KPAI dukung perpres penguatan pendidikan karakter

id Retno Listyarti, KPAI, pendidikan, siswa, pelajar indonesia, Komisi Perlindungan Anak Indonesia

KPAI dukung perpres penguatan pendidikan karakter

Ilustrasi Kegiatan Belajar Mengajar Di Sekolah. (ANTARA FOTO)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendukung Peraturan Presiden (Perpres) No 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) karena menekankan pada penguatan pendidikan karakter.

"Bukan seperti Permendikbud No 23/2017 yang menekankan justru pada hari sekolah dan lamanya anak belajar di sekolah," kata Komisioner KPAI bidang pendidikan Retno Listyarti di Jakarta, Kamis.

Selain itu, kata dia, Perpres PPK menghapus kewajiban sekolah delapan jam per hari atau 40 jam per minggu, yang didasarkan pada kebutuhan dan kepentingan yang terbaik bagi anak.

Pada Pasal 9 Perpres tentang PPK, terlihat pemerintah mengakomodir pihak-pihak yang keberatan dengan pemberlakuan sekolah lima hari dan atau 40 jam per minggu. Pasal ini kemudian memberikan pilihan lima hari atau enam hari sekolah.          
Bahkan pasal 9 ayat (3) menentukan persyaratan sekolah lima hari melalui poin (a) sampai dengan (d). Selain kecukupan pendidik, juga harus didukung sarana dan prasarana memadai, kearifan lokal dan bahkan pendapat ulama atau tokoh agama.  Prasyarat menjadikan lima hari sekolah tidak mudah dilaksanakan oleh satuan pendidikan tanpa memenuhi keempat prasyarat tersebut.

"Perpres PPK tidak otomatis mudah diimplementasikan di lapangan, perlu diterjemahkan kembali dalam aturan turunan dari Perpres, bisa semacam petunjuk teknisnya," jelas dia.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam implementasi PPK yakni pertama karakter tidak bisa di di teorikan apalagi didiktekan pada anak. Karakter harus dibangun  melalui seluruh proses pembelajaran di sekolah dan Membangun karakter  harus  dimulai dengan membangun budaya sekolah.      

"Artinya melibatkan seluruh pemangku kepentingan di sekolah, mulai dari pendidik, tenaga kependidikan, kepala sekolah, siswa dan bahkan orangtua serta masyarakat sekitar," katanya.

Kedua adalah membangun karakter itu harus dimulai dari orang dewasa di lingkungan rumah dan sekolah, karena anak  belajar  dari model di sekitarnya, sebab 70 persen perilaku anak-anak adalah meniru. Misalnya sekolah ingin menanamkan karakter jujur, maka harus dimulai dari kepala sekolah yang mengelola keuangan sekolah secara transparan, laporan keuangan dapat diakses di laman sekolah, anggaran disusun dengan partisipasi warga sekolah, dan lain-lain.

"Kalau kepala sekolah mencontohkan transparan maka anak pun pasti meniru dengan mengelola uang secara transparan dan melaporkannya juga secara transparan kepada publik. Anak butuh teladan," katanya.

Ketiga adalah mendidik karakter adalah membangun kebiasaan, perilaku berulang yang bisa menjadi budaya atau kebiasaan.

Keempat adalah keberhasilan PPK sangat ditentukan oleh faktor pendidik yang akan jadi teladan bagi peserta didik. Kelima adalah agar pendidikan penguatan karalter berhasil diimplementasikan oleh satuan pendidikan maka pemerintah harus berkonsentrasi penuh melatih dan mempersiapkan guru.

Pemerintah juga harus bekerja keras memenuhi delapan standar nasional pendidikan (SNP), yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan pendidikan, dan standar penilaian pendidikan.