Kurikulum SMK disesuaikan dengan kebutuhan kerja

id mendikbud, smk, Muhadjir Effendy , pelajar smk, angkatan kerja

Kurikulum SMK disesuaikan dengan kebutuhan kerja

Sejumlah lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) melakukan wawancara singkat di salah satu stan lowongan kerja pada Job Matching SMK se-Sumatera Selatan di aula SMK Negeri 3 Palembang, Sumsel, Rabu (31/8). (Foto Antarasumsel.com/Feny Selly/16)

Jakarta  (ANTARA Sumsel) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan kurikulum pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) akan disesuaikan dengan kebutuhan di pasar tenaga kerja.

"Kurikulum yang ada akan dibikin lebih lentur agar lebih mudah beradaptasi dengan kebutuhan dunia kerja," kata Muhadjir sesuai mengikuti rapat koordinasi mengenai pendidikan vokasi di Jakarta, Selasa.

Muhadjir memastikan kurikulum ini akan diselaraskan dengan permintaan dunia industri agar para lulusan pendidikan vokasi ini bisa menyesuaikan dengan lapangan kerja yang tersedia.

"Selama ini kita sudah ada kerjasama dengan Kemenperin untuk menyelaraskan kandungan maupun urutan dari kurikulum agar sesuai dengan keburuhan dunia industri," ujarnya.

Selain itu, penyesuaian kurikulum ini diharapkan bisa meningkatkan kompetensi para lulusan SMK agar sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).

Ia mengharapkan melalui perbaikan kompetensi ini maka para pelaku industri atau dunia usaha lulusan pendidikan vokasi nantinya bisa diberdayakan sebagai tenaga pengajar.

Sehingga meski lulusan sekolah kejuruan atau sekolah menengah tidak memiliki ijazah setara sarjana S1, maka bisa menjadi tenaga pengajar berdasarkan pengalaman kerja yang telah dimiliki.

"Nanti untuk guru SMK bisa dari para karyawan, dari industri maupun dunia usaha, yang pengalaman kerjanya diekuivalen atau disamakan dengan pengalaman belajar," jelas Muhadjir.

Untuk mendukung pembenahan kurikulum ini, ia mengharapkan adanya insentif kepada pelaku industri agar dunia usaha mau memberikan bantuan berupa tanggung jawab sosial perusahaan kepada lembaga pendidikan.

"Jadi apa yang dikeluarkan untuk bantuan kepada sekolah bisa dianggap biaya perusahaan, sehingga nanti bisa dihitung sebagai pengeluaran dari perusahaan," katanya.