Hutan mangrove bisa diberdayakan menjadi lokasi pariwisata

id mangrove, wisatawan, objek wisata, konservasi alam, turis, wisatawan, destinasi wisata

Hutan mangrove bisa diberdayakan menjadi lokasi pariwisata

Ilustrasi - Wisata hutan mangrove. (Ist)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Kawasan hutan mangrove atau bakau yang terdapat di sejumlah daerah bila ditata dengan tepat dapat diberdayakan menjadi lokasi pariwisata konservasi alam yang menarik bagi turis.

Anggota Komisi IV DPR Kasriyah dalam rilis, Rabu, mencontohkan hutan mangrove di Dusun Saluleang, Mamuju, Sulawesi Barat, yang terawat dengan baik dengan sejumlah hiasan yang tertata dengan baik, kini sudah menjadi destinasi wisata.

Politikus Partai Persatuan Pembangunan itu mengingatkan, dengan menjadi lokasi wisata, maka hal itu juga bisa menambah sumber pendapatan bagi masyarakat setempat.

Inovasi guna mengembangkan sektor pariwisata juga telah dilakukan sejumlah instansi seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan yang telah mengelola pulau Lusi atau Lumpur Sidoarjo yang tercipta karena semburan lumpur panas yang terjadi di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, dengan dirancang sebagai salah satu destinasi wisata baru.

"Pulau yang terbentuk dari hasil sedimentasi lumpur biasanya tidak terdapat tumbuhan di atasnya sehingga hasil kerukan ditimbun atau direklamasi di area pembuangan yang dikelilingi konstruksi sehingga membentuk hamparan tanah yang berbentuk pulau yang saat ini dikenal dengan pulau Lumpur Sidoarjo, atau pulau Lusi," kata Dirjen Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi dalam rilis Humas Pengelolaan Ruang Laut KKP.

Dia memaparkan, pulau reklamasi hasil timbunan lumpur pengerukan muara Sungai Porong tersebut memiliki luas total 94 hektare. Di dalam lahan reklamasi tersebut juga dibangun Tambak Wanamina seluas 4,90 hektare yang tujuan awalnya adalah untuk memantau perilaku biota ikan terkait pengaruh lumpur terhadap ikan di muara.

Berdasarkan hasil pengamatan selama tiga tahun berjalan, lanjutnya, ikan tetap dapat hidup dengan baik bahkan telah berhasil memproduksi ikan bandeng.

"Kegiatan wisata di pulau Lusi belum terkelola dengan baik karena sejak awal terbentuknya pulau adalah sebagai lahan pembuangan lumpur dan bukan didesain sebagai destinasi wisata," ungkap Brahmantya.

Untuk itu, ujar dia, dalam rangka optimalisasi potensi pulau itu, KKP bekerjasama dengan pemerintah daerah dan masyarakat akan mengelola Pulau Lusi sebagai Kawasan Pusat Restorasi dan Pembelajaran Mangrove (PRPM) yakni pengembangan wisata yang berwawasan lingkungan dengan tema pemanfaatan, penelitian dan pembelajaran serta pelestarian mangrove.

Proses serah terima aset dari BPLS kepada KKP telah dirintis sejak tahun 2015, namun proses tersebut memakan waktu yang cukup lama dikarenakan beberapa kendala proses administrasi terkait penilaian aset pulau serta pengurusan kepemilikan atas tanah Pulau Lusi sehingga baru teralisasi secara resmi pada Januari 2017.

Selama kurun waktu proses serah terima aset tersebut, KKP pada tahun 2015 telah melakukan beberapa sentuhan pembangunan di Pulau Lusi dalam rangka pengembangan PRPM di Pulau Lusi antara lain pedestrian track, tracking mangrove, gazebo, menara pandang, kantor pengelola, rumah genset, WC dan instalasi pengolahan air.

Namun pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan lanjutan terhenti dan vakum pada tahun 2016 dikarenakan menunggu kejelasan status proses alih fungsi lahan Pulau Lusi dari BPLS kepada KKP secara resmi.

Pada tahun 2017, pihak KKP akan melakukan sertifikasi lahan bekerjasama dengan BPN, agar status pemilikan dan penguasaan lahan sebagai aset KKP tersebut juga bisa jelas.

"Ditjen PRL KKP juga sedang mempersiapkan kelembagaan pengelolaan dan kelompok masyarakat, berkerjasama dengan Pemda Sidoardjo dan Dinas KP Provinsi Jawa Timur untuk membentuk kelompok pengelola pemeliharaan berbagai flora dan manajemen aset yang sudah ada dan pengembangan ekowisata di Pulau Lusi juga harus memperhatikan kondisi sosial ekonomi budaya masyarakat setempat," paparnya.