Hentikan monopoli impor garam

id CIPS, monopoli impor, garam, pt garam, dirut pt garam, Kiara)

Hentikan monopoli impor garam

Dokumentasi - Penyidik Direskrimsus Polda Sumsel sita 23 ton garam ilegal di sebuah gudang di Talang Keramat, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Kamis (28/9) (ANTARA Sumsel/17)

Jakarta  (ANTARA Sumsel) - Lembaga Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menginginkan pemerintah dapat menghentikan monopoli impor garam karena hal tersebut dinilai memiliki potensi penyimpangan yang semakin besar.

Kepala Bagian Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi, Senin, mengatakan, daripada menghentikan impor garam, pemerintah sebaiknya menghentikan monopoli atas izin impor komoditas yang satu ini.

Hizkia mengingatkan bahwa kasus penyalahgunaan izin impor yang menimpa Direktur Utama PT Garam Achmad Boediono beberapa waktu yang lalu menunjukkan adanya monopoli membuat risiko penyalahgunaan wewenang menjadi semakin besar.

"Kebijakan penghentian impor garam sebaiknya tidak dilakukan. Hal ini akan memberatkan warga dan industri kecil untuk mendapatkan garam berkualitas dengan harga terjangkau," ucapnya.

Ia berpendapat bahwa dengan menghilangkan monopoli atas izin impor, pemerintah berarti peduli terhadap kebutuhan masyarakat banyak.

Terkait swasembada garam yang ditargetkan tercapai pada 2020, Hizkia mengatakan hal tersebut tidak akan bisa dicapai dalam waktu dekat.

Hal tersebut, lanjutnya, karena rencana ekstensifikasi lahan di sejumlah sentra penghasil garam seluas puluhan ribu meter persegi dianggap mustahil karena kini Indonesia justru mulai kekurangan lahan untuk pertanian.

Sebagaimana diwartakan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pada 2020 Indonesia tidak lagi mengimpor garam karena pemerintah akan terus mengupayakan peningkatan produksi garam nasional.

Luhut dalam "Coffee Morning" bersama wartawan di Jakarta, Selasa (17/10) , menjelaskan salah satu upaya yang tengah dilakukan pemerintah adalah ekstensifikasi lahan garam di sejumlah lokasi, termasuk NTT yang berpotensi menjadi salah satu sentra garam nasional.

Menko Maritim menuturkan, lahan garam di Indonesia sangatlah luas, mencapai lebih dari 30 ribu hektare termasuk lahan milik rakyat. Sayangnya, PT Garam yang juga mengelola ribuan lahan garam itu tidak memaksimalkan lahan tersebut dengan menggandeng swasta.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati menginginkan faktor anomali cuaca jangan menjadi alasan bagi pemerintah untuk membuka keran impor garam.

"Impor garam terus dilakukan sampai hari ini dengan berlindung di balik alasan kelangkaan stok garam sebagai dampak dari kerusakan iklim dan anomali cuaca," kata Susan Herawati.

Menurut dia, salah satu hal mengapa sektor garam nasional tidak berkembang adalah karena kegiatan impor menjadi mudah dan murah untuk dilakukan sewaktu-waktu.

Ia menyatakan, setidaknya sejak tahun 1990 impor garam telah dilakukan sebanyak 349.042 ton dengan total nilai hingga lebih dari 16 juta dolar AS.