaran selalu saja harga komoditas pangan dinaikkan, padahal sebenarnya tidak ada kenaikan harga dan pasokan berbagai komoditas pangan tersebut juga tidak ada masalah, bahkan berlimpah," kata Mendag Enggarsito Lukito usai meninjau Pasar Terpadu Dinoyo Kota Malang, Jawa Timur, Jumat.

Ia memastikan tidak adanya kenaikan harga bahan pokok tersebut berdasarkan data dari lapangan. Harga-harga bahan pokok tersebut juga tidak berpengaruh terhadap angka inflasi, bahkan tiga bulan lalu terjadi deflasi dan bulan lalu mengalami inflasi, namun sangat kecil.

Harga cabai rawit, katanya, tidak ada kenaikan, yakni seharga Rp30 ribu per kilogram, beras tidak ada kenaikan, minyak goreng kemasan seharga Rp11 ribu per liter, dan gula pasir seharga Rp12.500 per kilogram. "Kalau ada ritel yang menjual lebih mahal dari harga eceran tertinggi (HET), akan kami segel," ujarnya.

Menyinggung harga daging, Enggarsito mengatakan cukup stabil, yakni daging segar seharga Rp105 hingga Rp120 ribu per kilogram dan daging beku seharga Rp80 ribu per kilogram. "Kalau di Jatim memang belum ada distribusi daging beku karena saya menghormati kebijakan Gubernur Jatim yang melarang daging beku masuk ke provinsi ini," ucapnya.

Mengenai komoditas bawang merah, Mendag mengaku sudah berkomitmen untuk berhenti impor. Saat ini, Mendag bersama Menteri Pertanian (Mentan) terus berupaya mendorong petani menanam bawang merah secara mandiri.

Dalam waktu dekat, lanjutnya, Indonesia akan berhenti mengimpor kebutuhan dapur tersebut, karena berkaca pada pengalaman sebelumnya, upaya untuk tidak tergantung pada produk asing berhasil dilakukan, seperti impor wortel beberapa tahun lalu.

"Dulu petani kita takut, tapi  sekarang produk wortel lokal kita bagus-bagus dan bersaing meski harganya sedikit mahal. Jadi petani tidak perlu takut menanam bawang merah, karena kami akan bukakan pasarnya. Sebenarnya, petani kita itu sederhana saja, kalau komoditas tanamannya harganya mahal dan ada pasar, mereka pasti mau tanam," katanya.

Ia mencontohnya, ketika harga gabah anjlok, pihaknya langsung menyurati Bulog agar membeli gabah petani dengan harga wajar, bahkan ketika harga bawang merah "terjun bebas" hingga Rp8 ribu per kilogram, pihaknya juga menyurati Bulog agar membeli bawang petani dengan harag Rp15 ribu per kilogram.

Menurut dia, selama ini kebutuhan bawang merah di Indonesia masih tergantung dengan India. "Oleh karena itu, upaya mendorong petani untuk menanam bawang merah akan terus digalakkan dan membuka iklim usaha yang stabil agar petani tetap nyaman menanam komoditi bawang merah. Kalau kita bisa produksi sendiri, harus dimaksimalkan. Petani akan semangat menanam kalau pasarnya bagus," terangnya.