LIPI imbau nelayan Maninjau bunuh ikan predator

id ikan, lipi, maninjau, predator, khas danau, nelayan, memakan ikan kecil

LIPI imbau nelayan Maninjau bunuh ikan predator

Ilustrasi (Ist)

Lubukbasung (ANTARA Sumsel) -  Unit Pelaksana Teknis Lokal Alih Teknologi Penyehatan Danau Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengimbau nelayan Danau Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, agar membunuh ikan predaktor guna menjaga kelestarian ikan asli danau itu.

"Berapa pun ukurannya, ikan predaktor jenis, nila, patin, gabus, lele dan lainnya harus dibunuh karena bisa memangsa ikan asli danau," kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Loka Alih Teknologi Penyehatan Danau LIPI Jojo Sudarso di Lubukbasung, Agam, Sabtu.

Ia menambahkan LIPI juga mengimbau nelayan agar tidak menangkap ikan di lokasi pertemuan air sungai dengan air danau, karena di daerah itu tempat memijah atau berkembangbiaknya ikan asli danau itu.

Imbauan ini diberikan karena ikan asli Danau Maninjau yang masih bertahan hidup hingga saat ini tinggal 14 spesies ikan seperti, rinuak, bada, gupareg, dan asang.

Sedangkan 20 jenis lagi seperti jenis betok, sidat, dan cide-cide sudah punah atau tidak ditemukan lagi di perairan Danau Maninjau.

"Pada 2007 kita masih menemukan 34 spesies ikan asli danau, namun saat ini hanya tinggal 14 spesies," tambahnya.

Agar ke 14 spesies ikan ini tidak benar-benar punah, UPT Loka Alih Teknologi Penyehatan Danau LIPI telah mencoba membudidayakan jenis ikan asang, bada, rinuak dan gupareh.

Dalam waktu dekat, ikan jenis ikan asang akan ditebar sebanyak 40 ribu ekor, bada 100 ribu ekor, gupareh 500 ekor dan rinuak sebanyak 250 ekor.

"Bibit ikan ini akan dilepas ke Danau Maninjau dalam waktu dekat. Ini merupakan program kita pada 'Save Danau Maninjau' yang digagas Pemkab Agam," katanya.

Selain membudidaya ikan asli danau, pihaknya juga membuat zona konservasi perikanan.

Danau Maninjau dengan luas sekitar 9.737,5 hektare yang terletak di Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, dengan kondisi tercemar berat akibat pakan ikan dan limbah rumah tangga.

Dengan kondisi ini, sebutnya terjadi sebanyak 11 kali kematian ikan keramba jaring apung secara mendadak dengan jumlah sekitar ribuan ton selama 2016.

Untuk mengatasi ini, pemerintah harus mengatur jumlah keramba jaring apung untuk mengatasi pencemaran danau akibat limbah pakan ikan dan menyedot sedimen.

Wakil Bupati Agam, Trinda Farhan Satria menambahkan Pemkab Agam dan Pemprov Sumbar untuk memfasilitasi percepatan penyedotan sedimen ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, karena pihaknya sudah melakukan pendekatan kepada kedua kementerian itu.

Ini mengingat anggaran untuk pengerukan sedimen tersebut sangat besar sekitar Rp1,5 triliun atau satu tahun APBD Agam.

"Dengan kondisi itu, tidak mungkin pengerukan sedimen di danau vulkanik itu digarap Pemkab Agam dan harus didukung pemerintah pusat," katanya.

Kemungkinan pengerukan sedimen dengan jumlah sekitar 13.297.864 kilogram ini dilakukan pada akhir 2017 atau 2018 oleh Kementerian ESDM melalui PT Timah.

Sediemen sebanyak 13.297.864 kilogram itu berasal dari pakan ikan keramba jaring apung sebanyak 1.267.875 kilogram atau 95,34 persen, limbah penduduk sebanyak 61.728,38 kilogram atau 4,64 persen, limbah ternak sebanyak 61.437, 63 atau 0,01 persen, limbah pertanian sebanyak 287,07 kilogram atau 0,002 persen dan erupsi hutan sebanyak 106,4 kilogram atau 0,001 persen.

"Kita sudah mempersiapkan lokasi penampungan sementara sedimen sisas pakan ikan dan menuggu realisasi dari pemerintah pusat. Kita juga menunggu Perda Zonasi dari Pemprov Sumbar untuk mengendalikan keramba jaring apung dari 17.226 unit menjadi 6.000 unit," jelasnya.