Muhammadiyah minta polisi selesaikan kasus pembakaran masjid

id muhammadiyah, polisi, pembakaran, oknum, pelaku, masjid, kriminal

Muhammadiyah minta polisi selesaikan kasus pembakaran masjid

Muhammadiyah. (ANTARA FOTO/Dhoni Setiawan)

Yogyakarta (ANTARA Sumsel) - Pimpinan Pusat Muhammadiyah meminta aparat kepolisian segera mengusut tuntas pelaku kasus pembakaran Masjid At-Taqwa Muhammadiyah di Desa Sangso, Kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireun, Aceh.

"Supaya segera diproses hukum karena perbuatan itu sudah kriminal," kata Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yunahar Ilyas saat jumpa pers di Gedung PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Senin.

Seperti diberitakan, Masjid At-Taqwa milik Muhammadiyah di Desa Sangso, Kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireun dibakar sekelompok orang tak dikenal pada Selasa (17/10) pukul 20.00 WIB. Insiden itu diduga karena dipicu perbedaan dalam paham keagamaan.

Terkait peristiwa itu, Yunahar meminta semua pihak, khususnya dari kalangan Muhammadiyah menahan diri.

Ia menyayangkan kasus anarkis itu terjadi, apalagi hanya dipicu perbedaan paham/cabang keagamaan yang sebetulnya dapat dikomunikasikan melalui dialog.

"Kami berharap supaya perbedaan pendapat dapat diatasi dengan cara-cara yang elegan," kata dia lagi.

Kendati demikian, ia meminta aparat kepolisian segera melakukan penyelidikan dan pengusutan secara tuntas pelaku dan aktor intelektualnya.

"Saya khawatir akan menimbulkan konflik horizontal," kata dia.

Dalam kesempatan itu, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Bireun Athaillah A Latif menjelaskan proses pembangunan Masjid At-Taqwa telah berlangsung sejak 2015.

Saat itu, Pimpinan Cabang (PC) Muhammadiyah Kecamatan Samalanga memiliki gagasan mendirikan masjid sebagai pusat dakwah serta berbagai kegiatan Muhammadiyah lainnya dengan memilih lokasi di Desa Sangso.

Selanjutnya, Pengurus PC Muhammadiyah Samalanga mulai membebaskan tanah di desa itu dengan cara wakaf tunai jemaah Muhammadiyah.

Namun, sesuai isu yang berembus di Samalanga saat itu, banyak yang menuduh bahwa dana pembangunan masjid berasal dari luar negeri untuk kegiatan dakwah wahabi.

"Dalam kesempatan ini kami sekaligus ingin menepis isu itu, karena pembangunan masjid itu berasal dari wakaf tunai jemaah Muhammadiyah," kata dia.

Selanjutnya, setelah pembebasan tanah tuntas, panitia pembangunan menghadapi kendala perizinan, mengingat saat itu yang berlaku adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2006.

Persyaratan perizinan yang harus dipenuhi mulai dari dukungan masyarakat yang disahkan lurah/kepala desa, hingga rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama.

"Begitu kami meminta izin Kepala Desa Sangso tidak mengizinkan dengan alasan di Samalanga mayoritas masyarakatnya adalah kaum aswaja, sehingga dikhawatirkan bisa menyebabkan perpecahan," kata dia.

Hingga akhirnya pada 2016 diberlakukan Qonun Aceh Nomor 4 tentang pembangunan rumah ibadah. Dengan aturan khusus itu, maka pendirian masjid di Aceh tidak lagi membutuhkan rekomendasi seperti yang berlaku pada Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri.

Izin pendirian bangunan (IMB) Masjid At-Taqwa akhirnya keluar pada 13 Juni 2017 hingga akhirnya panitia mulai melakukan penentuan arah kiblat. Saat itu sama sekali tidak ada pertentangan dari masyarakat.  

Pertentangan baru muncul ketika panitia hendak membuat acara peletakan batu pertama. Masyarakat setempat meminta acara itu dibatalkan dan menuntut tidak ada pembangunan.

"Lalu, kami 'cooling down' dan kami tunggu sampai 1,5 bulan, namun tidak ada langkah mendamaikan. Akhirnya, kami kembali melanjutkan pembangunan, setelah selesai membangun satu tiang masjid malam harinya dibakar," kata dia lagi.

Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqoddas berharap agar setiap penyelesaian konflik pendirian rumah ibadah ditempuh melalui jalur hukum, seperti melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan dengan cara-cara kriminal.

"Kami juga mengajak kepada seluruh komponen bangsa untuk tidak  mudah memfitnah dan menuduh pihak lain yang tidak sesuai paham keagamaannya sebagai paham wahabi yang dapat menjadi sumber konflik," kata dia pula.