Nilai tukar petani Sumatera Selatan meningkat

id petani, Yos Rusdiansyah, Kepala bps, tanaman pangan, perkebunan

Nilai tukar petani Sumatera Selatan meningkat

Dokumentasi- Petani memanen jagung . (Antarasumsel.com/Nova Wahyudi/dol/17)

Palembang (ANTARA Sumsel) - Nilai tukar petani di Sumatera Selatan pada bulan September tercatat sebesar 96,41 persen atau meningkat 2,16 persen jika dibandingkan pada tahun lalu pada periode yang sama.

Kepala Badan Pusat Statistik Sumatera Selatan Yos Rusdiansyah di Palembang, Jumat, mengatakan kenaikan nilai tukar petani tesebut disebabkan masuknya musim panen di beberapa daerah.

"Kenaikan itu karena adanya peningkatan pendapatan petani 1,78 persen, sementara di sisi lain ada penurunan indeks pengeluaran petani," ujar dia.

Kenaikan nilai tukar petani terjadi pada subsektor tanaman pangan 2,48 persen, tanaman perkebunan rakyat 3,65 persen, perikanan 1,37 persen, perikanan tangkap 1,33 persen dan perikanan budidaya 1,41 persen.

Sementara penurunan nilai tukar petani terjadi pada subsektor hortikultura 0,76 persen, dan peternakan 0,54 persen.

"Meski belum mencapai angka 100 namun kenaikan ini tentu mejadi kabar baik bagi petani, apalagi data harga menunjukkan terjadinya deflasi," katanya.

Nilai tukar petani merupakan perbandingan indeks harga komoditas pertanian yang di produksi oleh petani (It) terhadap indeks harga barang/jasa yang dibayar petani untuk keperluan konsumsi rumah tangga dan biaya produksi (Ib), merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di daerah perdesaan.

Nilai tukar petani juga menunjukkan daya tukar (term trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.

"Semakin tinggi nilai tukar petani, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani," katanya.

Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di 83 kecamatan yang tersebar di 12 kabupaten di Sumatera Selatan pada September 2017, nilai tukar petani naik 2,16 persen dibandingkan Agustus 2017, yaitu dari 94,38 menjadi 96,41.

Kenaikan nilai tukar petani pada September 2017 disebabkan indeks harga hasil produksi pertanian mengalami kenaikan sebesar 1,78 persen, sementara itu indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian mengalami penurunan sebesar 0,37 persen.

Kenaikan ini juga dipengaruhi oleh naiknya nilai tukar petani pada subsektor tanaman pangan 2,48 persen, subsektor tanaman perkebunan rakyat 3,65 persen, subsektor perikanan 1,37 persen, subsektor perikanan tangkap 1,33 persen dan subsektor perikanan budidaya 1,41 persen.

Namun penurunan nilai tukar petani hanya terjadi pada subsektor hortikultura 0,76 persen, dan subsektor peternakan 0,54 persen.

Selain kenaikan nilai tukar petani, pada September 2017, It naik sebesar 1,78 persen dibanding It Agustus 2017, yaitu dari 118,71 menjadi 120,82.

Kenaikan It pada Setember 2017 disebabkan naiknya It di lima subsektor, yaitu subsektor tanaman pangan 2,04 persen, subsektor tanaman perkebunan rakyat 3,25 persen, subsektor perikanan 0,98 persen, subsektor perikanan tangkap 0,93 persen, dan subsektor perikanan budidaya 1,03 persen.

Sedangkan It yang mengalami penurunan yaitu subsektor hortikultura 1,17 persen, dan subsektor peternakan 0,68 persen.

Kepala Perum Bulog Divisi Regional Sumsel dan Babel, Bakhtiar As mengatakan penerapan HET yang mulai diberlakukan akhir Semptember lalu tidak terlalu berpengaruh terhadap kenaikan nilai tukar petani.

Sejauh ini yang paling berpengaruh besar terhadap nilai tukar petani justru harga dan kondisi petani yang tengah menikmati musim panen.

"Kesejahteraan petani yang sesungguhnya itu ada ketika masuk musim panen karena mereka memiliki penghasilan yang lebih. Biasanya tren harga barang yang akan dibeli turun, makanya tingkat kesejahteraan mereka terangkat," kata dia.