Wapres: Perppu ormas bukan bermaksud otoriter

id jusuf kalla, wapres, perppu, peraturan, pemerintah, organisasi, politik, otoriter, membatasi

Wapres: Perppu ormas bukan bermaksud otoriter

Wakil Presiden Jusuf Kalla . (ANTARA FOTO/Fadil)

Makassar (ANTARA Sumsel) - Wakil Presiden HM Jusuf Kalla mengatakan Peraturan Pengganti Perundang-undangan atau Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang diterbitkan pemerintah bukan bermaksud menjalankan pemerintahan otoriter.

"Pemerintah harus punya ketegasan, bukan berarti diktator, kalau pemerintah kurang tegas lalu dianggap lemah. Ketegasan itu beda dengan diktator," sebut Wakil Presiden HM Jusuf Kalla menanggapi polemik Perppu tersebut di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis.

Menurut dia, penerbitan Perppu tentang Ormas ini adalah penilaian, sebab di negara lain, aturan tentang organisasi sangat luar biasa, bukan berarti membandingkan Indonesia dengan bangsa lainnya.

Selain itu, ketegasan pemerintah menerbitkan Perrpu tentu telah di pertimbangkan secara matang. Jelas bagi organisasi mana saja yang tidak memenuhi ketentuan perundangan tentu dianggap melanggar.

"Kalau tidak memenuhi ketentuan seperti ada pada Pancasila maupun ada unsur SARA dalam hukumnya berhak diambil tindakan tegas. Tapi itu masih ada cela, kalau tidak setuju dibawa ke pengadilan," ucap pria disapa akrab JK ini di kediaman pribadinya jalan Haji Bau, Makassar.

Meski demikian, dirinya menyinggung tentang aturan yang lama dengan baru, JK menyederhanakan Undang-undang yang baru dan lama, dulunya kalau ada organisasi yang melanggar dibawa ke pengadilan untuk diadili dibubarkan atau tidak.

"Sekarang terbalik, dibubarkan dulu kalau tidak setuju dibawa ke pengadilan, kalau pengadilan mengatakan tidak sah maka tidak sah, jadi bedanya sedikit," jelas Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia itu kepada wartawan.

Sebelumnya, pemerintah telah membubarkan organisasi Hisbut Tahrir Indonesia (HTI) karena dianggap melenceng dari dasar negara, belakangan HTI mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait aturan itu, sidang pun hingga saat ini masih bergulir di pengadilan.