Visa kunjungan yang hanya tujuh hari memaksa ANTARA untuk memanfaatkan betul guna menggali sedalam mungkin kesaksian-kesaksian para pengungsi tentang apa yang telah mereka alami, baik di tanah airnya di Myanmar, maupun di kamp-kamp pengungsi yang jumlahnya puluhan dan menampung setengah juta orang di wilayah-wilayah Bangladesh yang berdekatan dengan Myanmar.
Berikut rekaman perjalanan ANTARA selama empat hari di Cox's Bazar, dari Teknaf sampai Thengkali sampai kamp pengungsian terbesar Rohingya di Kutupalong, dalam rangkaian foto dan cerita-cerita yang membungkus perjalanan di balik foto tersebut.
Kamis 28 September 2017
Sesampainya di Cox’s Bazar setelah mengudara selama 55 menit dari Dhaka menggunakan maskapai utama Bangladesh, Biman Bangladesh Airline, ANTARA langsung bergabung dengan tim relawan dari Indonesia Humanity Alliance untuk menyalurkan bantuan.
Sekitar setengah juta warga Rohingya masuk Bangladesh dalam sebulan terakhir. Masif dan betapa cepatnya arus pengungsi Rohingya membuat Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyebutnya arus pengungsi paling cepat berkembang di dunia dan sekaligus mimpi buruk kemanusiaan dan hak asasi manusia. Sedangkan majalah terkemuka The Economist menyebut krisis pengungsi Rohingya sebagai yang terburuk sejak genosida etnis Tutsi oleh Hutu di Rwanda pada 1994. Pada hari yang sama, Myanmar menyatakan bantahan keras di PBB bahwa negaranya telah melakukan pembersihan etnis.
Para pengungsi Rohingya masuk dari beberapa pintu, tetapi gerbang mereka utama ke Bangladesh adalah Teknaf yang dipisahkan dari Myanmar oleh Sungai Naf.
Selama sekitar empat jam di Teknaf pada Jumat, 29 September, ANTARA menyaksikan arus pengungsi Rohingya dari Myanmar terus saja mengalir, kendati tidak semasif sebelumnya. Inilah beberapa foto mengenai para pengungsi Rohingya yang baru tiba beberapa jam sebelum ANTARA tiba di Teknaf.
Ukhia, wilayah setingkat kecamatan, mendadak disesaki manusia setelah setengah juta orang Rohingya eksodus besar-besaran yang hingga kini tak kunjung berhenti. Para relawan dan pekerja bantuan menyatakan shelter-shelter kecil disesaki manusia sudah tidak layak lagi huni, Air bersih dan toilet semakin langka sehingga menimbulkan kekhawatiran malapetaka kesehatan yang akut. "Dari hari ke hari semakin banyak saja pengungsi yang datang dan kini kamp yang ada sudah tak lagi cukup menampung mereka," kata Kepala WFP Karim Elguindi.
Faktanya, kedua foto di kamp pengungsi Jamtoli yang dikunjungi ANTARA 30 September ini, yang juga menjadi tempat berada posko kesehatan relawan Indonesia Humanitarian Alliance, menjadi bukti mengapa krisis pengungsi Rohingya sudah demikian akut sehingga tak bisa lagi disebut sebagai krisis kemanusiaan yang biasa.